![]() |
Setiap tetes keringat guru keluar hanya agar muridnya bisa menjadi berlian yang berkilau (foto: Republika/Agus Supriyanto) |
Dalam sebuah
diskusi, seorang murid bertanya kepada gurunya:
"Jika memang benar para guru adalah orang-orang yang pintar, mengapa bukan para guru yang menjadi pemimpin dunia, pengusaha sukses, dan orang-orang kaya raya itu?”
Mendengar
pertanyaan muridnya tersebut, sang guru tersenyum. Tanpa mengeluarkan sepatah
kata pun, sang guru lalu masuk ke ruangannya, dan keluar kembali dengan membawa
sebuah timbangan.
Ia meletakkan
timbangan tersebut diatas meja dan berkata pada muridnya, " Muridku, ini
adalah sebuah timbangan yang biasa digunakan untuk mengukur berat emas dengan
kapasitas hingga 5000 gram. Menurutmu, berapa harga emas seberat itu?”
Murid tersebut mengernyitkan
keningnya, kemudian mengambil kalkulator dari dalam tas dan mulai menghitung.
"Jika harga
satu gram emas adalah 800 ribu rupiah, maka 5000 gram akan setara dengan 4
milyar rupiah," kata sang murid.
"Kalau
jawabanmu begitu, sekarang coba bayangkan seandainya ada seseorang yang datang
kepadamu membawa timbangan ini dan ingin menjualnya seharga emas 5000 gram. Adakah yang bersedia membelinya?"
“Tentu saja
tidak guru,” jawab sang murid. "Timbangan emas tidak lebih berharga dari
emasnya. Di pasar, saya bisa mendapatkan timbangan tersebut dengan harga di bawah
lima ratus ribu rupiah. Mengapa ada orang yang harus membayar sampai 4 milyar
rupiah?"
"Muridku, seperti itulah perumpamaan untuk menjawab pertanyaanmu tadi. Kalian para murid, adalah emas, dan kami para guru adalah timbangan dari bobot prestasimu. Kalianlah yang seharusnya menjadi perhiasan dunia ini, dan biarkan kami tetap menjadi timbangan yang akurat dan presisi untuk mengukur kadar kemajuanmu," jawab sang guru sambil tersenyum.
Melihat muridnya
terdiam, sang guru melanjutkan petuahnya.
“Jika ada
seseorang datang kepadamu membawa sebongkah berlian di tangan kanannya dan
seember keringat di tangan kirinya, kemudian ia berkata: ‘”Di tangan kiriku ada
keringat yang telah aku keluarkan untuk menemukan sebongkah berlian yang ada di
tangan kananku ini, tanpa keringat ini tidak akan ada berlian. Maka belilah
keringat ini dengan harga yang sama dengan harga berlian.”’ Apakah kamu mau membeli
keringat itu?”
“Tentu saja
tidak guru. Buat apa membeli keringat orang,” jawab sang murid.
”Nah
begitulah. Orang hanya akan membeli berliannya dan mengabaikan keringatnya.
Biarlah kami, para guru, menjadi keringat itu dan kalianlah yang menjadi berliannya."
Sang guru lalu
melanjutkan, “Ketahuilah muridku, setiap tetes keringat guru keluar hanya agar
muridnya bisa menjadi berlian yang berkilau. Guru mengajar di depan kelas dan murid
diminta memperhatikan, itu bukan karena guru tak tahu metode mengajar yang
baik. Melainkan agar murid dapat belajar menghargai proses kerja orang lain.
Guru memukul
murid yang bandel, bukan sekedar lantaran ia marah. Melainkan agar murid bandel
tersebut sadar akan kesalahannya dan bisa mengerti nilai-nilai kebaikan.
Guru melarang
murid melakukan hal-hal lain di tengah pembelajaran, bukan karena ia tak
mengerti kesenangan muridnya. Melainkan ia sedang memberi pelajaran pada murid
untuk menatap masa depan yang lebih baik.
Bersabarlah atas ‘pahitnya’ menghadapi kemarahan guru. Karena mengendapnya ilmu di hati itu kamu raih berkat didikan kerasnya.”
Mendengar petuah
gurunya, sang murid menangis. Kemudian ia memeluk gurunya dan berkata,
"Wahai guru, betapa mulia hati kalian, dan betapa ikhlasnya kalian, terima
kasih guru. Kami tidak akan bisa melupakan kalian, karena dalam setiap kesuksesan
kami, setiap kilau berlian kami, ada tetes keringatmu."
Dengan
tersenyum, sang guru memandang wajah muridnya yang sembab. Lalu, ditatapnya
langit-langit dengan wajah penuh harap, "Biarlah keringat itu menguap,
mengangkasa menuju alam hakiki di sisi Ilahi Rabbi. Karena hakikat akhirat
lebih mulia dari segala pernak-pernik di dunia ini."
Hormatilah
gurumu, sekecil apapun pelajaran yang pernah kamu terima darinya. Kesuksesanmu
saat ini tak lepas dari tetesan keringat gurumu.
Jangan lupakan guru yang pertama kali mengajarimu Alif Ba Ta dan A B C D, karena dari mereka kamu bisa mengaji dan bisa membaca. Setiap satu huruf yang kita baca mengalir pahalanya kepada mereka.
Sumber: Kompasiana/Himam Miladi

No comments:
Terima kasih sudah meninggalkan komentar di artikel ini