Kota Mekah masih
mendengkur dalam tidur nyenyaknya, yakni setelah Siang yang penuh dengan usaha
dan kesibukan dengan ibadat dan aneka permainan. Orang Quraisy tidur
lelap dan membalik-balikkan diri mereka di atas ranjang . . . , tetapi di sana ada seorang insan yang resah geliaah dan matanya tak
hendak terpejam. Ia cepat masuk kamar tidur dan beriatirahat dalam waktu
singkat, lalu bangkit dengan penuh kerinduan karena rupanya ada janji dengan
Allah. Ia menuju tempat shalat yang terletak di biliknya, lalu munajat kepada
Allah dan berdu’a dengan tekunnya ….
Dan setiap istrinya
terbangun demi mendengar gemuruh dadanya yang turun naik dan bunyi du’anya
yang hangat serta terus- menerus, menyebabkannya merasa kasihan dan memohon
agar ia memperhatikan dirinya dan mengambil waktu iatirahat yang cukup. Maka dengan air mata mengalir yang mendahului
kata-katanya dijawabnya:“Wahai Khadijah . .
! Masa untuk tidur berlalulah sudah !"
Memang perihalnya
belum lagi memusingkan orang-orang Quraisy dan mengganggu tidur nyenyak mereka,
walaupun sudah mulai menjadi titik perhatian mereka. Ia barn Saja memulai
da’wahnya dan menyampaikan ajarannya secara rahasia dan berbisik-bisik.
Orang-orang yang beriman kepadanya waktu itu masih amat sedikit ….
Tetapi di antara
orang-orang yang belum beriman itu ada pula yang menaruh kasih sayang dan
penghormatan kepadanya serta memendam niat dan keinginan hati untuk beriman dan
menyertai kafilahnya yang penuh barkah. Mereka terhalang untuk menyatakan
maksud itu hanyalah karena keadaan suasana dan lingkungan, tekanan kebiasaan
dan adat-istiadat, serta kebimbangan hati untuk mengabulkan panggilan atau
menolak seruan. Maka dalam golongan ini terdapatlah Hamzah bin Abdul Mutthalib,
yaitu paman Nabi saw. dan saudara sesusunya ….
Hamzah telah kenal
akan kebesaran dan kesempurnaan keponakannya, tahu sebaik-baiknya akan
kepribadian dan watak serta akhlaqnya. la tidak hanya mengenalnya sebagai
seorang paman terhadap keponakannya semata, tetapi juga sebagai saudara
terhadap saudaranya, dan shahabat terhadap teman sejawatnya. Sebabnya ialah
karena Rasulullah dan Hamzah dari satu generasi, dan usia yang berdekatan.
Mereka dibesarkan bersama, bermain bersama dan menjadi shahabat karib, serta
menempuh jalan kehidupan dari bermula selangkah demi selangkah secara
bersama-lama pula ….
Hanya memang, di waktu
muda masing-masing mereka telah menempuh jalan sendiri-sendiri. Hamzah mulai
bersaing dengan teman-temannya untuk mendapatkan kelayakan hidup dan merintis
jalan bagi dirinya untuk beroleh kedudukan di kalangan pembesar-pembesar kota
Mekah dan pemimpin-pemimpin Quraisy. Sementara Muhammad saw. tetap bertahan di
lingkungan cahaya ruhani yang mulai menerangi jalan baginya menuju Ilahi,
serta mengikuti bisikan hati yang mengajaknya menjauhi kebisingan hidup untuk
mencapai renungan yang dalam, serta mempersiapkan diri dalam menyambut dan
menerima kebenaran ….
Kita tegaskan, bahwa
walaupun kedua anak muda itu telah mengambil arah yang berlainan, tetapi tidak
satu detik pun hilang dari ingatan Hamzah. Keutamaan shahabat dan keponakannya,
yakni keutamaan dan kemuliaan yang mengantarkan pemiliknya kepada kedudukan
tinggi di mata manusia umumnya, dan melukiskan secara gamblang masa depannya
yang gemilang telah banyak diketahui Hamzah . . . .
Pagi hari itu, seperti
biasa Hamzah keluar rumahnya. Di sisi Ka’bah didapatinya se rombongan pembesar
dan bangsawan Quraisy, lalu ia pun duduk bersama mereka, mendengarkan apa yang
mereka percakapkan. Rupanya mereka sedang membicarakan Muhammad saw. Dan untuk pertama kali
Hamzah melihat mereka diliputi rasa gelisah disebabkan oleh da’wah yang
dilakukan oleh keponakannya. Dari ucapan mereka tersembur amarah murka,
kebencian dan kedengkian.
Sebelum itu mereka
tidak peduli, atau pura-pura tidak peduli dan ambil puling. Tetapi sekarang
wajah-wajah mereka mengerikan, menyeringai karena berang dan kecewa serta
hendak menerkam. Lama Hamzah tertawa mendengar obrolan mereka. Dituduhnya
mereka keterlaluan dan salah tafsir ….
Di saat itu Abu Jahal
segera menegaskan kepada hadlirin bahwa sebenarnya Hamzah paling tahu akan
bahaya ajaran yang diserukan oleh Muhammad saw, hanya ia menganggapnya enteng
hingga Quraisy jadi lengah dan lalai. Kemudian nanti datang suatu saat di mana
keadaan telah terlambat dan terbukalah baginya bahaya yang dibawa oleh
keponakannya itu ….
Demikianlah mereka
melanjutkan pembicaraan dalam suasana hiruk pikuk yang tidak luput dari
ancaman, sementara Hamzah kadang-kadang turut tertawa dan kadang-kadang
menampakkan Wajah murka. Dan ketika pertemuan itu usai dan masing-masing
meneruskan acaranya, kepala Hamzah pun dipenuhi fikiran dan perasaan baru,
menyebabkan perhatiannya tertuju kepada urusan keponakannya dan
mempertimbangkan kembali buruk baiknya….
Hari-hari pun berlalu
silih berganti, dan makin lama desas-desus yang disebarkan Quraisy sekitar
da’wah Rasul makin memuncak ….kemudian desas-desus itu berubah menjadi hasutan
dan komplotan, sementara
Hamzah memperhatikan suasana dari jauh ….
