Seandainya ada orang yang dilahirkan di Surga, lalu dibesarkan
dalam haribaannya dan jadi dewasa, kemudian dibawa ke dunia untuk jadi hiasan dan nur
cahaya, maka ‘Ammar bersama ibunya Sumayyah dan bapaknya Yasir, adalah
beberapa orang di antara mereka ….
Tetapi kenapa kita mengatakan tadi “seandainya”, seolah-olah
itu hanya pengandaian belaka, padahal keluarga Yasir
benar-benar penduduk Surga? Ketika Rasulullah saw. bersabda:
“Shabar
wahai keluarga Yasir, tempat yang telah dijanjikan bagi kalian adalah Surga!”
Kata-kata itu diucapkannya bukanlah hanya sebagai hiburan
belaka, tetapi benar-benar mengakui kenyataan yang diketahuinya dan menguatkan
fakta yang dilihat dan disaksikannya ….
Yasir bin ‘Amir yakni ayahanda ‘Ammar, berangkat meninggalkan
negerinya di Yaman guna mencari dan menemui salah seorang saudaranya. Rupanya
ia berkenan dan merasa cocok tinggal di Mekah. Bermukimlah ia di sana dan
mengikat perjanjian persahabatan dengan Abu Hudzaifah ibnul Mughirah.
Abu Hudzaifah mengawinkannya dengan salah seorang sahayanya
bernama Sumayyah binti Khayyath, dan dari perkawinan yang penuh berkah ini,
kedua suami isteri itu dikaruniai seorang putera bernama ‘Ammar ….
Keislaman mereka termasuk dalam golongan yang mula pertama,
sebagai halnya orang shalih yang diberi petunjuk oleh Allah. Dan sebagai halnya
orang-orang shalih yang termasuk dalam golongan yang mula pertama -masuk Islam,
mereka cukup menderita karena siksa dan kekejaman Quraisy ….
Orang-orang Quraisy menjalankan siasat terhadap Kaum Muslimin
sesuai suasana. Seandainya mereka ini golongan bangsawan dan berpengaruh,
mereka hadapi dengan ancaman dan gertakan. Abu Jahal orang yang menggertaknya
dengan ungkapan: “Kamu berani meninggalkan agama nenek moyangmu padahal
mereka lebih baik daripadamu! Akan kami uji sampai di mana ketabahanmu, akan
kami jatuhkan kehormatanmu, akan kami rusak perniagaanmu dan akan kami
musnahkan harta bendamu!” Dan setelah itu mereka lancarkan kepadanya perang
urat syaraf yang amat sengit.
Dan sekiranya yang beriman itu dari kalangan penduduk Mekah yang
rendah martabatnya dan yang miskin, atau dari golongan budak belian, maka
mereka didera dan disulutnya dengan api bernyala.
Maka keluarga Yasir termasuk dalam golongan yang kedua ini . . .
. Dan soal penyiksaan mereka, diserahkan kepada Bani Makhzum. Setiap hari
Yasir, Sumayyah dan ‘Ammar dibawa ke padang pasir Mekah yang demikian panas,
lalu didera dengan berbagai adzab dan siksa!
Penderitaan dan pengalaman Sumayyah dari siksaan ini amat ngeri
dan menakutkan, tetapi tidak akan kita paparkan panjang lebar sekarang ini.
Insya Allah pada kesempatan lain akan kita ceritakan pengurbanan dan keteguhan
hati yang ditunjukkan oleh Sumayyah bersama shahabat-shahabat dan kawan-kawan
seperjuangannya di hari-hari yang bersejarah itu….
Cukuplah kita sebutkan sekarang tanpa berlebih-lebihan bahwa
syahidah Sumayyah telah menunjukkan sikap dan pendirian tangguh, yang dari awal
hingga akhirnya telah membuktikan kepada kemanusiaan suatu kemuliaan yang tak
pernah hapus dan kehormatan yang pamornya tak pernah luntur. Suatu sikap yang
telah menjadikannya seorang bunda kandung bagi orang-orang Mu’min di setiap
zaman, dan bagi para budiman di sepanjang masa ….
Rasulullah saw. tidak lupa mengunjungi tempat-tempat yang
diketahuinya sebagai arena penyiksaan bagi keluarga Yasir. Ketika itu tidak
suatu apa pun yang dimilikinya untuk menolak bahaya dan mempertahankan diri.
Dan rupanya demikian itu sudah menjadi kehendak Allah … .
Maka Agama baru, yakni Agama Nabi Ibrahim yang suci murni, suatu
Agama yang hendak dikibarkan panji-panjinya oleh Muhammad saw., bukanlah suatu
gerakan perubahan secara vertikal dan horizontal, tetapi merupakan suatu tata
cara hidup bagi manusia beriman. Dan manusia beriman ini haruslah memiliki dan
mewarisi bersama Agama itu sejarah lengkap dengan kepahlawanan, perjuangan dan
pengurbanannya … .
Pengurbanan-pengurbanan mulia yang dahsyat ini tak ubahnya
dengan tumbal yang akan menjamin bagi Agama dan ‘aqidah keteguhan yang takkan
lapuk . . . .! Ia juga menjadi contoh teladan yang akan mengisi hati
orang-orang beriman dengan rasa simpati,
kebanggaan dan kasih sayang …. Ia adalah menara yang akan menjadi pedoman bagi
generasi-generasi mendatang untuk mencapai hakikat Agama, kebenaran dan
kebesarannya.
Demikianlah, berlaku pula bagi Agama Islam,
qurban dan pengurbanan ini. Makna ini telah dijelaskan oleh al-Quran kepada Kaum Muslimin bukan hanya pada
satu atau dua ayat.
FIrman Allah
swt.:
Apakah manusia mengira bahwa
mereka akan dibiarkan mengatakan: “Kami telah beriman”, padahal mereka belum
lagi diuji?
(Q.S. 29 al-’Ankabut:2)
(Q.S. 29 al-’Ankabut:2)
Apakah kalian mengira akan
dapat masuk surga, padahal belum
lagi terbukti bagi Allah orang-orang yang berjuang di antara kalian, begitu pun
orang-orang yang ta bah ?
(Q.S. 3 Ali Imran: 142)
(Q.S. 3 Ali Imran: 142)
Sungguh, Kami telah menguji
orang-orang sebelum mereka, hingga terbuktilah bagi Allah orang-orang yang
benar dan terbukti pula orang-orang yang dusts.
