Sebelum
Rasulullah masuk ke rumah Arqam, Abdullah bin Mas’ud telah beriman kepadanya
dan merupakan orang keenam yang masuk Islam dan mengikuti Rasulullah saw.
Dengan demikian ia termasuk golongan yang mula pertama masuk Islam ….
Pertemuannya yang mula-mula dengan Rasulullah itu diceritakannya sebagai berikut:
“Ketika itu saya masih remaja, menggembalakan kambing kepunyaan ‘Uqbah bin Muaith.
Tiba-tiba
datang Nabi saw. bersama Abu Bakar, dan sertanya: “Hai nak, apakah kamu punya
susu untuk minuman kami?”. “Aku orang kepercayaan” ujarku”, “dan tak dapat
memberi anda berdua minuman … ! “
Maka
sabda Nabi saw.: “Apakah kamu punya kambing betina mandul, yang belum
dikawini oleh yang jantan
. . . ?” “Ada”, ujarku. Lalu saya bawa ia kepada mereka. Kambing itu diikat
kakinya oleh Nabi lalu disapu susunya sambil memohon kepada Allah. Tiba-tiba
susu itu berair banyak …. Kemudian Abu Bakar mengambilkan sebuah batu cernbung
yang digunakan Nabi untuk menampung perahan susu. Lalu Abu Bakar pun minumlah,
dan saya pun tidak ketinggalan . . . . Setelah itu Nabi menitahkan kepada susu:
“Kempislah!”, maka susu itu menjadi kempis ….
Setelah
peristiwa itu saya datang menjumpai Nabi, kataku: “Ajarkanlah kepadaku
kata-kata tersebut!”
Ujar Nabi saw.: “Engkau akan menjadi seorang anak yang terpelajar!”
Ujar Nabi saw.: “Engkau akan menjadi seorang anak yang terpelajar!”
Alangkah
heran dan takjubnya Ibnu Mas’ud ketika menyaksikan seorang hamba Allah yang
shalih dan utusan-Nya yang dipercaya memohon kepada Tuhannya sambil menyapu
susu hewan yang belum pernah berair selama ini, tiba-tiba mengeluarkan kurnia
dan rizqi dari Allah berupa air susu murni yang enak buat diminum . . .!
Pada
sa’at itu belum disadarinya bahwa peristiwa yang disaksikannya itu hanyalah
merupakan mu’jizat paling enteng dan tidak begitu berani, dan bahwa tidak
berapa lama lagi dari Rasulullah yang mulia ini akan disaksikannya mu’jizat
yang akan menggoncangkan dunia dan memenuhinya dengan petunjuk serta cahaya ….
Bahkan
pada saat itu juga belum diketahuinya, bahwa dirinya sendiri yang ketika itu
masih seorang remaja yang lemah lagi miskin, yang menerima upah sebagai
penggembala kambing milik ‘Uqbah bin Mu’aith, akan muncul sebagai salah satu
dari mu’jizat ini, yang setelah ditempa oleh Islam menjadi seorang beriman,
akan mengalahkan kesombongan orang-orang Quraisy dan menaklukkan kesewenangan
para pemukanya ….
Maka
ia, yang selama ini tidak berani lewat di hadapan salah seorang pembesar
Quraisy kecuali dengan menjingkatkan kaki dan menundukkan kepala, di kemudian
hari setelah masuk Islam, ia tampil di depan majlis para bangsawan di sisi
Ka’bah, sementara semua pemimpin dan pemuka Quraisy duduk berkumpul, lalu
berdiri di hadapan mereka dan mengumandangkan suaranya yang merdu dan
membangkitkan minat, berisikan wahyu Illahi al-Quranul Karim:
Bismillahirrahmanirrahim ….
Allah Yang Maha Rahman . – - .
Yang telah mengajarkan al-Quran …. Menciptakan insan ….
Dan menyampaikan padanya penjelasan Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan ….
Sedang bintang dan kayu-kayuan sama sujud kepada Tuhan ….
Bismillahirrahmanirrahim ….
Allah Yang Maha Rahman . – - .
Yang telah mengajarkan al-Quran …. Menciptakan insan ….
Dan menyampaikan padanya penjelasan Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan ….
Sedang bintang dan kayu-kayuan sama sujud kepada Tuhan ….
Lalu
dilanjutkannya bacaannya, sementara pemuka-pemuka Quraisy sama terpesona, tidak
percaya akan pandangan mata dan pendengaran telinga mereka …. dan tak tergambar
dalam fikiran mereka bahwa orang yang menantang kekuasaan dan kesombongan
mereka . . . , tidak lebih dari seorang upahan di antara mereka, dan
penggembala kambing dari salah seorang bangsawan Quraisy . . . . yaitu Abdullah
bin Mas’ud, seorang miskin yang hina dina.