Ketabahan hati
keponakannya itu amat mengherankannya, sementara usahanya yang mati-matian
membela keimanan dan kelancaran da’wahnya, merupakan suatu hal yang baru bagi
kaum Quraisy umumnya, walaupun sebenarnya mereka terkenal gigih keras kepala.
Dan andainya ketika
itu keragu-raguan dapat menggoyahkan kepercayaan seseorang tentang kebenaran
Rasulullah dan kebesaran jiwanya, tetapi ia takkan menemukan jalan untuk
mempengaruhi dan memperdayakan Hamzah. Hamzah adalah orang yang paling kenal
siapa Muhammad saw, semenjak masa kanak-kanak hingga waktu mudanya yang tidak
bernoda, dan sampai usia dewasanya yang terpercaya.
Ia kenal Muhammad saw.
sebagaimana ia kenal akan dirinya, bahkan lebih dari itu lagi. Semenjak mereka
lahir ke alam wujud, menjadi remaja dan sama-sama berangkat dewasa, di mana
lembaran kehidupan Muhammad saw. terbuka di hadapan matanya suci bersih
laksana sinar matahari, tidak satu cacat pun dilihatnya pada lembaran itu … !
Tidak sekali pun dilihatnya ia marah atau naik darah, kecewa atau putus asa , apalagi menampakkan ketamakan dan keserakahan, berolok-olok atau berbuat hal yang sia-sia.
Dan Hamzah bukan saja
seorang yang menikmati kekuatan jasmaniah belaka, tetapi ia dikaruniai pula
kekuatan kemauan dan ketajaman akal fikiran. Dari itu tidak wajar bila ia
ketinggalan dan tak ingin mengikuti orang yang diketahuinya betul-betul jujur
dan dapat dipercaya. Hanya hal itu dipendamnya dalam hati, menunggu saat yang
tepat untuk membukakannya, yang waktunya telah dekat dan tidak akan menunggu
lama ….
Dan hari yang
ditunggu-tunggu itu pun datanglah …. Hamzah keluar dari rumahnya menjinjing
busur dan menujukan langkahnya ke arah padang belantara untuk melatih kegemaran
dan melakukan olah raga yang amat disukainya yaitu berburu. Ia amat mahir dalam
hal ini.
Ada kira-kira setengah
hari ia menghabiakan waktunya di sana, dan ketika kembali dari perburuannya ia
langsung pergi ke Ka’bah untuk thawaf seperti biasa sebelum pulang ke rumahnya.
Setibanya dekat Ka’bah ia ditemui oleh seorang pelayan wanita Abdullah bin
Jud’an. Dan demi dilihatnya Hamzah telah dekat, berkatalah pelayan itu
kepadanya: “Wahai Abu Umarah, seandainya anda melihat apa yang dialami oleh
keponakan anda Muhammad saw. baru-baru ini . . . . ! Abul Hakam bin Hiayam,
ketika mendapatkan Muhammad saw. sedang duduk di sana, disakiti dan dimakinya,
hingga mengalami hal-hal yang tidak diinginkan … !”
Lalu dilanjutkannya
cerita mengenai perlakuan Abu Jahal kepada Rasulullah ….
Hamzah mendengarkan
perkataannya dengan baik, kemudian ia menundukkan kepalanya sejenak, lalu membawa busur panahnya dan
menyandangkan ke bahunya. Setelah itu dengan langkah cepat tetapi tegap ia
pergi menuju Ka’bah dan berharap akan bertemu dengan Abu Jahal di sana …. Dan
jika tidak ditemuinya, maka pencarian akan dilakukannya di mana pun juga
sampai berhasil … .
Tetapi belum lagi
sampai di Ka’bah, kelihatan olehnya Abu Jahal di pekarangannya sedang
dikelilingi oleh beberapa orang pembesar Quraisy. Maka dalam ketenangan yang
mencekam, Hamzah maju mendapatkan Abu Jahal lalu melepaskan busurnya dan
memukulkannya ke kepala Abu Jahal hingga luka dan mengeluarkan darah. Dan
sebelum orang-orang itu menyadari apa Yang terjadi, Hamzah pun membentak Abu
Jahal, katanya:
“Kenapa kamu cela dan kamu maki Muhammad saw., padahal aku
telah menganut Agamanya dan mengatakan apa yang dikatakannva ? Nah, cobalah ulangi kembali makianmu
itu kepadaku jika kamu berani!”
Dalam sekejap waktu
orang-orang yang berada di sana lupa akan penghinaan yang baru menimpa pemimpin
mereka dan darah yang mengalir dari kepalanya, terpesona oleh kata-kata Yang
keluar dari mulut Hamzah yang tak ubah bagai bunyi halilintar di siang bolong .
. . , yaitu kata-kata yang diucapkannya untuk menyatakan bahwa ia telah
menganut Agama Muhammad saw., mengakui apa yang diakuinya dan mengatakan apa
yang dikatakannya ….
Apa, apakah Hamzah
telah masuk Ialam … ?
Dan …. seorang anak
muda Quraisy yang paling gigih membela haknya serta yang paling mulia … !
Sungguh suatu bencana besar yang tak dapat diatasi oleh bangsa Quraisy
Keislaman Hamzah akan menarik perhatian tokoh-tokoh pilihan untuk sama-sama
memasuki Agama itu, hingga Muhammad saw. akan beroleh tenaga dan kekuatan yang
akan membela da’wah dan memperkokoh barisannya, dan di suatu saat nanti
orang-orang Quraisy akan bangun dan sadarkan diri, karena mendengar bunyi
linggis dan tembilang yang menghancurleburkan berhala-berhala dan tuhan-tuhan
mereka … !
Memang tidak salah . .
.! Hamzah telah masuk Islam, dan di hadapan umum telah dikeluarkan simpanan
hatinya selama ini, dan ditinggalkannya orang banyak itu merenungi kekecewaan
dan kegagalan harapan mereka, dan dibiarkannya Abu Jahal menjilat darah yang
mengucur dari kepalanya yang luka. Hamzah kembali memungut busur dengan tangan
kanannya, dan menggantungkannya di bahu, lalu dengan langkah yang tegap dan
hati Yang pekat pergi pulang ke rumahnya ….
Hamzah adalah seorang
yang berfikiran cerdas dan berpendirian keras. Ketika ia telah pulang ke rumahnya dan hilang rasa lelahnya duduklah ia, dan
membawa dirinya berfikir serta merenungkan periatiwa yang baru saja dialaminya
….