(Q.S. 29 al-’Ankabut: 3)
(Q.S. 29 al-’Ankabut: 3)
Apakah kalian mengira akan
dibiarkan begitu saja, padahal belum lagi terbukti bagi Allah orang-orang yang
berjuang di antara kalian?
(Q.S. 9 Attaubat: 16)
(Q.S. 9 Attaubat: 16)
Allah tiada hendak membiarkan
orang-orang beriman dalam
keadaan kalian sekarang ini, hingga dipisahkanNya mana-mana yang jelek
daripada yang baik.
(Q.S. 3 Ali Imran: 179)
(Q.S. 3 Ali Imran: 179)
Dan mushibah yang telah menimpa
kalian di saat berhadapannya dua pasukan, adalah dengan idzin Allah, yakni agar terbukti baginya
orang-orang yang beriman!”
(Q.S. 3 Ali Imran: 166)
(Q.S. 3 Ali Imran: 166)
Memang, demikianlah al-Quran mendidik putera dan para
pendukungnya bahwa pengurbanan merupakan essensi atau sari dari keimanan, dan
bahwa kepahlawanan menghadapi kekejaman dan kekerasan dihadapi dengan
kesabaran, keteguhan dan pantang mundur, hanyalah akan membentuk keutamaan iman
yang cemerlang dan mengagumkan ….
Oleh sebab itu di kala sedang meletakkan dasarnya, memancangkan
tiang-tiang dan mengemukakan model contohnya, hendaklah Agama Allah ini
memperkukuh diri dengan pengurbanan dan membersihkan jiwa dengan
pengurbanan harta , maka terpilihlah untuk kepentingan mulia ini beberapa orang
putera, para pemuka dan tokoh-tokoh utamanya untuk menjadi ikutan sempurna dan
teladan istimewa bagi orang-orang beriman yang menyusul kemudian!
Maka Sumayyah …. Yassir . . . , dan ‘Ammar dari golongan luar
biasa yang beroleh barkah ini, adalah pilihan dari taqdir, yang dengan
pengurbanan, ketekunan dan keuletan mereka itu, dapat memateri kebesaran dan
keabadian Islam secara kuat dan kukuh ….
Telah kita katakan tadi bahwa Rasulullah saw. tiap hari
berkunjung ke tempat disiksanya keluarga Yasir, mengagumi ketabahan dan
kepahlawanannya . . . , sementara hatinya yang mulia bagaikan hancur karena
santun dan belas kasihan menyaksikan mereka menerima siksa yang tak
terderitakan lagi.
Pada suatu hari ketika Rasulullah saw. mengunjungi mereka,
‘Ammar memanggilnya, katanya:
“Wahai Rasulullah, adzab yang kami derita telah sampai ke
puncak”.
Maka seru Rasulullah saw.:
“Shabarlah, wahai Abal Yaqdhan …. “Shabarlah, wahai keluarga Yasir ….
“Tempat yang dijanjikan bagi kalian ialah Surga …..
Maka seru Rasulullah saw.:
“Shabarlah, wahai Abal Yaqdhan …. “Shabarlah, wahai keluarga Yasir ….
“Tempat yang dijanjikan bagi kalian ialah Surga …..
Siksaan
yang dialami oleh ‘Ammar dilukiskan oleh kawan-wannya dalam beberapa riwayat.
Berkata ‘Amar bin Hakam:
‘Ammar itu disiksa sampai-sampai ia tak menyadari apa yang diucapkannya”.
‘Ammar itu disiksa sampai-sampai ia tak menyadari apa yang diucapkannya”.
Berkata
pula ‘Ammar bin Maimun:
“Orang-orang musyrik membakar ‘Ammar bin Yasir dengan api. Maka Rasulullah saw. lewat di tempatnya lalu memegang kepalanya dengan tangan beliau, sambil bersabda:
“Hai api, jadilah kamu sejuk dingin di tubuh ‘Ammar, sebagaimana dulu kamu juga sejuk dingin di tubuh Ibrahim … “
“Orang-orang musyrik membakar ‘Ammar bin Yasir dengan api. Maka Rasulullah saw. lewat di tempatnya lalu memegang kepalanya dengan tangan beliau, sambil bersabda:
“Hai api, jadilah kamu sejuk dingin di tubuh ‘Ammar, sebagaimana dulu kamu juga sejuk dingin di tubuh Ibrahim … “
Bagaimanapun juga, semua bencana itu tidaklah dapat menekan jiwa
‘Ammar, walau telah menekan punggung dan menguras tenaganya. Ia baru merasa
dirinya benar-benar celaka, ketika pada suatu hari tukang-tukang cambuk dan
para penderanya menghabiskan segala daya upaya dalam melampiaskan kedhaliman
dan kekejiannya . . . . , semenjak hukuman bakar dengan besi panas, sampai
disalib di atas pasir panas dengan ditindih batu laksana bara merah, bahkan
sampai ditenggelamkan ke dalam air hingga sesak nafasnya dan mengelupas kulitnya
yang penuh dengan luka.
Pada hari itu, ketika ia telah tak sadarkan diri lagi karena siksaan yang demikian berat,
orang-orang itu mengatakan kepadanya: “Pujalah olehmu tuhan-tuhan kami!”, lalu
diajarkan mereka kepadanya kata-kata pujaan itu, sementara ia mengikutinya
tanpa menyadari apa yang diucapkannya.
Ketika ia siuman sebentar akibat dihentikannya siksaan, ‘tiba-tiba ia sadar akan
apa yang telah diucapkannya …. maka hilanglah akalnya dan terbayanglah di ruang
matanya betapa besar kesalahan yang telah dilakukannya, suatu dosa besar yang
tak dapat ditebus dan diampuni lagi . . . , hingga beberapa saat dirasakannya
siksaan orang-orang musyrik terhadap dirinya sebagai obat pembalur luka dan
suatu keni’matan juga – - – -! Dan seandainya ia dibiarkan dalam perasaan itu
agak beberapa jam saja, tak dapat tiada tentulah akan membawa ajalnya.
Ammar dapat bertahan menanggungkan semua siksa yang ditimpakan
atas tubuhnya, ialah karena jiwanya sedang berada ada kondisi puncak. Tetapi
sekarang ini, demi disangkanya jiwanya telah menyerah kalah, maka dukacita
dan sesal kecewa hampir saja menghabiskan tenaga dan melenyapkan nyawanya
Tetapi iradat Allah Yang Maha Agung lagi Maha Tinggi telah memutuskan agar
peristiwa yang mengharukan itu mendapat titik
kesudahan yang amat luhur.