Marilah
kita dengar keterangan dari saksi mata melukiskan peristiwa yang amat menarik
dan mena)ubkan itu! Orang itu tiada lain dari Zubair r.a. katanya:
“Yang
mula-mula menderas al-Quran di Mekah setelah Rasulullah saw. ialah Abdullah bin
Masud r.a. Pada suatu hari para shahabat Rasulullah berkumpul, kata mereka:
“Demi Allah orang-orang Quraisy belum lagi mendengar sedikit pun al-Quran ini
dibaca dengan suara keras di hadapan mereka ….
Nah, siapa di antara kita yang bersedia memperdengarkannya kepada mereka …. ?”
Maka kata Ibnu Masud: “Saya.”
Nah, siapa di antara kita yang bersedia memperdengarkannya kepada mereka …. ?”
Maka kata Ibnu Masud: “Saya.”
Kata
mereka: “Kami khawatir akan keselamatan dirimu! Yang kami inginkan ialah
seorang laki-laki yang mempunyai kerabat yang akan mempertahankannya dari
orang-orang itu jika mereka bermaksud jahat . . . . “
“Biarkanlah
saya!” kata Ibnu Masud pula, “Allah pasti membela”. Maka datanglah Ibnu Mas’ud
kepada kaum Quraisy di waktu dluha, yakni ketika mereka sedang berada di balai
pertemuannya ….
Ia
berdiri di panggung lalu membaca
Bismillahirrahmanirrahim, dan dengan mengeraskan suaranya: Arrahman ‘allamal Quran ….
Bismillahirrahmanirrahim, dan dengan mengeraskan suaranya: Arrahman ‘allamal Quran ….
Lalu sambil menghadap kepada mereka diteruskanlah bacaannya. Mereka memperhatikannya sambil sertanya sesamanya: “Apa yang dibaca oleh anak si Ummu ‘Abdin itu . . . ? Sungguh, yang dibacanya itu ialah yang dibaca oleh Muhammad!”
Mereka
bangkit mendatangi dan memukulinya, sedang Ibnu Mas’ud meneruskan bacaannya
sampai batas yang dikehendaki Allah . . . . Setelah itu dengan muka dan tubuh
yang babak-belur ia kembali kepada para shahabat. Kata mereka: “Inilah yang
kami khawatirkan terhadap dirimu ….
Ujar
Ibnu Ma’sud: “Sekarang ini tak ada yang lebih mudah bagiku dari menghadapi
musuh-musuh Allah itu! Dan seandainya tuan-tuan menghendaki, saya akan
mendatangi mereka lagi dan berbuat hal yang sama esok hari …. ! “
Ujar mereka: “Cukuplah demikian! Kamu telah membacakan kepada mereka barang yang menjadi tabu bagi mereka!”
Ujar mereka: “Cukuplah demikian! Kamu telah membacakan kepada mereka barang yang menjadi tabu bagi mereka!”
Benar,
pada saat Ibnu Mas’ud tercengang melihat susu kambing tiba-tiba berair sebelum
waktunya, belum menyadari bahwa ia bersama kawan-kawan senasib dari golongan
miskin tidak berpunya, akan menjadi salah satu mu’jizat besar dari Rasulullah,
yakni ketika mereka bangkit memanggul panji-panji Allah dan menguasai dengannya
cahaya Siang dan sinar matahari. Tidak diketahuinya bahwa saat itu telah dekat
. . . Kiranya secepat itu hari datang dan lonceng waktu telah berdentang, anak
remaja buruh miskin dan terlunta-lunta serta-merta menjadi suatu mu’jizat di
antara berbagai mu’jizat Rasulullah …. !
Dalam
kesibukan dan berpacuan hidup, tiadalah ia akan menjadi tumpuan mata . . . .
Bahkan di daerah yang jauh dari kesibukan pun juga tidak . . . .! Tak ada
tempat baginya di kalangan hartawan, begitu pun di dalam lingkungan ksatria
yang gagah perkasa, atau dalam deretan orang-orang yang berpengaruh.