Bagaimana cara ia
menyatakan keislamannya … dan kapan …. ? Ia telah menyatakannya dalam saat
emosi dan tersinggung, saat amarah dan naik darah …. Ia tak sudi bila
keponakannya diperlakukan secara sewenang-wenang dan dianiaya tanpa adanya
pembela! Oleh sebab itulah ia jadi murka dan tampil membela Muhammad saw. serta
kehormatan Bani Hasyim, maka dipukulnya kepala Abu Jahal sampai luka, dan
diteriakkan ke mukanya bahwa ia telah beragama Ialam . . . .
Tetapi, apakah
merupakan cara terbaik bagi seseorang untuk meninggalkan agama nenek moyang dan
kaumnya, agama yang telah mereka anut semenjak beribu tahun dan berabad-abad …
? Lalu ia langsung menerima Agama baru yang belum lagi diselidiki ajarannya dan
belum dikenal hakikatnya kecuali sekelumit kecil
Benar, ia tidak sedikit
pun ragu tentang kebenaran Muhammad saw. dan ketulusan maksudnya. Tetapi
mungkinkah seseorang menerima satu Agama baru berikut segala kewajiban dan
tanggung jawabnya di saat marah dan naik darah sebagai yang dilakukan oleh
Hamzah sekarang ini?
Memang dalam dadanya
terpendam niat untuk menghormati da’wah baru yang panji-panjinya dipikul oleh
keponakannya. Hanya seandainya ia telah ditaqdirkan akan menjadi salah seorang
pengikut dari da’wah ini, yang beriman dan menyediakan diri untuk menjadi
pembantu dan pembelanya, maka apabilakah sebenarnya waktu yang tepat untuk
memasukinya … ? Apakah di saat berang dan tersinggung ataukah setelah berfikir
dan merenung … ?
Demikianlah kelugasan
pendirian dan kemurnian berfikir mengharuskannya untuk membawa semua masalah
ini kembali ke batu ujian dan neraca pertimbangan. Mulailah ia berfikir dan
hari-hari berlalu . . . Siang harinya tak pernah tenteram dan malam matanya
tak pernah terpejam ….
Dan anehnya ketika
kita berusaha mencari kebenaran dengan perantaraan akal, maka kebimbangan pun
tampil ke depan sebagai penghalang …. Demikianlah, demi Hamzah menggunakan
akalnya untuk membahas masalah Agama Islam dan membanding-bandingkan yang lama
dengan yang baru, timbullah keraguan dalam dirinya yang dibangkitkan oleh kerinduan
yang telah mendarah daging terhadap agama nenek moyangnya, dan kecemasan yang
telah jadi pusaka turun-temurun terhadap segala hal yang baru ….
Bangkitlah semua
kenangannya mengenai Ka’bah berikut tuhan-tuhan dan berhala-berhalanya,
begitupun tentang pengaruh keagamaan yang telah ditanamkan oleh patung-patung
pahatan itu terhadap
semua penduduk Mekah dan bangsa Quraisy umumnya . . . , hingga memisahkan diri dari sejarah tersebut
dan meninggalkan agama lama yang telah berurat-akar ini, tak ubah bagai hendak
melompati jurang yang lebar ….
Timbullah keheranannya
mengapa orang demikian mudah dan tergesa-gesa mau meninggalkan agama nenek
moyangnya . . . . Maka menyesallah ia atas apa yang telah dilakukannya, hanya
perjalanan akal tetap diteruskan dan tidak dihentikannya ….
Dan tatkala dirasakan
bahwa akal fikiran semata tidak berdaya, maka dengan ikhlas dan tulus hati, ia
pun pergi berlindung kepada yang ghaib. Di sisi Ka’bah, sambil wajahnya
menengadah ke langit, dan dengan minta pertolongan kepada segala kudrat dan nur
yang terdapat di alam wujud ini, ia memohon dan berdo’a agar beroleh petunjuk
kepada yang haq dan jalan yang lurus.
Dan marilah kita
dengar ceritanya ketika mengisahkan berita selanjutnya, katanya:
, .. . . Kemudian
timbullah sesal dalam hatiku karena meninggalkan agama nenek moyang dan kaumku
. . . dan aku pun diliputi kebingungan hingga mata tak hendak tidur… .
Lalu pergilah aku ke Ka’bah, dan memohon kepada Allah agar membukakan hatiku
untuk menerima kebenaran dan melenyapkan segala keraguan. Maka Allah pun
mengabulkan permohonanku itu dan memenuhi hatiku dengan keyakinan . . . . Aku
pun segera menemui Rasulullah saw., dan memaparkan keadaanku padanya, maka
dido’akannya kepada Allah agar ditetapkan-Nya hatiku dalam Agamanya . . . .
Demikianlah Hamzah
menganut Islam secara yakin ….
Allah menguatkan Agama Islam dengan Hamzah, dan sebagai batu karang yang kukuh menjulang ia membela Rasulullah dan shahabat-shahabatnya yang lemah . . . . Abu Jahal melihat Hamzah berdiri dalam barisan Kaum Muslimin, maka menurut keyakinannya perang sudah tak dapat dielakkan lagi. Oleh sebab itu dihasutnyalah orang-orang Quraisy untuk melakukan kekerasan terhadap Rasulullah dan para shahabat, dan ia terus mempersiapkan diri untuk melancarkan perang saudara yang akan dapat memuaskan haus dahaga, melipur rasa dendam dan sakit hatinya.
Allah menguatkan Agama Islam dengan Hamzah, dan sebagai batu karang yang kukuh menjulang ia membela Rasulullah dan shahabat-shahabatnya yang lemah . . . . Abu Jahal melihat Hamzah berdiri dalam barisan Kaum Muslimin, maka menurut keyakinannya perang sudah tak dapat dielakkan lagi. Oleh sebab itu dihasutnyalah orang-orang Quraisy untuk melakukan kekerasan terhadap Rasulullah dan para shahabat, dan ia terus mempersiapkan diri untuk melancarkan perang saudara yang akan dapat memuaskan haus dahaga, melipur rasa dendam dan sakit hatinya.