Dan tangan wahyu yang penuh berkah itu pun terulurlah menjabat
tangan ‘Ammar, bila menyampaikan ucapan selamat kepadanya: “Bangunlah hai pahlawan . . . .! Tak ada
sesalan atasmu dan tak ada cacat …. !
Ketika Rasulullah saw. menemui shahabatnya itu didapatinya ia
sedang menangis, maka disapunyalah tangisnya itu dengan tangan beliau seraya
sabdanya:
“Orang-orang kafir itu telah menyiksamu dan menenggelamkanmu ke
dalam air sampai kamu mengucapkan begini dan begitu …. ?
“Benar”, wahai Rasulullah “, ujar ‘Ammar sambil meratap. Maka sabda Rasulullah sambil
tersenyum: “Jika merekamemaksamu lagi, tidak apa, ucapkanlah seperti apa yang kamu katakan tadi …. !”
Lalu dibacakan Rasullulah kepadanya ayat mulia seperti
ini:
Kecuali orang yang dipaksa, sedang hatinya tetap teguh dalam keimanan …. (Q.S. 16 an-Nahl: 106)
Kecuali orang yang dipaksa, sedang hatinya tetap teguh dalam keimanan …. (Q.S. 16 an-Nahl: 106)
Kembalilah ‘Ammar diliputi oleh ketenangan dan dera yang menimpa
tubuhnya bertubi-tubi tidak terasa sakit lagi, dan apa juga yang akan terjadi,
terjadilah dan ‘a tidak akan peduli. jiwanya berbahagia, keimanannya di fihak
yang menang! ucaapan yang dikeluarkan secara terpaksa itu dijamin bebas oleh
Al-Qur’an , maka apa lagi yang akan dirisaukannya . . . ?
‘Ammar menghadapi cobaan dan siksaan itu dengan ketabahan luar
biasa, hingga pendera-penderanya merasa lelah dan menjadi lemah, dan bertekuk
lutut di hadapan tembok keimanan yang maka kukuh …. !
Setelah pindahnya Rasulullah saw. ke Medinah, Kaum Muslimin
tinggal bersama beliau bermukim di sana, secepatnya masyarakat Islam terbentuk
dan menyempurnakan barisannya.
Maka di tengah-tengah masyarakat Islam yang beriman ini ‘Ammar
pun mendapatkan kedudukan yang tinggi …. Rasulullah saw. amat sayang kepadanya,
dan beliau sering membanggakan keimanan dan ketaqwaan ‘Ammar kepada para
shahabat.
Bersabda Rasulullah saw.:
“Diri ‘Ammar dipenuhi keimanan sampai ke tulang punggungnya …. ! “
“Diri ‘Ammar dipenuhi keimanan sampai ke tulang punggungnya …. ! “
Dan sewaktu terjadi selisih faham antara Khalid bin Walid dengan
‘Ammar, Rasulullah saw. bersabda:
“Siapa yang memusuhi ‘Ammar, maka ia akan dimusuhi Allah, dan siapa yang membenci ‘Ammar, maka ia akan dibenci Allah!”
“Siapa yang memusuhi ‘Ammar, maka ia akan dimusuhi Allah, dan siapa yang membenci ‘Ammar, maka ia akan dibenci Allah!”
Maka tak ada pilihan bagi Khalid bin Walid pahlawan Islam itu
selain segera mendatangi ‘Ammar untuk mengakui kekhilafannya dan meminta ma’af
…. !
Suatu peristiwa terjadi pula ketika Rasulullah saw. bersama para
shahabat mendirikan mesjid di Madinah, yakni tiada lama setelah kepindahannya
ke sana. Imam Ali karamallahu wajhah menggubah sebuah bait sya’ir yang
didendangkan berulang-ulang diikuti oleh Kaum Muslimin yang sedang bekerja itu,
dan baitnya adalah sebagai berikut:
“Orang yang memakmurkan mesjid nilainya tidak sama . bekerja
sambil duduk di sini berdiri di sana … Sedang pemalas lari menghindar tertidur
di sana . . .
Kebetulan waktu itu ‘Ammar sedang bekerja di salah satu sisi
bangunan. la juga turut
berdendang, mengulang-ulangnya dengan nada tinggi …. Salah seorang kawan
menyangka bahwa ‘Ammar bermaksud dengan
nyanyian itu hendak menonjolkan dirinya, hingga di antara mereka terjadi
pertengkaran dan keluar kata-kata yang menunjukkan kemarahan. Mendengar itu
Rasulullah murka, sabdanya:
“Apa maksud mereka terhadap ‘Ammar
Diserunya mereka ke Surga, tapi mereka hendak mengajaknya ke neraka …. !
Sungguh, ‘Ammar adalah biji mataku sendiri ….
Diserunya mereka ke Surga, tapi mereka hendak mengajaknya ke neraka …. !
Sungguh, ‘Ammar adalah biji mataku sendiri ….
Jika Rasulullah saw. telah menyatakan kesayangannya terhadap
seorang Muslim demikian
rupa, pastilah keimanan orang itu, kecintaan dan
jasanya terhadap Islam, kebesaran jiwa dan ketulusan hati serta keluhuran budinya
telah mencapai batas dan puncak kesempurnaan
…. !
Demikian halnya ‘Ammar ….
Berkat ni’mat
dan petunjuk-Nya, Allah telah memberikan kepada ‘Ammar ganjaran setimpal, dan
menilai takaran kebaikannya secara penuh.
Hingga disebabkan tingkatan petunjuk dan keyakinan yang telah dicapainya, maka
Rasulullah menyatakan kesucian imannya dan mengangkat dirinya sebagai contoh
teladan bagi para
shahabat, sabdanya:
“Contoh dan ikutilah setelah kematianku nanti Abu Bakar dan Umar . . . , dan
ambillah pula hidayah yang dipakai
‘Ammar untuk jadi bimbingan!”
Mengenai perawakannya, para ahli riwayat melukiskannya sebagai
berikut:
la adalah seorang yang bertubuh tinggi dengan bahunya yang bidang dan matanya yang biru …. seorang yang amat pendiam dan tak suka banyak bicara ….
la adalah seorang yang bertubuh tinggi dengan bahunya yang bidang dan matanya yang biru …. seorang yang amat pendiam dan tak suka banyak bicara ….