Dalam
soal harta, ia tak punya apa-apa, tentang perawakan ia kecil dan kurus, apalagi
dalam soal pengaruh, maka derajatnya jauh di bawah . . . . Tapi sebagai ganti
dari kemiskinannya itu, Islam telah memberinya bagian yang melimpah dan perolehan
yang cukup dari perbendaharaan Kisra dan simpanan Kaisar. Dan sebagai imbalan
dari tubuh yang kurus dan jasmani yang lemah, dianugerahi-Nya kemauan baja yang
dapat menundukkan para adikara dan ikut mengambil bagian dalam merubah jalan
sejarah. Dan untuk mengimbangi nasibnya yang tersia terlunta-lunta, Islam
telah melimpahinya ilmu pengetahuan, kemuliaan serta ketetapan, yang
menampilkannya sebagai salah seorang tokoh terkemuka dalam sejarah kemanusiaan
….
Sungguh,
tidak meleset kiranya pandangan jauh Rasulullah saw. ketika beliau mengatakan
kepadanya: “Kamu akan menjadi seorang pemuda terpelajar”. Ia telah diberi
pelajaran oleh Tuhannya hingga menjadi faqih atau ahli hukum ummat Muhammad
saw., dan tulang punggung para huffadh al-Quranul Karim.
Mengenai
dirinya ia pernah mengatakan:
“Saya telah menampung 70 surat al-Quran yang kudengar langsung dari Rasulullah saw. tiada seorang pun yang menyaingiku dalam hal ini ……
“Saya telah menampung 70 surat al-Quran yang kudengar langsung dari Rasulullah saw. tiada seorang pun yang menyaingiku dalam hal ini ……
Dan
rupanya Allah swt. memberinya anugerah atas keberaniannya mempertaruhkan nyawa
dalam mengumandangkan al-Quran secara terang-terangan dan menyebarluaskannya
di segenap pelosok kota Mekah di saat siksaan dan penindasan merajalela, maka
dianugerahi-Nya bakat istimewa dalam membawakan bacaan al-Quran dan kemampuan
luar biasa dalam memahami arti dan maksudnya.
Rasulullah
telah memberi washiat kepada para shahabat agar mengambil Ibnu Mas’ud sebagai
teladan, sabdanya:
“Berpegang-teguhlah kepada ilmu yang diberikan oleh Ibnu Ummi ‘Abdin . ! “
“Berpegang-teguhlah kepada ilmu yang diberikan oleh Ibnu Ummi ‘Abdin . ! “
Diwashiatkannya pula agar mencontoh bacaannya, dan mempelajari cara membaca al-Quran daripadanya. Sabda Nabi saw.:
“Barang siapa yang ingin hendak mendengar al-Quran tepat seperti diturunkan, hendaklah ia mendengarkannya dari Ibnu Ummi ‘Abdin … !
Barang siapa yang ingin hendak membaca al-Quran tepat seperti diturunkan, hendaklah ia membacanya seperti bacaan Ibnu Ummi ‘Abdin … ! “
Sungguh,
telah lama Rasulullah menyenangi bacaan al-Quran dari mulut Ibnu Mas’ud Pada suatu hari
ia memanggilnya sabdanya:
“Bacakanlah kepadaku, hai Abdullah!”
“Haruskah aku membacakannya pada anda, wahai Rasulullah . . .
Jawab Rasulullah: “Saya ingin mendengarnya dari mulut orang lain”
Maka Ibnu Mas’ud pun membacanya dimulai dari surat an-Nisa, hingga sampai pada firman Allah Ta’ala:
Maka betapa jadinya bila Kami jadikan dari setiap ummat itu seorang saksi, sedangkan kamu Kami jadikan sebagai saksi bagi mereka …. !
“Bacakanlah kepadaku, hai Abdullah!”
“Haruskah aku membacakannya pada anda, wahai Rasulullah . . .
Jawab Rasulullah: “Saya ingin mendengarnya dari mulut orang lain”
Maka Ibnu Mas’ud pun membacanya dimulai dari surat an-Nisa, hingga sampai pada firman Allah Ta’ala:
Maka betapa jadinya bila Kami jadikan dari setiap ummat itu seorang saksi, sedangkan kamu Kami jadikan sebagai saksi bagi mereka …. !
Ketika
orang-orang kafir yang mendurhakai Rasul sama berharap kiranya mereka
disamaratakan dengan bumi . . . .! dan mereka tidak dapat merahasiakan pembicaraan
dengan Allah …. !”