Memang, tentu saja
Hamzah tak dapat membendung segala siksaan mereka, tetapi keislamannya
seolah-olah menjadi benteng dan periaai, di samping menjadi daya penarik bagi
kebanyakan kabilah Arab, — apalagi setelah diikuti pula dengan masuk Ialamnya
Umar bin Khatthab — untuk mengikuti langkahnya, hingga mereka pun memasukinya
dengan berduyun-duyun ….
Dan semenjak masuk
Islam, Hamzah telah bernadzar akan membaktikan segala keperwiraan, kesehatan
bahkan hidup matinya untuk Allah dan Agama-Nya, hingga Nabi saw. berkenan
memasangkan pada dirinya julukan iatimewa ini: “Singa Allah dan singa Rasul-Nya “.
Sariyah, atau angkatan
bersenjata tanpa disertai Nabi, yang mula pertama dikirim untuk menghadapi musuh, dipimpin oleh Hamzah….
Dan panji-panji
pertama yang dipercayakan oleh Rasulullah saw. kepada salah seorang Muslimin,
diserahkan kepada Hamzah …. Kemudian ketika kedua angkatan bersenjata
berhadapan-muka di perang Badar, keberanian luar biasa telah ditunjukkan oleh
Singa Allah dan Singa Rasul-Nya yang tiada lain dari Hamzah …. !
Sisa-sisa tentara
Quraisy kembali dari Badar ke Mekah dan berjalan terhuyung-huyung membawa
kegagalan dan kekalahan – - – - Abu Sufyan tak ubah bagai pohon kayu besar yang
tumbang dan tercabut dengan urat akarnya. la berjalan dengan kepala tunduk
meninggalkan di tengah-tengah medan, tubuh pemuka-pernuka Quraisy yang telah
tiada bernyawa, seperti Abu Jahal, ‘Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah,
Umayah bin Khalaf, ‘tJqbah bin Abi Mu’aith, Aswad bin Abdul Aswad al Makhzumi,
walid bin ‘Utbah, Nadlar bin Harits, ‘Ash bin Sa’id, Tha’mah bin ‘Adi serta
beberapa puluh pemimpin dan tokoh Quraisy lainnya seperti mereka.
Sungguh, Quraisy
takkan mau menelan kekalahan pahit ini begitu saja . . . . Mereka mulai
mempersiapkan diri, menghimpun segala dana dan daya untuk menuntut bela dan
menebus kekalahan mereka. Pendeknya Quraisy telah bertekad bulat untuk
berperang …. !
Dan datanglah saatnya
perang Uhud di mana orang-orang Quraisy tumpah keluar, disertai oleh sekutu
mereka dari berbagai kabilah Arab lainnya. Mereka dipimpin oleh Abu Sufyan.
Sedang yang dituju oleh pemuka-pemuka Quraisy dengan peperangan ini sebagai
sasaran, hanyalah dua orang saja, yaitu Rasulullah saw. dan Hamzah r.a.
Memang, dari buah
pembicaraan dan rencana yang mereka atur sebelum perang, dapatlah diketahui
bahwa Hamzah berada pada urutan kedua sesudah Rasulullah sebagai sasaran dan
bulan-bulanan dari peperangan ini.
sebelum berangkat,
mereka telah memilih seseorang yang diberi tugas untuk menyelesaikan rencana
mereka terhadap Hamzah. Orang itu adalah seorang budak Habsyi yang memiliki
kemahiran iatimewa dalam melemparkan tombak .
Dalam peperangan nanti
mereka memerintahkan budak itu untuk memusatkan perhatian hanya kepada satu
tugas saja, yaitu menjadikan Hamzah sebagai barang buruan dan melepaskan
lemparan tombak dengan lemparan yang mematikan kepadanya. Dan mereka
memperingatkannya agar tidak melalaikan tugas tersebut bagaimanapun juga jalan
peperangan dan akhir kesudahannya.
sebagai imbalan mereka
berjanji akan membalas jasanya dengan harga besar dan tinggi, yakni kebebasan
dirinya — Budak yang bernama Wahsyi itu adalah milik Jubair bin Muth’am — waktu
perang Badar, paman Jubair ini tewas di tengah medan dan ia ingin menuntut
bela, maka katanya kepada Wahsyi: “Berangkatlah bersama orang-orang itu! Dan
jika kamu berhasil membunuh Hamzah, maka kamu bebas … ! “
Kemudian mereka bawa
ia kepada Hindun binti ‘Utbah yakni istri Abu Sufyan, agar dihasut dan
didesaknya untuk melaksanakan rencana yang mereka inginkan.
Dalam perang Badar,
Hindun ini telah kehilangan bapak, paman, saudara dan puteranya . . . .
disampaikan orang kepadanya bahwa Hamzahlah yang telah membunuh sebagian
keluarganya itu, dan yang menyebabkan terbunuhnya yang lain.
Oleh sebab itu
tidaklah mengherankan bahwa wanita inilah di antara orang-orang Quraisy, baik
wanita maupun laki-lakinya yang paling keras menghasut untuk berperang.
Tujuannya tidak lain hanyalah untuk mendapatkan kepala Hamzah, betapa juga
mahal harga yang harus dibayarnya …. !
Berhari-hari lamanya
sebelum peperangan dimulai, tak ada pekerjaan Hindun kecuali menggembleng dan
menghasut Wahsyi serta menumpahkan segala dendam dan kebenciannya kepada Hamzah
dan merencanakan peranan yang akan dimainkan oleh budak itu …. la telah
menjanjikan kepada budak itu, andainya ia berhasil membunuh Hamzah, akan
diberinya kekayaan dan perhiasan paling berharga yang dimiliki oleh wanita —
sementara itu jari-jarinya yang penuh kebencian memegang anting-anting, permata
yang mahal serta kalung emas yang terlilit pada lehernya —, lalu dengan kedua
matanya yang bercahaya katanya kepada Wahsyi: “Jika kamu dapat membunuh Hamzah,
maka semua ini menjadi milikmu …. !”
Air liur Wahsyi pun
mengalirlah mendengar itu . . . dan angan-angannya terbang melayang dipenuhi
rasa rindu dan ingin cepat bertemu dengan peperangan yang akan menyebabkan
tombaknya mendapatkan mangsanya, hingga ia tidak lagi menjadi budak belian,
begitu pula ia ingin segera memiliki barang-barang perhiasan yang selama ini
menghias leher istri pemimpin dan putri tokoh suku Quraisy …. !