Nah, bagaimanakah kiranya garis kehidupan raksasa pendiam yang
bermata biru dan berdada lebar, serta tubuhnya penuh dengan bekas-bekas siksaan
kejam, dan di waktu yang bersamaan jiwanya telah ditempa dengan ketabahan yang
amat mengagumkan dan kebesaran yang luar biasa . . . ? Bagaimanakah jalan
kehidupan yang ditempuh oleh pengikut yang jujur dan Mu’min yang tulus serta
pejuang yang berani mati ini.
Sungguh telah diterjuninya bersama Rasulullah sebagai gurunya
semua perjuangan bersenjata, baik Badar, Uhud, Khandaq, Tabuk . . . pendeknya
semua tanpa kecuali …. Dan tatkala Rasulullah telah mendahuluinya ke ar Rafiqul
A’la, maka raksasa ini tidaklah berhenti, tetapi melanjutkan perjuangannya
terus menerus ….
Di kala Kaum Muslimin berhadap-hadapan dengan kaum Persi dan Romawi, begitu juga ketika menghadapi pasukan kaum murtad, ‘Ammar selalu berada di barisan pertama . . . , sebagai seorang prajurit yang gagah perkasa dengan tebasan pedangnya yang tak pernah meleset, ia sebagai seorang Mu’min yang shalih dan mulia tidak satu pun yang dapat menghalanginya dalam mencapai ridla Allah.
Dan tatkala Amirul Mu’minin Umar memilih calon-calon wali negeri
secara cermat dan hati-hati bagi Kaum Muslimin, maka matanya tetap tertuju dan
tak hendak beralih dari ‘Ammar bin Yasir …. Ia segera menemuinya dan
mengangkatnya sebagai wali negeri Kufah dengan Ibnu Mas’ud sebagai
Bendaharanya. Dan kepada penduduknya Umar menulis sepucuk Surat berita gembira
dengan diangkatnya wali negeri baru itu, katanya:
“Saya kirim kepada tuan-tuan ‘Ammar bin Yasir sebagai ‘Amir, dan
Ibnu Mas’ud sebagai Bendahara dan Wazir … Kedua mereka adalah orang-orang
pilihan, dari golongan shahabat Muhammad saw, dan termasuk pahlawan-pahlawan
Badar. . . .!”
Dalam melaksanakan pemerintahan, ‘Ammar melakukan suatu sistim
yang rupanya tidak dapat diikuti oleh orang-orang yang rakus akan dunia, hingga
mereka mengadakan atau hampir mengadakan persekongkolan terhadap dirinya ….
Pangkat dan jabatannya itu tidak menambah kecuali keshalihan, zuhud dan
kerendahan hatinya. Salah seorang yang hidup semasa dengannya di Kufah, yaitu
Ibnu Abil Hudzail, bercerita:
“Saya lihat ‘Ammar bin Yasir sewaktu menjadi ‘Amir di Kufah,
membeli sayuran di pasar lalu mengikatnya dengan tali dan memikulnya di atas
punggung, dan membawanya pulang . . . .”.
Dan salah seorang awam berkata kepadanya sewaktu ia
menjadi Amir di Kufah : “ hai orang yang telinganya terpotong! “,
menghinanya dengan telinga yang putus ketika menghadapi orang-orang murtad di
pertempuran Yamamah, tetapi jawaban Amir yang memegang tampuk kekuasaan itu
tidak lebih dari:
“Yang kamu cela itu adalah telingaku yang terbaik. Karena ia
ditimpa kecelakaan waktu perang fi sabilillah…. “.
Memang telinganya putus dalam perang sabil di Yamamah
. , yakni salah satu di antara hari-hari gemilang bagi ‘Ammar
. . . Raksasa ini maju bagaikan angin topan dan menyerbu ,barisan tentara Musailamatul Kadzab sehingga melumpuhkan kekuatan musuh ….
. , yakni salah satu di antara hari-hari gemilang bagi ‘Ammar
. . . Raksasa ini maju bagaikan angin topan dan menyerbu ,barisan tentara Musailamatul Kadzab sehingga melumpuhkan kekuatan musuh ….
Ketika dilihatnya gerakan Muslimin mengendor segera
dibangkitkannya semangat mereka dengan seruannya yang gemuruh, hingga mereka
kembali maju menerjang bagaikan anak panah yang lepas dari busurnya ….
Abdullah bin Umar r.a. menceritakan peristiwa itu sebagai
berikut:
“Waktu perang Yamamah saya lihat ‘Ammar sedang berada di atas sebuah batu karang. Ia berdiri sambil berseru: “Hai Kaum Muslimin, apakah tuan-tuan hendak lari dari Surga … ?Inilah saya ‘Ammar bin, Yasir, kemarilah tuan tuan …. !”
“Waktu perang Yamamah saya lihat ‘Ammar sedang berada di atas sebuah batu karang. Ia berdiri sambil berseru: “Hai Kaum Muslimin, apakah tuan-tuan hendak lari dari Surga … ?Inilah saya ‘Ammar bin, Yasir, kemarilah tuan tuan …. !”
Ketika saya melihat dan memperhatikannya, kiranya sebelah
telinganya telah putus beruntai-untai, sedang ia berperang dengan amat
sengitnya . . .”
Wahai, barangsiapa yang masih meragukan kebesaran Muhammad
saw., seorang Rasul yang benar dan guru yang sempurna, baiklah ia berdiri
sejenak di hadapan contoh-contoh yang telah ditunjukkan oleh para pengikut dan
shahabatnya, lalu bertanya kepada dirinya: “Siapakah yang akan mampu mengemukakan
teladan dan contoh luhur ini kalau bukan seorang Rasul mulia dan maka guru
utama?”
Jika mereka menerjuni suatu perjuangan di jalan Allah, pastilah
mereka akan maju ke depan bagaikan orang yang hendak mencari maut dan bukan
merebut kemenangan …. !
Jika mereka para khalifah dan hakim-hakim pengadilan, maka
mereka takkan keberatan memerahkan susu untuk wanita janda tua atau mengadon
tepung roti untuk anak-anak yatim, sebagai dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar ….
!