(Q S 4 an-Nisa: 41 — 42)
(Q S 4 an-Nisa: 41 — 42)
Maka
Rasulullah tak dapat manahan tangisnya, air matanya meleleh dan dengan
tangannya diisyaratkan kepada Ibnu Mas’ud yang maksudnya: “Cukup …. cukuplah
sudah, hai Ibnu Mas’ud . . .! “
Suatu
ketika pernah pula Ibnu Mas’ud menyebut-nyebut karunia Allah kepadanya,
katanya:
“Tidak suatu pun dari al-Quran itu yang diturunkan, kecuali aku mengetahui mengenai peristiwa apa diturunkannya. Dan tidak seorang pun yang lebih mengetahui tentang Kitab Allah daripadaku. Dan sekiranya aku tahu ada seseorang yang dapat dicapai dengan berkendaraan unta dan ia lebih tahu tentang kitabullah daripadaku, pastilah aku akan menemuinya. Tetapi aku bukanlah yang terbaik di antaramu!”
“Tidak suatu pun dari al-Quran itu yang diturunkan, kecuali aku mengetahui mengenai peristiwa apa diturunkannya. Dan tidak seorang pun yang lebih mengetahui tentang Kitab Allah daripadaku. Dan sekiranya aku tahu ada seseorang yang dapat dicapai dengan berkendaraan unta dan ia lebih tahu tentang kitabullah daripadaku, pastilah aku akan menemuinya. Tetapi aku bukanlah yang terbaik di antaramu!”
Keistimewaan
Ibnu Mas’ud ini telah diakui oleh para shahabat. Amirul
Mu’minin Umar berkata mengenai dirinya:
“Sungguh ilmunya tentang fiqih berlimpah-limpah
“Sungguh ilmunya tentang fiqih berlimpah-limpah
Dan
berkata Abu Musa al-Asy’ari:
“Jangan tanyakan kepada kami sesuatu masalah, selama kiyai ini berada di antara tuan-tuan!”
Dan bukan hanya keunggulannya dalam al-Quran dan ilmu fiqih saja yang patut dapat pujian, tetapi juga keunggulannya dalam keshalihan dan ketaqwaan. Berkata Hudzaifah tentang dirinya:
“Tidak seorang pun saya lihat yang lebih mirip kepada Rasulullah saw. baik dalam cara hidup, perilaku dan ketenangan jiwanya, daripada Ibnu Mas’ud ….
“Jangan tanyakan kepada kami sesuatu masalah, selama kiyai ini berada di antara tuan-tuan!”
Dan bukan hanya keunggulannya dalam al-Quran dan ilmu fiqih saja yang patut dapat pujian, tetapi juga keunggulannya dalam keshalihan dan ketaqwaan. Berkata Hudzaifah tentang dirinya:
“Tidak seorang pun saya lihat yang lebih mirip kepada Rasulullah saw. baik dalam cara hidup, perilaku dan ketenangan jiwanya, daripada Ibnu Mas’ud ….
Dan
orang-orang yang dikenal dari shahabat-shahabat Rasulullah sama mengetahui
bahwa putera dari Ummi ‘Abdin adalah
yang paling dekat kepada Allah …. ! “
Pada
suatu hari serombongan shahabat berkumpul pada Ali karamallahu wajhah (semoga
Allah memuliakan wajah atau dirinya), lalu kata mereka kepadanya:
“Wahai
Amirul Mu’minin, kami tidak melihat orang yang lebih berbudi pekerti, lebih
lemah-lembut dalam mengajar, begitu
pun yang lebih baik pergaulannya, dan lebih shalih daripada Abdullah bin Mas’ud ….
!”
Ujar
Ali: “Saya minta tuan-tuan bersaksi kepada Allah, apakah ini betul-betul tulus
dari hati tuan-tuan?
“Benar”, ujar mereka.
“Benar”, ujar mereka.
Kata
Ali pula: “Ya Allah, saya mohon Engkau menjadi saksinya, bahwa saya
berpendapat mengenai dirinya seperti apa yang mereka katakan itu, atau lebih
baik dari itu lagi….
Sungguh,
telah dibacanya al-Quran, maka dihalalkannya barang yang halal dan
dihararnkannya barang yang Haram ,
seorang yang ahli dalam soal keagamaan dan luas ilmunya tentang as-Sunnah …. !
“
Suatu ketika para shahabat memperkatakan pribadi Abdullah bin Mas’ud, kata mereka:
“Sungguh, sementara kita terhalang, ia diberi restu, dan sementara kita
bepergian, ia menyaksikan (tingkah laku Rasulullah saw.). . .”.
Maksud mereka ialah bahwa Abdullah r.a. beruntung mendapat kesempatan berdekatan dengan Rasulullah saw., suatu hal Yang jarang didapat oleh orang lain. la lebih sering masuk ke rumah Rasulullah dan menjadi teman duduknya.
Dan lebih-lebih lagi ia adalah tempat Rasulullah menumpahkan keluhan dan mempercayakan rahasianya, hingga ia diberi gelar “Peti Rahasia”.