Demikianlah
persekongkolan jahat, di mana segala unsur-unsur perang sama-sama menginginkan
Hamzah r.a. terbunuh sistim terbuka tanpa
ditawar-tawar.
Dan pertempuran itu pun
tibalah ….
Kedua pasukan telah berhadapan muka, sementara Hamzah berada di tengah-tengah medan yang menjadi sarang maut dan penderitaan. Ia memakai pakaian perang, sedang di dadanya terdapat bulu burung unta yang biasa diambilnya sebagai penghias dadanya dalam peperangan ….
Kedua pasukan telah berhadapan muka, sementara Hamzah berada di tengah-tengah medan yang menjadi sarang maut dan penderitaan. Ia memakai pakaian perang, sedang di dadanya terdapat bulu burung unta yang biasa diambilnya sebagai penghias dadanya dalam peperangan ….
Hamzah mulai menyerbu
dan menyerang kiri kanan, dan setiap kepala yang diarahnya pastilah putus oleh
pedangnya. Pukulannya terhadap orang-orang musyrik tiada henti-hentinya, dan
seolah-olah maut menyerahkan diri ke dalam tangannya, dilontarkannya kepada
siapa yang dikehendakinya, lalu tertancap di hulu hatinya …. !
Seluruh Kaum Muslimin
maju dan menyerbu ke muka, hingga kemenangan menentukan telah hampir berada di
tangan, dan sisa-sisa Quraisy terpukul mundur dan lari porak-poranda. Dan
seandainya pasukan panah tidak meninggalkan kedudukan mereka di puncak bukit,
dan turun ke bawah untuk memungut barang-barang rampasan dari musuh yang kalah
. . . , sekiranya mereka tidak melanggar perintah dan tidak membiarkan garis
pertahanan panjang menjadi terbuka bagi masuknya pasukan berkuda Quraisy,
pastilah perang Uhud akan menamatkan riwayat mereka dan jadi kuburan bagi kaum
penyerang baik lelaki maupun wanita, bahkan bagi kuda dan unta mereka …. !
Maka di saat mereka
lengah dan tidak waspada itulah pasukan berkuda Quraisy menyerang Kaum Muslimin
dari belakang hingga mereka jadi sasaran dan bulan-bulanan pedang yang
menari-nari berkelebatan ….
Terpaksalah Kaum
Muslimin mengatur barisan kembali dan memungut senjata yang telah ditinggalkan
oleh sebagian mereka yang lari karena serbuan Quraisy yang mendadak itu
Tetapi sergapan yang
tiba-tiba dan tidak disangka-sangka itu akibatnya memang amat kejam dan pahit
sekali …. ! Hamzah melihat apa yang terjadi, maka baik semangat, tenaga maupun
perjuangannya dijadikannya berlipat ganda . . . . Ia menerjang ke kiri dan ke
kanan, ke muka dan ke belakang, sementara Wahsyi sedang mengintainya di sana .
. . , dan menunggu terbukanya kesempatan untuk melemparkan tombak ke tubuhnya
….
Marilah sekarang kita
dengarkan cerita Wahsyi menyampaikan laporan pandangan mata tentang periatiwa
tersebut, katanya
“Saya seorang Habsyi,
dan mahir melemparkan tombak dengan teknik Habsyi, hingga jarang sekali
lemparanku meleset . . . . Tatkala orang-orang telah mulai berperang, saya pun
keluar dan mencari-cari Hamzah, hingga akhirnya tampak di antara manusia tak
ubahnya bagai unta kelabu yang mengancam orang-orang dengan pedangnya hingga
tak seorang pun yang dapat bertahan di depannya …. Maka demi Allah, ketika saya
bersiap-siap untuk membunuhnya, saya bersembunyi di balik pohon agar dapat
menerkamnya atau menunggunya supaya dekat, tiba-tiba saya didahului oleh Siba’
bin Abdul ‘Uzza yang tampil he depannya …. Tatkala ia tampak oleh Hamzah, maka
serunya: “Marilah ke sini hai anak tukang sunat wanita!” Lalu ditebasnya hingga
tepat mengenai kepalanya ….
Ketika itu saya pun
menggerakkan tombak mengambil ancang-ancang, hingga setelah terasa tepat, saya
lontarkanlah hingga mengenai pinggang bagian bawah dan tembus he bagian muka
di antara dua pahanya . . . . Dicobanya bangkit ke arahku, tetapi ia tak
berdaya lalu rubuh dan meninggal ….
Saya datang
mendekatinya dan mencabut tombakku, lalu kembali he perkemahan dan duduk-duduk
di sana, karena tak ada lagi tugas dan keperluanku. Saya telah membunuhnya
semata-mata demi kebebasan dari perbudahan yang memilikiku.
Dan tak -ada salahnya
bila kita mendengarkan kisah Wahsyi selanjutnya:
“Sesampainya di Mekah saya pun dibebaskan. Saya tetap bermukim di sana sampai kota itu dimasuki oleh Rasulullah di hari pembebasan, maka saya lari he Thaif. Dan tatkala perutusan Thaif menghadap Rasulullah untuk menyatakan keislaman, timbul berbagai rencana dalam fikiranku. Kataku dalam hati biarlah saya pergi he Syria, atau he Yaman, atau ke tempat lain. Demi Allah, ketika saya berada dalam kebingungan itu datanglah seseorang mengatakan kepadaku: “Hai tolol! Rasulullah tak hendak membunuh seseorang yang masuk Islam … ! “
“Sesampainya di Mekah saya pun dibebaskan. Saya tetap bermukim di sana sampai kota itu dimasuki oleh Rasulullah di hari pembebasan, maka saya lari he Thaif. Dan tatkala perutusan Thaif menghadap Rasulullah untuk menyatakan keislaman, timbul berbagai rencana dalam fikiranku. Kataku dalam hati biarlah saya pergi he Syria, atau he Yaman, atau ke tempat lain. Demi Allah, ketika saya berada dalam kebingungan itu datanglah seseorang mengatakan kepadaku: “Hai tolol! Rasulullah tak hendak membunuh seseorang yang masuk Islam … ! “
Maka pergilah saya
mendapatkan Rasulullah saw. di Madinah. Saya baru tampak olehnya ketika tiba-tiba
telah berdiri di depannya mengucapkan dua kalimat syahadat. Tatkala saya
dilihatnya, beliau bertanya:
“Apakah kamu ini Wahsyi … ?