Dan jika mereka para pembesar, maka mereka takkan malu dan
merasa segan untuk memikul makanan yang dhkat dengan tali di atas punggung
mereka, seperti kita saksikan pada ‘Ammar; atau menyerahkan gaji yang menjadi
haknya lalu pergi menjalin daun kurma untuk kantong atau bakul sebagai yang
diperbuat olen Salman …. !
Wahai, marilah kita tekurkan kening dan tundukkan kepala kita,
sebagai ta’dhim dan penghormatan kepada Agama yang telah mengajari mereka
semua, dan kepada Rasulullah yang telah mendidik mereka …. dan sebelum Agama
serta Rasulullah itu, terutama kepada Allah yang Maha tinggi dan Maha Agung,
yang telah memilih mereka untuk semua ini, serta menjadikan mereka sebagai
pelopor dan sebaik-baik ummat yang pernah dilahirkan sebagai teladan bagi
seluruh manusia.
Ketika itu Hudzaifah ibnul Yaman seorang yang ahli tentang
bahasa rahasia dan bisikan ghaib, sedang berkemas-kemas menghadapi panggilan
Illahi atau menghadapi sekarat mautnya. Kawankawannya yang sedang berkumpul
sekelilingnya menanyakan kepadanya: “Siapakah yang harus kami ikuti menurutmu,
jika terjadi pertikaian di antara ummat … ?” Sambil mengucapkan kata-katanya
yang akhir, Hudzaifah menjawab:
“Ikutilah oleh kalian Ibnu Sumayyah, karena sampai matinya ia tak hendak berpisah dengan
kebenaran!”
Benar, ‘Ammar akan tetap mengikuti kebenaran itu ke mana saja
perginya. Dan sekarang sementara kita menyelusuri jejak langkahnya, dan
menyelidiki peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupannya, marilah kita pergi
menghampiri suatu peristiwa besar! Hanya sebelum kita memperhatikan kejadian
yang mempesona dan amat mengharukan itu, baik tentang keutamaan dan
kesempurnaannya, tentang kemampuan dan keunggulannya, maupun tentang kegigihan
dan kesungguhannya.
Marilah kita perhatikan lebih dulu suatu peristiwa lain yang
terjadi sebelumnya, ialah ungkapan Rasulullah mengenai peristiwa yang akan
menimpa ‘Ammar di kemudian hari!
Hal itu terjadi tidak lama setelah menetapnya Kaum Muslimin di
Madinah. Dan Rasul al-Amin yang dibantu oleh shahabat-shahabatnya yang budiman
sibuk dalam membaktikan diri kepada Rabb mereka, membina rumah dan mendirikan
mesjid-Nya. Hati yang beriman dipenuhi kegembiraan dan sinar harapan
menyampaikan puji dan syukur kepada Allah …!
Semua bekerja dengan riang gembira . . . ,semua mengangkat batu. Mengaduk pasir dengan kapur atau mendirikan tembok, sekelompok di sini dan
sekelompok lagi di sana, sedang cakrawala bahagia bergema dipenuhi nyanyian
mereka yang dikumandangkan dengan suara merdu dan seronok:
“Andainya kita duduk-duduk berpangku tangan, sedang Nabi sibuk
bekerja tak pernah diam ….
Maka perbuatan kita adalah perbuatan sesat lagi menyesatkan. Pemikian mereka bernyanyi dan berdendang. Lalu alunan
suara mereka menyanyikan lagu lainnya:
“Ya
Allah, hidup bahagia adalah hidup di akhirat
Berilah rahmat Kaum Anshar dan Kaum Muhajirat …. setelah itu terdengar pula lagu ketiga;
“Apakah akan sama nilainya ?
Orang yang bekerja membina masjid
Sibuk bekerja, baik berdiri maupun duduk
Dengan yang menyingkir berpangku tangan…….
Berilah rahmat Kaum Anshar dan Kaum Muhajirat …. setelah itu terdengar pula lagu ketiga;
“Apakah akan sama nilainya ?
Orang yang bekerja membina masjid
Sibuk bekerja, baik berdiri maupun duduk
Dengan yang menyingkir berpangku tangan…….
Tak ubahnya mereka bagai anai-anai yang sedang sibuk bekerja,
bahkan mereka adalah balatentara Allah yang memanggul bendera-Nya dan membina
bangunan-Nya. Sementara Rasulullah yang budiman lagi terpercaya tak hendak
terpisah dari mereka, mengangkat batu yang paling berat dan melakukan pekerjaan
yang paling sukar . . . . dan alunan suara mereka yang sedang berdendang
melukiskan kegembiraan yang tulus dan hati yang pasrah . . . , sedang langit
tempat mereka bernaung berbangga diri terhadap bumi tempat mereka berpijak . .
. , pendeknya kehidupan yang penuh gairah sedang menyelenggarakan pesta pora
yang paling meriah.
Maka di tengah-tengah khalayak ramai yang sedang hilir mudik
itu, kelihatanlah ‘Ammar bin Yasir sedang mengangkat batu besar dari tempat
pengambilannya ke perletakannya.
Tiba-tiba “rahmat kurnia Allah” yakni Muhammad Rasulullah
melihatnya, dan rasa santun belas kasihan telah membawa beliau mendekatinya,
dan setelah berhampiran maka tangan beliau yang penuh barkah itu mengipaskan
debu yang menutupi kepala ‘Ammar lalu dengan pandangan yang dipenuhi nur Ilahi
diamat-amati wajah yang beriman diliputi ketenangan itu, kemudian bersabda di
hadapan semua shahabatnya:
“Aduhai Ibnu Sumayyah, ia dibunuh oleh golongan pendurhaka …..
Ramalan ini diulangi oleh Rasulullah sekali lagi . . . , kebetulan
bertepatan dengan ambruknya dinding di atas tempat ‘Ammar bekerja, hingga
sebagian kawannya menyangka bahwa ia tewas yang menyebabkan Rasulullah meratapi
kematiannya itu. Para shahabat sama terkejut dan menjadi ribut karenanya,
tetapi dengan nada menenangkan dan penuh kepastian, Rasul “Tidak,
‘Ammar tidak apa-apa, hanya nanti ia akan dibunuh oleh golongan pendurhaka.
Maka wahai, siapakah kiranya yang dimaksud dengan golonggan tersebut ….
Dan bilakah berita di manakah terjadinya peristiwa itu…….
Dan bilakah berita di manakah terjadinya peristiwa itu…….