Berkata
Abu Musa al-Asy’ari:
“Sungguh, setiap saya melihat Rasulullah saw., pastilah Ibnu Mas’ud berada menyertainya …”.
“Sungguh, setiap saya melihat Rasulullah saw., pastilah Ibnu Mas’ud berada menyertainya …”.
Adapun
yang menjadi sebab ialah karena Rasulullah saw. amat menyayanginya, terutama
keshalihan dan kecerdasannya Serta kebesaran jiwanya, hingga Rasulullah pernah
bersabda mengenai dirinya:
“Seandainya
saya hendak mengangkat seseorung sebagai amir tanpa musyawarat dengan Kaum
Muslimin, tentulah yang
saya angkat itu Ibnu Umi ‘Abdin. . . “.
Dan telah kita kemukakan washiat Rasulullah kepada para shahabatnya:
“Berpegang teguhlah kepada ilmu Ibnu Ummi ‘Abdin!”
Maka kesayangan dan kepercayaan ini memungkinkannya untuk bergaul rapat dengan Rasulullah saw., hingga ia beroleh hak yang tidak diberikannya kepada orang lain, bersabda Rasulullah saw. kepadanya:
“Saya idzinkan kamu bebas dari tabir hijab. . .
INI
MERUPAKAN LAMPU HIJAU BAGI Ibnu Mas’ud untuk masuk rumah Rasulullah saw. dan
pintunya senantiasa terbuka baginya, biar Siang maupun malam. Dan inilah yang
pernah diperkatakan oleh para shahabat:
“sementara kita terhalang, ia diberi idzin, dan sementara kita bepergian, ia menyaksikan – - .”.
“sementara kita terhalang, ia diberi idzin, dan sementara kita bepergian, ia menyaksikan – - .”.
Dan memang Ibnu Mas’ud layak untuk memperoleh keistimewaan ini . . . . Karena walaupun pergaulan rapat seperti ini akan memberikan padanya keuntungan, tetapi Ibnu Mas’ud hanya bertambah khusyu’, tambah hormat dan sopan santun ….
Mungkin
gambaran yang melukiskan akhlaqnya secara tepat, ialah sikapnya ketika
menyampaikan Hadits dari Rasulullah saw. setelah beliau wafat. Walaupun ia
jarang menyampaikan Hadits dari Rasulullah saw., tetapi kita lihat setiap ia
menggerakkan kedua bibirnya untuk mengatakan: “Saya dengar Rasulullah
menyampaikan Hadits dan bersabda . . . .”, maka tubuhnya gemetar dengan amat
sangat, dan ia tampak gugup dan gelisah. Sebabnya tiada lain karena takutnya
akan alpa, hingga bersalah menaruh kata di tempat yang lain …. !
Marilah
kita dengarkan kawan-kawannya melukiskan gejala gejala ini! Berkatalah ‘Amar
bin Maimun:
“Saya bolak-balik ke rumah Abdullah bin Mas’ud ada setahun lamanya, dan selama itu tak pernah saya dengar ia menyampaikan Hadits dari Rasulullah saw., kecuali sebuah Hadits yang disampaikannya pada suatu hari. Dari mulutnya mengalir ucapan: Telah bersabda Rasulullah saw. Tiba-tiba ia kelihatan gelisah hingga tampak keringat bercucuran dari keningnya. Kemudian katanya mengulangi kata-kata tadi: “Kira-kira demikianlah disabdakan oleh Rasulullah . . .”.
“Saya bolak-balik ke rumah Abdullah bin Mas’ud ada setahun lamanya, dan selama itu tak pernah saya dengar ia menyampaikan Hadits dari Rasulullah saw., kecuali sebuah Hadits yang disampaikannya pada suatu hari. Dari mulutnya mengalir ucapan: Telah bersabda Rasulullah saw. Tiba-tiba ia kelihatan gelisah hingga tampak keringat bercucuran dari keningnya. Kemudian katanya mengulangi kata-kata tadi: “Kira-kira demikianlah disabdakan oleh Rasulullah . . .”.
Dan
bercerita Alqamah bin Qais:
Biasanya Abdullah bin Mas’ud berpidato setiap hari Kamis sore menyampaikan Hadits. Tidak pernah saya dengar ia mengucapkan: “Telah bersabda Rasulullah”, kecuali satu kali saja . . . . Di saat itu saya lihat ia bertelekan tongkat, dan tongkatnya itu pun bergetar dan bergerak-gerak.
