Hakekat Qurban: Menyembelih Hawa Nafsu




Sang Guru mendatangi muridnya yang sedang memberi makan kambing untuk korban idhul adha, lalu berkata, “ Kamu kuban berapa Hari Raya Idul Adha sekarang...?”
Murid tersebut menjawab, “ Alhamdulillah tahun ini saya menyembelih empat kambing, lebih banyak dari tahun kemarin.”
“Suda berapa tahun kamu rutin berkurban dalam idul adha.” Tanya Sang Guru.
Murid tersebut menjawab, “ Alhamdulillah lima tahun ini saya bisa qurban kambing, berkat doa guru usaha semakin lancar.”
Lalu guru tersebut menimpali, “ Aneh sekali, sudah lima tahun, setiap Idul Adha berkurban, tetapi dirimu tidak berubah sama sekali, astagfirullah...?!”
Murid tersebut bertanya, “ Saya kurang faham, mohon Guru jelaskan apa maksudnya...?”
Lalu Guru berkata, “Ketika kamu berqurban dan menyembelih, apakah kamu meniatkan untuk menyembelih Nafsu kalbiyah yaitu Sifat anjing yang suka mencela dan menghina orang lain...?”
Murid tersebut menjawab, “ Tidak Guru.”
“ Berarti kamu belum berqurban.” Jawab sang guru.
Lalu Guru tersebut berkata kembali, “ Ketika kamu berqurban dan menyembelih, apakah kamu meniatkan dalam dirimu untuk menyembelih Nafsu himariyah jiwa keledai yaitu sifat yang pintar bicara tetapi tidak memiliki ilmu alias bodoh....?”
Murid tersebut menjawab, “ Tidak Guru.”
“ Berarti kamu belum berqurban.” Jawab Sang Guru.

Lalu Guru berkata, “Ketika kamu berqurban dan menyembelih, apakah kamu meniatkan untuk menyembelih Nafsu sabu'iyah: jiwa serigala yang suka menyakiti orang lain dengan fitnah dan adu domba...?”
Murid tersebut menjawab, “ Tidak Guru.”
“ Berarti kamu belum berqurban.” Jawab Sang Guru.

Lalu Guru berkata, “Ketika kamu berqurban dan menyembelih, apakah kamu meniatkan untuk menyembelih Nafsu fa'riyah yaitu jiwa tikus yang suka korupsi dan menilep uang orang lain yang diamanahkan kepada dirimu....?”
Murid tersebut menjawab, “ Tidak Guru.”
“ Berarti kamu belum berqurban.” Jawab Sang Guru.

Lalu Guru berkata, “Ketika kamu berqurban dan menyembelih, apakah kamu meniatkan untuk menyembelih Nafsu dzatis-suhumi wa hamati wal-hayati wal-aqrabi, yaitu jiwa binatang penyengat berbisa sebagai ular dan kalajengking. Senang menyindir-nyindir orang, menyakiti hati orang lain, dengki, dendam, dan semacamnya...?”
Murid tersebut menjawab, “ Tidak Guru.”
“ Berarti kamu belum berqurban.” Jawab Sang Guru.

Lalu Guru berkata, “Ketika kamu berqurban dan menyembelih, apakah kamu meniatkan untuk menyembelih Nafsu khinziriyah: sifat babi yang suka melakukan perbuatan dosa dna maksiat...?
Murid tersebut menjawab, “ Tidak Guru.”
“ Berarti kamu belum berqurban.” Jawab Sang Guru.

Lalu Guru berkata, “Ketika kamu berqurban dan menyembelih, apakah kamu meniatkan untuk menyembelih Nafsu thusiyah: nafsu Burung merak, yaitu sifat yang suka menyombongkan diri, suka pamer, berlagak-lagu, busung dada...?”
Murid tersebut menjawab, “ Tidak Guru.”
“ Berarti kamu belum berqurban.” Jawab Sang Guru.

Lalu Guru berkata, “Ketika kamu berqurban dan menyembelih, apakah kamu meniatkan untuk menyembelih Nafsu jamaliyah: nafsu unta yaitu sifat tidak mempunyai sopan santun, kasih sayang, tenggang rasa sosial, tak peduli kesusahan orang, yang penting dirinya selamat dan untung...?”
Murid tersebut menjawab, “ Tidak Guru.”
“ Berarti kamu belum berqurban.” Jawab Sang Guru.

Lalu Guru berkata, “Ketika kamu berqurban dan menyembelih, apakah kamu meniatkan untuk menyembelih Nafsu dubbiyah: jiwa beruang, biarpun kuat dan gagah, tapi akalnya dungu....?”
Murid tersebut menjawab, “ Tidak Guru.”
“ Berarti kamu belum berqurban.” Jawab Sang Guru.

Lalu Guru berkata, “Ketika kamu berqurban dan menyembelih, apakah kamu meniatkan untuk menyembelih Nafsu qirdiyah: jiwa beruk alias munyuk atau monyet (diberi ia mengejek, tak dikasih ia mencibir, sinis, dan suka melecehkan/memandang enteng...?”
Murid tersebut menjawab, “ Tidak Guru.”
“ Berarti kamu belum berqurban.” Jawab Sang Guru.

Kemudian Sang Guru berkata, “ Bangsiapa yang telah bisa “menyembelih” sifat-sifat kebinatangan di dalam dirinya, maka berarti dia telah bisa mengalahkan hawa nafsunya, maka dialah orang yang telah memahami hakekat qurban.
Jika hawa nafsunya sudah dikalahkan, maka hatinya selalu diputari dan dikelilingi oleh Dzikrullah, baik dalam kondisi duduk, berdiri, bergerak dan bekerja. Mereka itulah orang-orang yang layak di lantik di hadapan ka’bah dengan memakai baju ihram, pertanda mereka adalah orang-orang yang telah mensucikan jiwanya.”
(copas dari grup WA)

Ù„َÙ†ْ ÙŠَÙ†َالَ اللَّÙ‡َ Ù„ُØ­ُومُÙ‡َا ÙˆَÙ„َا دِÙ…َاؤُÙ‡َا ÙˆَÙ„َٰÙƒِÙ†ْ ÙŠَÙ†َالُÙ‡ُ التَّÙ‚ْÙˆَÙ‰ٰ Ù…ِÙ†ْÙƒُÙ…ْ ۚ ÙƒَØ°َٰÙ„ِÙƒَ سَØ®َّرَÙ‡َا Ù„َÙƒُÙ…ْ Ù„ِتُÙƒَبِّرُوا اللَّÙ‡َ عَÙ„َÙ‰ٰ Ù…َا Ù‡َدَاكُÙ…ْ ۗ ÙˆَبَØ´ِّرِ الْÙ…ُØ­ْسِÙ†ِينَ
Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.
-Surat Al-Hajj, Ayat 37-
Selamat Idul Adha

https://cerpenislam.id/2017/09/01/hakikat-qurban-menyembelih-hawa-nafsu/
Hakekat Qurban: Menyembelih Hawa Nafsu Hakekat Qurban: Menyembelih Hawa Nafsu Reviewed by Himam Miladi on August 31, 2017 Rating: 5

No comments:

Terima kasih sudah meninggalkan komentar di artikel ini

Powered by Blogger.