‘Ammar mendengarkan ramalan itu dan meyakini kebenaran pandangan
tembus yang disingkapkan oleh Rasul yang utama. Tetapi ia tidak merasa gentar,
karena semenjak menganut Islam ia telah dicalonkan untuk menghadapi maut dan
mati syahid di setiap
detik baik siang maupun malam
Dan hari-hari pun
berlalu, tahun demi tahun silih berganti. Rasulullah saw. telah kembali ke tempat
tertinggi disusul oleh Abu Bakar ke tempat ridla Ilahi …. lalu berangkat pula Umar
pergi mengiringi …. Setelah itu khilafat dipegang oleh Dzun Nurain Utsman bin
‘Affan ….
Sementara itu musuh-musuh Islam yang bergerak di bawah tanah,
berusaha menebus kekalahannya di medan tempur dengan jalan menyebarluaskan
fitnah ….
Terbunuhnya Umar merupakan hasil pertama yang dicapai oleh atau
subversi ini, yang gerakannya merembes ke Madinah tak ubahnya bagai angin
panas, dan bergerak dari negeri yang kerajaan dan singgasananya telah
dibebaskan oleh ummat islam. Berhasillah usaha mereka terhadap Umar membangkitkan minat dan
semangat mereka untuk melanjutkan, mereka sebarkan fitnah dan menyalakan
apinya ke sebagian besar negeri-negeri islam. Dan mungkin Ustman r.a tidak
memperhatikan perhatian khusus terhadap masalah ini hingga terjadi pula
yang menyebabkan syahidnya Ustman dan terbukanya pintu fitnah yang melanda kaum
muslimin . . .
Mu’awiyah bangkit hendak merebut jabatan khalifah dari tangan
khalifah Ali karamallahu wajhah yang baru diangkat dan dibai’at. Dan pendirian
shahabat pun bermacam-macam, ada yang menghindar dan mengunci diri di rumahnya,
dengan mengambil ucapan Ibnu Umar sebagai semboyannya:
“Siapa yang menyerukan marilah shalat, saya penuhi …. Dan siapa yang mengatakan:
marilah mencapai bahagia, saya turuti . . . .
Tetapi yang mengatakan: marilah bunuh saudaramu yang Muslimin
dan marilah rampas harta bendanya, maka saya jawab: tidak. . .!”
Di antara mereka ada yang berpihak kepada Mu’awiyah. Dan ada pula yang berdiri mendampingi
Ali, membai’at dan pengangkatannya sebagai khalifah Kaum Muslimin ….
Dan tahukah anda di pihak mana ‘Ammar berdiri waktu itu? pihak
siapakah berdirinya laki-laki yang mengenai dirinya Rasulullah saw. pernah
bersabda:
“Dan ambillah olehmu petunjuk yang dipakai oleh ‘Ammar sebagai bimbingan . . . !”
“Dan ambillah olehmu petunjuk yang dipakai oleh ‘Ammar sebagai bimbingan . . . !”
bagaimanakah
pendirian orang yang mengenai dirinya Rasulullah saw. pernah pula bersabda:
“Barangsiapa yang memusuhi ‘Ammar, maka ia akan dimusuhi oleh Allah . . . !”
“Barangsiapa yang memusuhi ‘Ammar, maka ia akan dimusuhi oleh Allah . . . !”
orang yang bila suaranya kedengaran mendekat ke rumah
Rasulullah, maka beliau segera menyambut dengan sabdanya: “Selamat datang bagi
orang baik dan diterima baik . . . , idzinkanlah ia masuk . . . !”
la berdiri
di samping Ali bin Abi Thalib, bukan karena fanatik atau berpihak, tetapi
karena tunduk kepada kebenaran teguh memegang janji! Ali adalah Khalifah Kaum
Muslimin, berhak menerima bai’at sebagai pemimpin ummat. Dan khilafat itu
diterimanya, karena memang ia berhak untuk itu dan layak untuk menjabatnya ….
Baik sebelum maupun sesudah ini, Ali memiliki keutamaan yang menjadikan
kedudukannya di samping Rasul tak ubah bagai kedudukan Harun di samping Musa
…. Dengan cahaya pandangan ruhani dan ketulusannya, ‘Ammar selalu mengikuti
kebenaran ke mana juga perginya, dapat mengetahui pemilik hak satu-satunya
dalam perselisihan ini. Dan menurut keyakinannya, tak seorang pun berhak atas
hal ini dewasa itu selain Imam Ali, oleh sebab itulah ia berdiri di sampingnya
….
Dan Ali r.a. sendiri merasa gembira atas sokongan yang
diberikannya itu, mungkin tak ada kegembiraan yang lebih besar daripada itu,
hingga keyakinannya bahwa ia berada di pihak Yang benar kian bertambah, yakni
selama tokoh utama pencinta kebenaran ‘Ammar datang kepadanya dan berdiri di
sisinya ….
Kemudian datanglah saat perang Shiffin yang mengerikan itu. Imam
Ali menghadapi pekerjaan penting ini sebagai tugas memadamkan pembangkangan dan
pemberontakan. Dan ‘Ammar ikut bersamanya. Waktu itu usianya telah 93 tahun ….
Apa? Dalam usia 93 tahun ia masih pergi ke medan juang?
Benar .
. . , selama menurut keyakinannya peperangan itu menjadi tugas kewajibannya,
Bahkan ia melakukannya lebih semangat dan dahsyat dari yang dilakukan oleh
orang-orang muda berusia 30 tahun ….
Tokoh
yang pendiam dan jarang bicara ini hampir saja tidak menggerakkan kedua
bibirnya, kecuali mengucapkan kata-kata mohon perlindungan berikut:
“Aku
berlindung kepada Allah dari fitnah …. Aku berlindung kepada Allah dari fitnah
. . . .”.
Tak lama setelah Rasulullah wafat, kata-kata ini merupakan do’a
yang tak putus lekang dari bibirnya. Dan setiap hari berlalu setiap itu pula
ia memperbanyak do’a dan mohon perlindungannya itu . . . , seolah-olah hatinya
yang suci merasakan bahaya mengancam yang semakin dekat dan menghampiri juga.
Dan tatkala bahaya itu tiba dan fitnah merajalela, Ibnu Sumayyah
telah mengerti di mana ia harus berdiri. Maka di hari perang Shiffin walaupun
sebagai telah kita katakan usianya telah 93 tahun, ia bangkit menghunus
pedangnya, demi membela kebenaran yang menurut keimanannya harus dipertahankan.