“Benar ya Rasulullah’; ujarku.
Lalu sabdanya: “Ceritakanlah kepadaku bagaimana kamu membunuh Hamzah!”
Maka saya Ceritakanlah. Dan setelah cerita saya itu selesai, sabdanya pula: “Sangat menyesal . . .! Sebaiknya engkau menghindarkan perjumpaan denganku . .
Maka selalulah saya menghindarkan diri dari hadapan dan jalan yang akan ditempuh oleh Rasulullah agar tidak kelihatan oleh beliau sampai saat beliau diwafatkan Allah …. Tatkala Kaum Muslimin pergi memadamkan pemberontakan (Nabi palsu) Musailamatul Kadzdzah penguasa Yamamah, saya pun ikut bersama mereka dan membawa tombak yang saya gunakan untuk membunuh Hamzah dahulu.
Ketika orang-orang mulai bertempur saya lihat Musailamatul Kadzdzah sedang berdiri dengan pedang di tangan. Maka saya pun bersiap-siaplah dan menggerakkan tombak membuat ancang-ancang, hingga setelah terasa tepat, saya lemparlah dan menemui sasarannya.
“Benar ya Rasulullah’; ujarku.
Lalu sabdanya: “Ceritakanlah kepadaku bagaimana kamu membunuh Hamzah!”
Maka saya Ceritakanlah. Dan setelah cerita saya itu selesai, sabdanya pula: “Sangat menyesal . . .! Sebaiknya engkau menghindarkan perjumpaan denganku . .
Maka selalulah saya menghindarkan diri dari hadapan dan jalan yang akan ditempuh oleh Rasulullah agar tidak kelihatan oleh beliau sampai saat beliau diwafatkan Allah …. Tatkala Kaum Muslimin pergi memadamkan pemberontakan (Nabi palsu) Musailamatul Kadzdzah penguasa Yamamah, saya pun ikut bersama mereka dan membawa tombak yang saya gunakan untuk membunuh Hamzah dahulu.
Ketika orang-orang mulai bertempur saya lihat Musailamatul Kadzdzah sedang berdiri dengan pedang di tangan. Maka saya pun bersiap-siaplah dan menggerakkan tombak membuat ancang-ancang, hingga setelah terasa tepat, saya lemparlah dan menemui sasarannya.
Maka sekiranya saya
dengan tombak itu telah membunuh sebaik-baik manusia yaitu Hamzah, saya
berharap kiranya Allah akan mengampuniku karena dengan tombak itu pula saya
telah membunuh sejahat-jahat manusia yaitu Musailamah …. !
Demikianlah Singa
Allah dan Singa Rasul-Nya itu gugur sebagai syahid mulia . . .! Dan
sebagaimana hidupnya telah menggemparkan, demikian kewafatannya telah
menggemparkan pula….
Musuh-musuh tak puas
hanya dengan kewafatannya belaka! Betapa mereka telah mengerahkan orang-orang
Quraisy dan mencurahkan harta benda mereka dalam suatu peperangan besar yang
tujuannya tiada lain dari mendapatkan Rasulullah dan pamannya Hamzah.
Hindun binti ‘Utbah
ya’ni istri Abu Sufyan telah menyuruh Wahsyi agar mengambil hati Hamzah untuk
dirinya. Keinginannya yang mempunyai imbalan ini dikabulkan oleh orang Habsyi
itu. Dan tatkala ia kembali kepada Hindun dan memberikan hati Hamzah dengan
tangan kanannya, maka ia menerima kalung dan anting-anting dari wanita itu
dengan tangan kirinya sebagai balas jasa dalam memenuhi tugasnya ….
Maka Hindun yang
ayahnya telah tewas di tangan Kaum Muslimin di perang Badar itu dan istri Abu
Sufyan panglima kaum musyrik penyembah berhala, menggigit dan mengunyah hati
Hamzah dengan harapan akan dapat mengobati hatinya yang pedih karena dendam dan
amarah murka.
Tetapi rupanya hati
itu telah liat (alot) hingga tak dapat dikunyah dan tidak mempan oleh
taring-taringnya, maka dikeluarkan dari mulutnya, lalu kedengaranlah teriakan
keras, yaitu seruan yang diucapkan dan berbunyi sebagai berikut:
“Kekalahan di Badar terbalaslah sudah oleh kami
Dan peperangan itu bagai hari-hari silih berganti
Daku tak tahan mengenangkan ‘Utbah ayahku itu
Begitu pula saudaraku, paman serta putera sulungku Sekarang hatiku puas, nadzar telah terpenuhi
Sakit di dada telah terobati oleh Wahsyi”
Dan peperangan itu bagai hari-hari silih berganti
Daku tak tahan mengenangkan ‘Utbah ayahku itu
Begitu pula saudaraku, paman serta putera sulungku Sekarang hatiku puas, nadzar telah terpenuhi
Sakit di dada telah terobati oleh Wahsyi”
Peperangan pun
usailah, kaum musyrikin menaiki unta dan menghalau kuda mereka pulang ke Mekah
…. Dan Rasulullah beserta shahabat turun ke bekas medan pertempuran untuk
meninjau para syuhada ….
Maka nun di sana yakni
di perut lembah, ketika beliau memeriksa wajah para shahabatnya yang telah
menjual diri mereka kepada Allah dan menyajikannya sebagai kurban yang ikhlas
kepada Allah Yang Maha Besar, beliau berhenti sejenak …. menyaksikan dan
membisu . . . , menggertakkan gigi dan membasahi Pelupuk mata ….
Tidak terlintas dalam
angannya sedikit pun bahwa moral orang-orang Arab akan merosot sedemikian rupa
hingga jatuh pada kebiadaban keji dan sampai hati merusak mayat sebagai yang
disaksikan pada pamannya syahid mulia Hamzah bin Abdul Mutthalib, Singa Allah
dan tokoh utama syuhada ….