Biasanya Abdullah bin Mas’ud berpidato setiap hari Kamis sore menyampaikan Hadits. Tidak pernah saya dengar ia mengucapkan: “Telah bersabda Rasulullah”, kecuali satu kali saja . . . . Di saat itu saya lihat ia bertelekan tongkat, dan tongkatnya itu pun bergetar dan bergerak-gerak.
Dan
diceritakan pula oleh Masruq mengenai Abdullah ini:
“Pada suatu hari Ibnu Mas’ud menyampaikan sebuah Hadits, katanya: “Saya dengar Rasulullah saw “ Tiba-tiba ia jadi gemetar, dan pakaiannya bergetar pula …. Kemudian
“Pada suatu hari Ibnu Mas’ud menyampaikan sebuah Hadits, katanya: “Saya dengar Rasulullah saw “ Tiba-tiba ia jadi gemetar, dan pakaiannya bergetar pula …. Kemudian
katanya:
“Atau kira-kira demikian, atau
kira-kira seperti itulah . . .”
Nah,
sampai sejauh inilah ketelitian, penghormatan dan penghargaannya kepada
Rasulullah saw ….Disamping menjadi bukti ketaqwaannya, ketelitian dan
penghormatannya ini merupakan tanda kecerdasannya …. !
Orang yang lebih banyak bergaul dengan Rasulullah saw., penilaiannya terhadap kemuliaan Rasulullah lebih tepat. . . Dan itulah sebabnya adab sopan santunnya terhadap Rasulullah ketika beliau hidup, begitu pun kenangan kepada beliau setelah wafatnya, merupakan adab sopan santun satu-satunya dan tak ada duanya . – . .!
Orang yang lebih banyak bergaul dengan Rasulullah saw., penilaiannya terhadap kemuliaan Rasulullah lebih tepat. . . Dan itulah sebabnya adab sopan santunnya terhadap Rasulullah ketika beliau hidup, begitu pun kenangan kepada beliau setelah wafatnya, merupakan adab sopan santun satu-satunya dan tak ada duanya . – . .!
Ibnu
Mas’ud tak hendak berpisah dari Rasulullah saw. baik di waktu bermukim maupun
di waktu bepergian. la telah turut mengambil bagian dalam setiap peperangan dan
pertempuran. Dan peranannya dalam perang Badar meninggalkan kenangan yang tak
dapat dilupakan, yakni rubuhnya Abu Jahal oleh tebasan pedang Kaum Muslimin
pada hari yang keramat itu ….
Khalifah-khalifah
dan para shahabat Rasul mengakui kedudukannya ini, hingga ia diangkat oleh
Amirul Mu’minin Umar sebagai Bendaharawan di kota Kufah. Kepada penduduk waktu
mengirimnya itu dikatakan:
“Demi
Allah yang tiada Tuhan melainkan Dia, sungguh saya lebih mementingkan tuan-tuan
daripada diriku, maka ambillah dan pelajarilah ilmu daripadanya … ! “
Dan
penduduk Kufah telah mencintainya, suatu hal yang belum pernah diperoleh
orang-orang sebelumnya, atau orang Yang setaraf dengannya . . . . Sungguh,
kebulatan penduduk kufah untuk mencintai seseorang, merupakan suatu hal yang
mirip dengan mu’jizat …. Sebabnya ialah karena mereka biasa menentang dan memberontak,
mereka tidak tahan menghadapi hidangan yang serupa …. dan tidak mampu hidup
selalu dalam aman dan tenteram …. !
Dan
karena kecintaan mereka kepadanya demikian rupa, sampai-sampai mereka
mengerumuni dan mendesaknya sewaktu’ ia hendak diberhentikan oleh Khalifah
Utsman r.a. dari jabatannya, kata mereka: “Tetaplah anda tinggal bersama kami
di sini dan jangan pergi, dan kami bersedia membela anda dari malapetaka yang
akan menimpa anda!”
Tetapi
dengan kalimat yang menggambarkan kebesaran jiwa dan ketaqwaannya, Ibnu Mas’ud
menjawab, katanya:
“Saya
harus taat kepadanya, dan di belakang hari akan timbul peristiwa-peristiwa dan
fitnah, dan saya tak ingin menjadi orang yang mula-mula membukakan pintunya . !
“
Pendirian
mulia dan terpuji ini mengungkapkan kepada kita hubungan Ibnu Mas’ud dengan
Khalifah Utsman …. Di antara mereka telah terjadi perdebatan dan perselisihan
yang makin lama makin sengit, hingga gaji dan tunjangan pensiunnya ditahan dari
Baitulmal . . . . Walau demikian namun tidak sepatah kata pun yang tidak baik
keluar dari mulutnya mengenai Utsman ….