Pandangan terhadap pertempuran ini telah dima’lumkannya dalam
kata-kata sebagai berikut:
“Hai ummat manusia!
Marilah kita berangkat menuju gerombolan yang mengaku-aku hendak menuntutkan bela Utsman!
Marilah kita berangkat menuju gerombolan yang mengaku-aku hendak menuntutkan bela Utsman!
Demi Allah! Maksud mereka bukanlah hendak menuntutkan belanya
itu, tetapi sebenarnya mereka telah merasakan manisnya dunia dan telah
ketagihan terhadapnya, dan mereka mengetahui bahwa kebenaran itu menjadi
penghalang bagi pelampiasan nafsu serakah mereka. Mereka bukan yang berlomba
dan tidak termasuk barisan pendahulu memeluk Agama Islam. Argumentasi apa
sehingga mereka merasa berhak untuk ditaati oleh Kaum Muslimin dan diangkat
sebagai pemimpin, dan tidak pula dijumpai dalam hati mereka perasaan takut
kepada Allah, yang akan mendorong mereka untuk mengikuti kebenaran . . . !
Mereka telah menipu orang banyak dengan mengakui hendak
menuntutkan bela kematian Utsman, padahal tujuan mereka Yang sesungguhnya ialah
hendak menjadi raja dan penguasa adikara …. ! “
Kemudian diambilnya bendera dengan tangannya, lalu dikibarkannya
tinggi-tinggi di atas kepada sambil berseru:
“Demi Dzat yang menguasai nyawaku…Saya telah bertempur dengan mengibarkan bendera ini bersama Rasulullah saw., dan inilah aku siap berperang pula dengan mengibarkannya sekarang ini …!
“Demi Dzat yang menguasai nyawaku…Saya telah bertempur dengan mengibarkan bendera ini bersama Rasulullah saw., dan inilah aku siap berperang pula dengan mengibarkannya sekarang ini …!
Demi nyawa saya berada dalam tangan-Nya … Seandainya mereka
menggempur dan menyerbu hingga berhasil mencapai kubu pertahanan kita, saya
tahu pasti bahwa kita berada di pihak yang haq, dan bahwa mereka di pihak Yang
bathil …. ! “
Orang-orang mengikuti ‘Ammar, mereka percaya kebenaran
ucapannya.
Berkatalah Abu Abdirrahman Sullami: “Kami ikut serta dengan Ali
r.a. di pertempuran Shiffin, maka saya lihat ‘Ammar bin Yasir r.a. setiap ia
menyerbu ke sesuatu jurusan, atau turun ke sesuatu lembah, para shahabat
Rasulullah pun mengikutinya, tak ubahnya ia bagai panji-panji bagi mereka …. !
“
Dan mengenai ‘Ammar sendiri, sementara ia menerjang dan menyusup
ke medan juang, ia yakin akan menjadi salah seorang syuhadanya . . . . Ramalan
Rasulullah saw. terang terpampang di ruang matanya dengan huruf-huruf besar:
“Ammar akan dibunuh oleh golongan pendurhaka … !
.
Oleh sebab itu suaranya bergema di serata arena dengan senandung ini:
“Hari ini daku akan berjumpa dengan para kekasih tercinta
…. Muhammad dan para shahabatnya…….. !”
.
Oleh sebab itu suaranya bergema di serata arena dengan senandung ini:
“Hari ini daku akan berjumpa dengan para kekasih tercinta
…. Muhammad dan para shahabatnya…….. !”
Kemudian bagai sebuah peluru dahsyat ia menyerbu ke arah
Mu’awiyah dan orang-orang sekelilingnya dari golongan Bani Umayyah, lalu
melepaskan seruannya yang nyaring yang menggetarkan:
“Dulu
kami hantam kalian di saat diturunkannya Al Quran,
Kini kami hantam lagi kalian karena menyelewengkannya
Tebasan maut menghentikan niat jahat
Dan memisahkan kawanan pengkhianat
Atau al-Haq berjalan kembali pada relnya”.
Kini kami hantam lagi kalian karena menyelewengkannya
Tebasan maut menghentikan niat jahat
Dan memisahkan kawanan pengkhianat
Atau al-Haq berjalan kembali pada relnya”.
Maksudnya dengan sya’irnya itu, bahwa para shahabat yang
terdahulu dan ‘Ammar termasuk salah seorang di antara mereka. Dulu telah
memerangi golongan Bani Umayyah yang dikepalai oleh Abu Sufyan ayah Muawiyah
pemanggul panji‑panji syirik dan pemimpin tentara musyrikin …… Mereka perangi orang-orang itu
karena secara terus terang al-Quran menitahkannya disebabkan mereka adalah
orang-orang musyrik.
Dan sekarang di bawah pimpinan Muawiyah, walaupun mereka telah
menganut Islam dan meskipun al-Quranul Karim tidak menitahkan secara tegas
memerangi mereka, tetapi menurut ijtihad ‘Ammar dalam penyelidikannya mengenai
kebenaran dan pengertiannya terhadap maksud dan tujuan al-Quran , meyakinkan
dirinya akan keharusan memerangi mereka, sampai barang yang dirampas itu
kembali kepada pemiliknya, serta api fitnah dan pemberontakan itu dapat
dipadamkan untuk selama-lamanya ….
Juga maksudnya, bahwa dulu mereka memerangi orang-orang Bani
Umayyah karena mereka kafir kepada Agama dan kafir ‘kepada al-Quran …. Dan
sekarang mereka menggempur orang-orang itu karena mereka menyelewengkan Agama
dan menyimpang dari ajaran al-Quranul Karim serta mengacaukan ta’wil dan salah
menafsirkannya, dan mencoba hendak menyesuaikan tujuan ayaat-ayatnya dengan
kemauan dan keinginan mereka pribadi
Maka tokoh tua yang berusia 93 tahun ini menerjuni akhir
perjuangan hidupnya yang menonjol dengan gagah berani. Dan ‘sebelum ia
berangkat ke rafiqul ‘la, ia tanamkan pendidikan terakhir tentang keteguhan
hati membela kebenaran, dan ditinggalkannya sebagai contoh teladan
perjuangannya yang besar dan mulia lagi berkesan dan mendalam ….