Rasulullah membuka
kedua matanya yang dengan airnya berkilat-kilat laksana kaca . . . ,sambil
matanya tertuju kepada tubuh pamannya itu, beliau bersabda:
“Tah pernah ahu menderita mushibah seperti yang kuderita dengan
peristiwa anda sekarang ini …
Dan tidak satu suasana pun yang lebih menyakitkan hatiku seperti suasana sekarang ini …
Lalu sambil menoleh kepada para shahabat, sabdanya:
Dan tidak satu suasana pun yang lebih menyakitkan hatiku seperti suasana sekarang ini …
Lalu sambil menoleh kepada para shahabat, sabdanya:
“Sekiranya Shafiah saudara perempuan Hamzah takkan berduka dan
tidak akan menjadi sunnah sepeninggalku nanti, akan kubiarkan ia mengisi
perut binatang buas dan tembolok burung nasar . . .! Tetapi sekiranya aku
diberi kemenangan oleh Allah di salah satu medan pertempuran dengan orang
Quraisy, akan kuperbuat sebagai yang mereka perbuat, terhadap tiga puluh orang
laki-laki di antara mereka … ! “
Maka para shahabat pun
berseru pula:
“Demi Allah, sekiranya pada suatu waktu nanti kita diberi kemengan oleh Allah terhadap mereka, akan kita cincang mayat-mayat mereka seperti yang belum pernah dilakukan oleh seorang Arab pun … ! “
“Demi Allah, sekiranya pada suatu waktu nanti kita diberi kemengan oleh Allah terhadap mereka, akan kita cincang mayat-mayat mereka seperti yang belum pernah dilakukan oleh seorang Arab pun … ! “
Tetapi Allah yang telah memberi kemuliaan kepada Hamzah sebagai seorang syahid, memuliakannya sekali lagi dengan menjadikan gugurnya itu sebagai suatu kesempatan untuk memperoleh pelajaran penting yang akan melindungi keadilan sepanjang masa dan mengharuskan diperhatikannya kasih sayang walau dalam qiahash dan menjatuhkan hukuman.
Demikianlah, belum
lagi selesai Rasulullah saw. mengucapkan ancamannya itu, ia masih berada di
tempat itu dan belum lagi meninggalkannya, turunlah wahyu berupa ayat-ayat
mulia
Serulah ke jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan nasihat yang baik,
dan berdiskusilah dengan mereka dengan cara yang utama! Sesungguhnya Tuhan
kalian lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan la lebih
mengetahui siapa-siapa yang beroleh petunjuk . . . . Jika kalian hendak
membalas, balaslah seperti yang telah dilakukan mereka kepada kalian dan jika
kalian bershabar, maka itu. memang lebih baik bagi orang-orang yang shabar. .
. .
Dan bershabarlah kamu, dan keshabaranmu itu takkan tercapai
kecuali dengan pertolongan Allah; serta jangan kamu berduka-cita atas mereka,
serta janganlah sesak nafas karena tipu dtya yang mereka lakukan ….
Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang taqwa serta
orang-orang yang berbuat baik …. !
(Q.S.16 an-Nahl:125 — 128).
(Q.S.16 an-Nahl:125 — 128).
Maka turunnya
ayat-ayat tersebut di tempat ini, merupakan penghormatan sebaik-baiknya
terhadap Hamzah, yang pahalanya pasti akan diberikan oleh Allah!
Rasulullah saw. amat
sayang kepadanya, dan sebagai telah kita sebutkan dulu, ia bukanlah hanya paman
yang tercinta belaka ….
Tetapi juga saudara
sesusu ….
Dan teman sepermainan …
Serta shahabat sepanjang masa ….
Dan teman sepermainan …
Serta shahabat sepanjang masa ….
Dan di saat-saat
perpiaahan ini, tidak ada penghormatan yang lebih utama yang ditemui Rasulullah
untuk melepas kepergiannya daripada menshalatkannya bersama-sama dengan
seluruh syuhada, seorang demi seorang ….
Demikianlah jasadnya
dibawa ke tempat shalat di medan laga yang telah menyaksikan kepahlawanan dan
menampung darahnya, lalu diahalatkan oleh Rasulullah bersama para shahabat.
Kemudian dibawa lagi ke sana seorang syahid lain dan diahalatkan oleh
Rasulullah. Mayat itu diangkat tetapi Hamzah dibiarkan ditempatnya, lalu
dibawa lagi syahid ketiga dan dibaringkan di dekat Hamzah dan diahalatkan pula oleh
Rasulullah.
Begitulah para syuhada
itu didatangkan, syahid demi syahid sernentara, Rasulullah menshalatkan mereka
seorang demi seorang, hingga bila dihitung ada tujuhpuluh kali banyaknya
Rasulullah menshalatkan Hamzah waktu itu . . . .
Rasulullah pulang ke
rumah meninggalkan medan peperangan. Di jalan didengarnya wanita-wanita Bani
Abdil Asyhal menangisi syuhada mereka. Maka dengan amat santun dan sayang,
sabdanya:
“Tetapi Hamzah, tak ada wanita yang menangisinya …!”