Bahkan
ia berdiri sebagai pembela dan memperingatkan rakyat ketika dilihatnya
persekongkolan di masa Utsman itu telah meningkat menjadi suatu pemberontakan
….
Dan ketika terbetik berita ke telinganya mengenai percobaan untuk membunuh Khalifah Utsman itu, keluarlah dari mulutnya ucapan yang terkenal:
“Sekiranya
mereka membunuhnya, maka tak ada lagi orang sebanding dengannya yang akan
mereka angkat sebagai khalifah … ” ‘
Dalam
pada itu di antara kawan-kawan Ibnu Mas’ud ada yang berkata: “Tak pernah saya
dengar Ibnu Mas’ud mengeluarkan cercaan satu kata pun terhadap Utsman."
Allah
telah menganugerahinya hikmah sebagaimana telah memberinya sifat taqwa. Ia
memiliki kemampuan untuk melihat jauh ke dasar yang dalam, dan
mengungkapkannya secara menarik dan tepat ….
Marilah kita dengar ucapannya yang menggambarkan kesimpulan hidup yang istimewa dari Umar dengan kata-kata singkat tapi padat dan mena’jubkan, katanya:
Marilah kita dengar ucapannya yang menggambarkan kesimpulan hidup yang istimewa dari Umar dengan kata-kata singkat tapi padat dan mena’jubkan, katanya:
“Islamnya
merupakan suatu kemenangan…… hijrahnya merupakan pertolongan . . . , sedang
pemerintahannya menjadi suatu rahmat ….”
Berbicara
tentang apa yang dikatakan orang sekarang tentang relativitas masa, ia
mengatakan:
“Bagi Tuhan kalian tiada Siang dan malam ….
Cahaya langit dan bumi itu bersumber dari cahayanya ….
“Bagi Tuhan kalian tiada Siang dan malam ….
Cahaya langit dan bumi itu bersumber dari cahayanya ….
Ia juga
berbicara tentang pekerja dan betapa pentingnya mengangkat taraf budaya kaum
pekerja ini, katanya"
“Saya amat benci melihat seorang laki-laki yang menganggur tak ada usahanya untuk kepentingan dunia, dan tidak pula untuk kepentingan akhirat ….”.
“Saya amat benci melihat seorang laki-laki yang menganggur tak ada usahanya untuk kepentingan dunia, dan tidak pula untuk kepentingan akhirat ….”.
Dan di
antara kata-katanya
yang bersayap ialah:
“Sebaik-baik kaya ialah kaya hati
sebaik-baik bekal ialah taqwa;
seburuk-buruk buta ialah buta hati;
sebesar-besar dosa ialah berdusta;
sejelek-jelek usaha ialah memungut riba;
seburuk-buruk makanan ialah memakan harta anak yatim;
siapa yang merna’afkan orang akan dimaafkan Allah;
dan siapa yang mengampuni orang akan diampuni Allah ….”
“Sebaik-baik kaya ialah kaya hati
sebaik-baik bekal ialah taqwa;
seburuk-buruk buta ialah buta hati;
sebesar-besar dosa ialah berdusta;
sejelek-jelek usaha ialah memungut riba;
seburuk-buruk makanan ialah memakan harta anak yatim;
siapa yang merna’afkan orang akan dimaafkan Allah;
dan siapa yang mengampuni orang akan diampuni Allah ….”
Nah,
itulah gambaran singkat Abdullah bin Mas’ud shahabat Roulull,ah
saw. Dan itulah dia kilasan dari suatu kehidupan besar dan perkasa yang dilalui
pemiliknya di jalan Allah dan Rasul-Nya Serta Agama-Nya ….
Itulah
dia laki-laki yang ukuran tubuhnya seumpama tubuh burung
merpati kurus dan
pendek, hingga tinggi badannya tidak akan berapa bedanya dengan orang yang
sedang duduk …
Kedua
betisnya kecil dan kempis,yang tampak ketika itu memanjat dan memetik dahan
pohon arak untuk digunakan sikat Rasulullah saw. Para shahabat sama
menertawakannya ketika melihat kedua betisnya itu. Maka bersabdalah Rasulullah
saw :
“Tuan-tuan
menertawakan betis Ibnu Masud . . . , keduanya di sisi Allah lebih berat
timbangannya dari gunung Uhud . ! “
Memang
. . . , inilah dia orang yang berasal dari keluarga miskin, buruh upahan, kurus
dan hina, tetapi keyakinan dan keimanannya telah menjadikannya salah seorang
imam di antara imam-imam kebaikan, petunjuk dan cahaya ….