Orang-orang dari pihak Mu’awiyah mencoba sekuat daya untuk
menghindari ‘Ammar, agar pedang mereka tidak menyebabkan kematiannya hingga
ternyata bagi manusia bahwa merekalah golongan pendurhaka ……
Tetapi keperwiraan ‘Ammar yang berjuang seolah-olah ia satu
pasukan tentara juga, menghilangkan pertimbangan dan akal sehat mereka. Maka
sebagian dari anak buah Mu’awiyah mengintai-ngintai kesempatan untuk
menewaskannya, hingga telah kesempatan itu terbuka mereka laksanakanlah dan
wallah ‘Ammar di tangan tentara Mu’awiyah………..
Sebagian besar dari tentara Mu’awiyah terdiri dari orangrang
yang baru saja masuk Agama Islam, yakni orang-orang yang menganutnya tidak lama
setelah bertalu-talunya genderang menangan terhadap kebanyakan negeri yang
dibebaskan islam, baik dari kekuasaan Romawi maupun dari penjajahan Persi.
Maka mereka inilah sebenarnya yang menjadi biang keladi dan
menyalakan api perang saudara yang dimulai oleh pembangkangan Mu’awiyah dan
penolakannya untuk mengakui Ali sebagai Khalifah dan Imam …Jadi mereka inilah
yang bagaikan kayu bakar menyalakan apinya hingga jadi besar dan menggejolak.
Dan bagaimana juga gawatnya pertikaian ini, sedianya akan dapat
diselesaikan dengan jalan damai andainya masih terpegang dalam tangan Muslimin
pertama. Tetapi demi bentuknya jadi meruncing, ia jatuh ke dalam tokoh-tokoh
kotor yang tidak peduli akan nasib Islam hingga api kian menyala dan tambah
berkobar ….
Berita tewasnya ‘Ammar segera tersebar dan ramalan Rasulullah
saw. yang didengar oleh semua shahabatnya sewaktu mereka sedang membina masjid
di Madinah di masa yang telah jauh sebelumnya, berpindah dari mulut-ke mulut:
“Aduhai
Ibnu Sumayyah ….
ia dibunuh oleh golongan pendurhaka!”
ia dibunuh oleh golongan pendurhaka!”
Maka
sekarang tahulah orang-orang siapa kiranya golongan pendurhaka itu . . . ,
yaitu golongan yang membunuh ‘Ammar …. yang tidak lain dari pihak Mu’awiyah ….
!
Dengan kenyataan ini semangat dan kepercayaan pengikut-pengikut
Ali kian bertambah. Sementara di pihak Mu’awiyah, keraguan mulai menyusup ke
dalam hati mereka, bahkan sebagian telah bersedia-sedia hendak memisahkan diri
dan bergabung ke pihak Ali ….
Mengenai Mu’awiyah, demi mendengar peristiwa yang telah terjadi
ia segera keluar mendapatkan orang banyak dan menyatakan kepada mereka bahwa
ramalan itu benar adanya, dan Rasulullah benar-benar telah meramalkan bahwa
‘Ammar akan dibunuh oleh golongan pemberontak . . . . Tetapi siapakah yang
telah membunuhnya itu . . . . ? Kepada orang-orang sekeliling diserukannya:
“Yang telah membunuh ‘Ammar ialah orang-orang yang keluar bersama dari rumahnya
dan membawanya pergi berperang …. !
Maka tertipulah dengan ta’wil yang dicari-cari ini orang-orang
yang memendam maksud tertentu dalam hatinya, sementara pertempuran kembali
berkobar sampai saat yang telah ditentukan ….
Adapun ‘Ammar, ia dipangku oleh Imam Ali ke tempat ia
menshalatkannya bersama Kaum Muslimin, lalu dimakamkan dengan pakaiannya!
Benar, dengan pakaian yang dilumuri oleh darahnya yang bersih suci! Karena
tidak satu pun dari sutera atau beludru dunia yang layak untuk
menjadi kain kafan bagi seorang syahid mulia, seorang suci utama dari tingkatan
Ammar.
Dan Kaum Muslimin pun berdiri keheran-heranan di kuburnya
…Semenjak beberapa saat yang lalu ‘Ammar berdendang di depan mereka di atas
arena perjuangan . .. , hatinya penuh dengan kegembiraan, tak ubah bagai
seorang perantau yang merindukan kampung halaman tiba-tiba dibawa pulang, dan
terlompatlah dari mulutnya seruan:
“Hari
ini aku akan berjumpa dengan para kekasih tercinta. . . .
Dengan
Muhammad saw. dan para shahabatnya………….
Apakah ia telah mengetahui hari yang mereka janjikan akan bertemu dan waktu yang sangat
ia tunggu-tunggu Para shahabat saling jumpa-menjumpai dan bertanya: “Apakah
anda masih ingat waktu sore hari itu di Madinah, ketika kita sedang duduk-duduk
bersama Rasulullah saw. . . . , dan tiba-tiba wajahnya
berseri-seri lalu sabdanya:
“Surga
telah merindukan ‘Ammar.. . . “.
”Benar”, ujar yang lain. “dan waktu itu juga disebutnya nama nama lain , di antaranya ‘Ali, Salman dan Bilal .
”Benar”, ujar yang lain. “dan waktu itu juga disebutnya nama nama lain , di antaranya ‘Ali, Salman dan Bilal .
Nah, bila demikian halnya, maka surga benar-benar telah
merindukan ‘Ammar. Dan jika demikian, maka telah lama
surga merindukannya, sedang kerinduannya tertangguh, menunggu ‘Ammar
menyelesaikan kewajiban dan memenuhi tanggung jawabnya . . . . Dan tugas itu
telah dilaksanakannya dan dipenuhinya dengan hati gembira.
Maka sekarang ini, tidakkah sudah selayaknya ia memenuhi panggilan
rindu yang datang menghimbau dari haribaan surga.
Memang, datanglah saatnya ia mengabulkan panggilan itu, karena
tak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan pula …Demikianlah dilemparkannya
tombaknya, dan setelah itu ia pergi berlalu ….
Dan ketika tanah pusaranya didatarkan oleh para shahabat di atas
jasadnya, maka ruhnya yang mulia telah bersemayam lena di tempat bahagia …. nun
di sana dalam surga yang kekal abadi, yang telah lama rindu menanti ….
60 Sahabat Nabi: 'Ammar bin Yasir, Seorang Tokoh Penghuni Surga
Reviewed by Himam Miladi
on
April 25, 2014
Rating:
No comments:
Terima kasih sudah meninggalkan komentar di artikel ini