Nissa Sabyan (sumber foto: grid.id) |
Nissa Sabyan memang fenomenal. Nyaris setiap orang dari berbagai
tingkat generasi kenal nama dan wajahnya. Gadis cilik nan ayu ini tengah
meneguk manisnya puncak popularitas. Salah satu yang berperan dalam menderek
ketenarannya yaitu saat ia meng-cover lagu Deen Assalam.
Lagu yang aslinya dibawakan oleh Sulaiman Al Mughani tersebut
hingga kini sudah ditonton lebih dari 200 juta orang di saluran YouTube Sabyan
Gambus Official. Sebuah pencapaian yang sangat luar biasa bagi Nissa dan grup
musik gambusnya, Sabyan.
Bagaimana Nissa dan grup Sabyan Gambus dengan lagu Deen Assalam-nya
bisa meroket sedemikian rupa?
Banyak sekali faktor yang mempengaruhi, tergantung dari postulat
atau hitung-hitungan yang digunakan. Apakah itu karena faktor sosiologis
misalnya karena terbawa suasana Bulan Ramadan saat video klip itu pertama kali
dirilis, atau murni faktor kalkulasi industri yaitu kematangan produksi,
promosi sampai dengan branding, atau yang lain. Namun, salah satu hal
utama yang membuat meledaknya Deen Assalam versi Sabyan Gambus yaitu kekuatan
dari liriknya itu sendiri.
Nilai Toleransi dalam Lagu Deen Assalam
Kehadiran Deen Assalam bisa ibaratkan bagai hujan di negeri yang
telah lama diterpa musim kemarau. Begitu menyejukkan. Tidak hanya mendobrak
struktur lirik lagu di Indonesia, melainkan juga membawa semangat
kebhinekaan yang saat ini entah sedang di mana.
Jika belakangan pasar musik dikuasai oleh lagu-lagu dengan lirik
picisan maka tidak dengan Deen Assalam. Deen Assalam muncul dengan membawa
pesan toleransi, welas asih, kesetaraan dan perdamaian yang universal.
Pesan tersebut merupakan bagian dari konstruksi nilai-nilai luhur yang saat ini
sedang kita rindukan.
Penerimaan yang begitu luas terhadap Deen Assalam merupakan
justifikasi betapa masyarakat kita merindukan kehidupan sosial yang
mengedepankan kebersamaan dan keramahan dalam keberagaman. Satu kemewahan
dalam interaksi sosial dewasa ini. Perbedaan tafsir mengenai kebenaran agama
dan politik telah memperuncing hubungan kita menuju jurang perbedaan.
Aksi teror oleh kelompok ekstrimis di sebuah gereja di Surabaya dan
terakhir di Sibolga menjelaskan bahwa ancaman terhadap kebhinekaan senantiasa
mengintai. Belum lagi penolakan-penolakan yang dilakukan oleh kelompok
masyarakat dengan dalih perbedaan politik. Akumulasi sikap mau benar sendiri
dan menghindari dialog seperti itu tentu saja jauh dari maksud para founding
father negara kita saat memperjuangkan kemerdekaan.
Tidak hanya membawa pesan-pesan universal, Deen Assalam lebih jauh
mengingatkan kita kepada salah satu ritus yang selama ini kita negasikan, yaitu
salam. Salam sejauh ini masih dipandang sebagai ibadah yang kecil nilainya.
Meski magnitude-nya tidak sebesar naik haji dan umroh yang kerap kali
diseremonialkan namun secara substansi dan filosofi salam menjelaskan secara
utuh tujuan kita beragama yaitu memberikan keselamatan dan kesejahteraan bagi
alam semesta.
Secara literal salam berarti damai. Salam adalah proklamasi luhur
kepada sesama untuk saling menjaga dan melindungi, baik dari ancaman fisik,
hati maupun lisan kita. Salam mengedepankan laku damai dan saling menjaga yang
tidak dibatasi oleh faktor keyakinan, suku, ras dan keturunan.
Dalam sholat, salam merupakan gerakan penutup yang dilakukan dengan
cara menengok ke kanan lalu ke kiri sambil mengucapkan "assalamu
'alaikum warahmatullahi wabaraktuh", yang artinya semoga keselamatan dan
kerahmatan menyertaimu. Simbolisasinya mengandung pesan bahwa konektifitas
yang baru saja kita bangun dengan Tuhan akan menjadi tiada bermakna jika tidak
diikuti dengan perilaku yang harmonis kepada alam semesta. Bisa dibayangkan
minimal 5 kali sehari kita memproklamirkan salam, tapi kenapa nilai-nilainya
belum kita lihat terinternalisasi dalam kehidupan bermasyarakat ? Mari
renungkan sejenak.
Maka dengan segala kemuliaanya, upaya mengaktualisasikan
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya adalah sebuah keniscayaan. Terlebih
bangsa ini akan memasuki hari-hari paling menentukan terkait suksesi kekuasaan
yang berpotensi menggoncang integrasi bangsa.
Pemaknaannya sekaligus mengandung harapan, bahwa jika kita tidak
mampu kembali kepada Tuhan dengan amal yang selamat, minimal kita berharap bisa
kembali dengan hati yang selamat. Salam.
Sumber: Kompasiana
Nissa Sabyan dan Toleransi dalam Lagu Deen Assalam
Reviewed by Himam Miladi
on
April 01, 2019
Rating:
No comments:
Terima kasih sudah meninggalkan komentar di artikel ini