Ia
telah dikaruniai taufiq dan ni’mat oleh Allah yang menyebabkannya termasuk
dalam golongan “sepuluh orang shahabat Rasul yang mula pertama masuk Islam”, yakni
orang-orang yang selagi hidupnya telah menerima berita gembira beroleh ridla
Allah dan surga-Nya ….
Ia
telah terjun dan tak pernah absen dalam setiap perjuangan yang berakhir dengan
kemenangan di mass Rasulullah saw., begitu pun di masa para khalifah
sepeninggal beliau. Dan ia turut menyaksikan dua buah imperium dunia membukakan
pintunya dengan tunduk dan patuh dimasuki panji-panji Islam dan ajarannya ….
Disaksikannya
pula jabatan-jabatan yang tersedia dan menunggu orang-orang Islam yang mau
mendudukinya, begitu pun harta yang tidak terkira banyaknya bertumpuk-tumpuk di
hadapan mereka, tetapi tidak satu pun yang dapat mengusik dan melupakannya dari
janji yang telah diikrarkannya kepada Allah dan Rasul-Nya, atau merintanginya
dari garis hidup dan ketekunan ibadat yang diliputi rasa khusyu’ dan taw adlu
…..
Dan di
antara keinginan dan cita-cita hidup, tidak satu pun yang menarik hatinya
kecuali sebuah, yakni yang selalu dirindukan, menjadi buah bibir dan
senandungnya, serta menjadi angan-angan untuk mendapatkannya ….
Nah,
marilah kita simakkan kata-katanya sendiri menceritakan hal itu kepada kita:
“Aku bangun di tengah malam, ketika itu aku mengikuti Rasulullah di perang Tabuk . . . . Maka tampak olehku nyala api di arah pinggir perkemahan, lalu kudekati untuk melihatnya. Kiranya Rasulullah bersama Abu Bakar dan Umar. Rupanya mereka sedang menggali kuburan untuk Abdullah Dzulbijadain al-Muzanni yang ternyata telah wafat. Rasulullah saw. ada di dalam lubang kubur itu, sementara Abu Bakar dan Umar mengulurkan jenazah kepadanya. Rasulullah bersabda: “Ulurkanlah lebih dekat padaku saudara tuan-tuan itu . . . .! Lalu mereka mengulurkan kepadanya. Dan tatkala diletakkannya di lubang lahat, beliau berdu’a: “Ya Allah, aku telah ridla kepadanya, maka ridlai pula ia oleh-Mu . . .! Alangkah baiknya, sekiranya akulah, yang jadi pemilik liang kubur itu ….
“Aku bangun di tengah malam, ketika itu aku mengikuti Rasulullah di perang Tabuk . . . . Maka tampak olehku nyala api di arah pinggir perkemahan, lalu kudekati untuk melihatnya. Kiranya Rasulullah bersama Abu Bakar dan Umar. Rupanya mereka sedang menggali kuburan untuk Abdullah Dzulbijadain al-Muzanni yang ternyata telah wafat. Rasulullah saw. ada di dalam lubang kubur itu, sementara Abu Bakar dan Umar mengulurkan jenazah kepadanya. Rasulullah bersabda: “Ulurkanlah lebih dekat padaku saudara tuan-tuan itu . . . .! Lalu mereka mengulurkan kepadanya. Dan tatkala diletakkannya di lubang lahat, beliau berdu’a: “Ya Allah, aku telah ridla kepadanya, maka ridlai pula ia oleh-Mu . . .! Alangkah baiknya, sekiranya akulah, yang jadi pemilik liang kubur itu ….
Nah,
itulah dia satu-satunya cita-cita yang diharapkan dan diangan-angankan selagi
hidupnya ….
Dan
sebagai anda ketahui, ia tak pernah mencari kesempatan untuk mendapatkan
sesuatu yang dikejar-kejar dan diperebutkan orang, berupa kemuliaan, kekayaan,
pengaruh atau jabatan . . . .
Hal ini
semata-mata karena cita-citanya adalah cita-cita seorang tokoh yang berhati
mulia, berjiwa besar dan berkeyakinan teguh . . . . seorang tokoh yang
mendapat petunjuk dari Allah memperoleh tuntutan dari al-Quran , dan menerima
didikan dari Rasulullah saw
60 Sahabat Nabi: Abdullah bin Mas'ud, Yang Pertama Kali Mengumandangkan Al Quran Dengan Suara Merdu
Reviewed by Himam Miladi
on
April 22, 2014
Rating:
No comments:
Terima kasih sudah meninggalkan komentar di artikel ini