Hal ini kedengaran
oleh Sa’ad bin Mu’adz, dan disangkanya Rasulullah akan senang hatinya bila ada
wanita yang menangisi pamannya, lalu segeralah ia mendatangi wanita-wanita Bani
Asyhal tali dan menyuruh mereka agar menangisi Hamzah pula. Suruhan itu mereka
lakukan, tetapi demi Rasulullah mendengar tangis mereka, ia pergi menemui
mereka sabdanya:
“Bukan ini yang saya maksudkan …
Pulanglah kalian, semoga Allah memberi kalian rahmat, dan tak boleh menangis lagi setelah hari ini ! “
Pulanglah kalian, semoga Allah memberi kalian rahmat, dan tak boleh menangis lagi setelah hari ini ! “
Dan para penyair
shahabat Rasulullah berlomba-lomba menggubah sya’ir untuk meratapi Hamzah dan
mengenangkan jasa-jasanya yang besar. Berkatalah Hasaan bin Tsabit dalam qashidahnya
yang panjang:
“Tinggalkan masa lalu yang penuh berhala
Ikuti jejak Hamzah yang bergelimang dengan pahala Penunggang kuda di medan laga
Bagaikan singa terluka di hutan belantara
Seorang warga Hasyim mencapai yang cemerlang Tampil ke medan laga membela kebenaran
Gugur sebagai syahid di medan pertempuran Di tangan Wahsyi pembunuh bayaran … ! “
Ikuti jejak Hamzah yang bergelimang dengan pahala Penunggang kuda di medan laga
Bagaikan singa terluka di hutan belantara
Seorang warga Hasyim mencapai yang cemerlang Tampil ke medan laga membela kebenaran
Gugur sebagai syahid di medan pertempuran Di tangan Wahsyi pembunuh bayaran … ! “
Dan dengarlah pula
kata Abdullah bin Rawahah:
“Air mata mengalir tak ada hentinya
Walau ratap dan tangia tak ada artinya Bagimu wahai singa Allah kami tafakur
Sambil bertanya Hamzahkah yang gugur? Ujian telah menimpa kami hamba Allah
Begitu pula Muhammad Rasulullah
Dengan kepergianmu benteng musuh berantakan Dengan kepergianmu
tercapailah tujuan”
Walau ratap dan tangia tak ada artinya Bagimu wahai singa Allah kami tafakur
Sambil bertanya Hamzahkah yang gugur? Ujian telah menimpa kami hamba Allah
Begitu pula Muhammad Rasulullah
Dengan kepergianmu benteng musuh berantakan Dengan kepergianmu
tercapailah tujuan”
Dan berkatalah pula
Shafiyah binti Abdul Mutthalib, yaitu bibi Rasulullah saw. dan saudara Hamzah:
“Ilahi Rabbi pemilik ‘arasy telah memanggilnyq datang Ke dalam
surga tempat hidup bersenang senang Memang itulah yang kita tunggu dan selalu
harapkan
Hingga di yaumul mahsyar Hamzah beroleh tempat yang lapang
Demi Allah, selama angin barat berhembus daku takkan lupa Baik di waktu bermukim maupun bepergian ke mana saja
Selalu berkabung dan menangiai Singa Allah Sang Pemuka
Pembela Islam terhadap setiap kafir orang angkara Sementara daku mengucapkan sya’ir, keluargaku sama berdo’a.
Semoga Allah memberimu balasan, wahai saudara, wahai pembela”.
Demi Allah, selama angin barat berhembus daku takkan lupa Baik di waktu bermukim maupun bepergian ke mana saja
Selalu berkabung dan menangiai Singa Allah Sang Pemuka
Pembela Islam terhadap setiap kafir orang angkara Sementara daku mengucapkan sya’ir, keluargaku sama berdo’a.
Semoga Allah memberimu balasan, wahai saudara, wahai pembela”.
Tetapi ratapan terbaik yang menharumkan kenangan terhadap dirinya ialah kata-kata yang diucapkan oleh Rasulullah ketika berdiri di depan jasad Hamzah sewaktu dilihatnya berada di antara syuhada pertempuran itu, sabdanya:
“Melimpahlah atasmu Rahmat ar-Rahim
Akulah saksi bagimu di hadapan al-Hakim
Engkaulah pendekar penyambung silaturrahim
Berbuat kebaikan pembela yang di dhalim ….
Akulah saksi bagimu di hadapan al-Hakim
Engkaulah pendekar penyambung silaturrahim
Berbuat kebaikan pembela yang di dhalim ….
Tak dapat kiranya disangkal, bahwa mushibah yang menimpa Nabi saw. disebabkan gugur pamannya yang utama Hamzah amat besar sekali, hingga sebagai penghibur baginya amat sukarlah dapat ditemukan ….
Tetapi taqdir telah menyediakan bagi Rasulullah sebaik-baik hiburan.
Dalam perjalanan
pulang dari Uhud ke rumahnya, Rasulullah saw. melewati seorang wanita warga
Bani Dinar, yang dalam peperangan itu telah kehilangan bapak, suami dan saudaraya….
Ketika wanita itu
melihat Kaum Muslimin pulang dari medan perang, ia segera mendapatkan mereka dan menanyakan
berita pertempuran. Maka mereka sampaikan bela sungkawa atas gugurnya suami,
bapak dan saudaranya itu ….
Sambil mengeluh,
kiranya wanita itu menanyakan:
“Bagaimana kabarnya Rasulullah …. ?”
“Baik, alhamdulillah beliau dalam keadaan yang anda inginkan”, ujar mereka.
“Bawa beliau ke sini hingga saya dapat melihatnya . . . katanya pula.
“Bagaimana kabarnya Rasulullah …. ?”
“Baik, alhamdulillah beliau dalam keadaan yang anda inginkan”, ujar mereka.
“Bawa beliau ke sini hingga saya dapat melihatnya . . . katanya pula.
Mereka pun tetap
berdiri di samping wanita tersebut, hingga Rasulullah saw. telah dekat kepada
mereka. Maka demi tampak oleh wanita itu, ia pun datang menghampiri Rasulullah,
katanya:
“Apa pun mushibah yang
menimpa asal tidak menimpa diri anda, soalnya enteng belaka......
Memang……………………………………………
Itu adalah suatu hiburan yang terbaik dan paling kekal
Dan mungkin Rasulullah
saw. akan tersenyum menyaksikan periatiwa istimewa dan satu-satunya ini! Karena
dalam dunia pengurbanan, kesetiaan dan kecintaan, peristiwa itu tak ada
bandingannya ….!
Seorang wanita . lemah
dan miskin …. sekaligus telah kehilangan bapak, suami dan saudaranya . . . ,
tetapi sambutannya terhadap perang yang menyampaikan berita yang dapat
menggoncangkau gunung-gunung itu, hanyalah:
“Tetapi bagaimana
kabarnya Rasulullah ……..
Sungguh, suatu peristiwa yang telah diatur corak dan waktunya oleh tangan taqdir secara baik dan tepat, guna disajikan sebagai penghibur alakadarnya bagi Rasulullah …. dalam menghadapi mushibah dengan gugurnya Singa Allah dan panglima para syuhada ….!
Sungguh, suatu peristiwa yang telah diatur corak dan waktunya oleh tangan taqdir secara baik dan tepat, guna disajikan sebagai penghibur alakadarnya bagi Rasulullah …. dalam menghadapi mushibah dengan gugurnya Singa Allah dan panglima para syuhada ….!
Kami semua kepunyaan
Allah
Dan kepadanya kami kembali.
Dan kepadanya kami kembali.
60 Sahabat Nabi: Hamzah bin Abdul Mutthalib, Singa Allah Dan Panglima Syuhada
Reviewed by Himam Miladi
on
April 21, 2014
Rating:
No comments:
Terima kasih sudah meninggalkan komentar di artikel ini