Siapa
yang kenal nama ini, dan siapa pula di antara kita yang pernah mendengarnya
sebelum ini … ?
Berat
dugaan bahwa banyak di antara kita — kalau tidak semua —yang belum pernah
mendengarnya sama sekali. Dan saya yakin bahwa anda sekalian sekarang sama
menunggu dan bertanya-tanya, siapakah kiranya Sa’id bin ‘Amir ini … ?
Tentu!
Saat ini akan anda ketahui juga siapa dia tokoh tersebut …. I
Ia adalah salah seorang shahabat Rasulullah yang utama, walaupun namanya tidak seharum nama mereka yang telah terkenal. Ia adalah salah seorang yang taqwa dan tak hendak menonjolkan diri!
Ia adalah salah seorang shahabat Rasulullah yang utama, walaupun namanya tidak seharum nama mereka yang telah terkenal. Ia adalah salah seorang yang taqwa dan tak hendak menonjolkan diri!
Mungkin
ada baiknya kita kemukakan di sini bahwa ia tak pernah absen dalam semua
perjuangan dan jihad yang dihadapi Rasulullah saw. Tetapi itu telah menjadi
pola dasar kehidupan semua orang Islam. Tidak selayaknya bagi orang yang
beriman akan tinggal berpangku tangan dan tidak hendak turut mengambil bagian
dalam apa juga yang dilakukan Nabi, baik di arena damai maupun dalam kancah
peperangan.
Sa’id
menganut Islam tidak lama sebelum pembebasan Khaibar. Dan semenjak itu ia
memeluk Islam dan bai’at kepada Rasulullah saw. Seluruh kehidupannya, segala
wujud dan cita‑citanya .dibaktikan
kepada keduanya. Maka ketaatan dan kepatuhan, zuhud dan keshalihan, keluhuran
dan ketinggian, pendeknya segala sifat dan tabi’at utama, mendapati manusia
suci dan baik ini sebagai saudara kandung dan teman yang setia … !
Dan
ketika kita berusaha hendak menemui dan menjajagi kebesarannya, hendaklah kita
bersikap hati-hati dan waspada, hingga kita tidak terkecoh menyebabkannya
lenyap atau lepas dari tangan . . . . Karena sewaktu pandangan kita tertumbuk
pada Sa’id dalam kumpulan orang banyak, tidak suatu pun keistimewaan yang akan
memikat dan mengundang perhatian kita. Mata kita akan melihat salah seorang
anggota regu tentara dengan tubuh berdebu dan berambut yang kusut masai, yang
baik pakaian maupun bentuk lahirnya tak sedikit pun bedanya dengan golongan
miskin lainnya dari Kaum Muslimin … !
Seandainya
yang kita jadikan ukuran itu pakaian dan rupa lahir, maka takkan kita jumpai
petunjuk yang akan menyatakan siapa sebenarnya ia.
Kebesaran
tokoh ini lebih mendalam dan berurat akar daripada tersembul di permukaan lahir
yang kemilau. la jauh tersembunyi di sana, di balik kesederhanaan dan
kesahajaannya …. Tahukah anda sekalian akan mutiara yang terpendam di perut
lokan.
Nah, keadaannya boleh ditamsilkan dengan itu ….
Nah, keadaannya boleh ditamsilkan dengan itu ….
Ketika
Amirul Mu’minin Umar bin Khatthab memecat Mu’awiyah dari jabatannya sebagai
kepala daerah di Syria, ia menoleh kiri dan kanan mencari seseorang yang akan
menjadi penggantinya. Dan sistim yang digunakan Umar untuk memilih pegawai dan
pembantunya, merupakan suatu sistim yang mengandung segala kewaspadaan,
ketelitian dan pemikiran yang matang. Sebabnya ialah karena ia menaruh
keyakinan bahwa setiap kesalahan yang dilakukan oleh setiap penguasa di tempat
Yang jauh sekali pun, maka yang akan ditanya oleh Allah swt. ialah dua orang:
pertama Umar . . . , dan kedua baru penguasa Yang melakukan kesalahan itu ….
Oleh
sebab itu syarat-syarat yang dipergunakannya untuk menilai orang dan memilih
para pejabat pemerintahan amat berat dan ketat serta didasarkan atas
pertimbangan tajam dan sempurna, setajam penglihatan dan setembus
pandangannya …. Di Syria ketika itu merupakan wilayah yang modern dan besar,
sementara kehidupan di sana sebelum datangnya Islam mengikuti peradaban yang
silih berganti, di samping ia merupakan pusat perdagangan yang penting dan
tempat yang cocok untuk bersenang-senang . . . , hingga karena itu dan
disebabkan hal itu ia merupakan suatu negeri yang penuh godaan dan rangsangan.
Maka menurut pendapat Umar, tidak ada yang cocok untuk negeri itu kecuali
seorang suci yang tidak dapat diperdayakan syetan manapun . . . , seorang zahid
yang gemar beribadat, yang tunduk dan patuh serta melindungkan diri kepada
Allah ….
Tiba-tiba
Umar berseru, katanya: “Saya telah menemukannya … I Bawa ke sini Sa’id bin
‘Amir … ! “
Tak lama antaranya datanglah Sa’id mendapatkan Amirul Mu’minin yang menawarkan jabatan sebagai wali kota Homs. Tetapi Sa’id menyatakan keberatannya, katanya: “Janganlah saya dihadapkan kepada fitnah, wahai Amirul Mu’minin … ! “
Tak lama antaranya datanglah Sa’id mendapatkan Amirul Mu’minin yang menawarkan jabatan sebagai wali kota Homs. Tetapi Sa’id menyatakan keberatannya, katanya: “Janganlah saya dihadapkan kepada fitnah, wahai Amirul Mu’minin … ! “
Dengan
nada keras Umar menjawab: “Tidak, demi Allah saya tak hendak melepaskan anda!
Apakah tuan-tuan hendak membebankan amanat dan khilafat di atas pundakku lalu
tuan-tuan meninggalkan daku . “
Dalam
sekejap saat, Sa’id dapat diyakinkan. Dan memang kata-kata yang diucapkan Umar
layak untuk mendapatkan hasil yang diharapkan itu.
Sungguh
suatu hal yang tidak adil namanya bila mereka mengalungkan ke lehernya amanat
dan jabatan sebagai khalifah, lalu mereka tinggalkan ia sebatang kara ….
Dan
seandainya seorang seperti Sa’id bin ‘Amir menolak untuk memikul tanggung
jawab hukum, maka siapa lagi yang akan membantu Umar dalam memikul tanggung
jawab yang amat berat itu … ?
Demikianlah akhirnya
Sa’id berangkat ke Homs. Ikut bersamanya isterinya; dan sebetulnya kedua
mereka adalah pengantin baru. Semenjak kecil isterinya adalah seorang wanita
Yang amat cantik berseri-seri. Mereka dibekali Umar secukupnya, Ketika
kedudukan mereka di Homs telah mantap, sang isteri bermaksud menggunakan haknya
sebagai isteri untuk memanfaatkan harta yang telah diberikan Umar sebagai bekal
mereka. Diusulkannya kepada suaminya untuk membeli pakaian yang layak dan
perlengkapan rumah tangga, lalu menyimpan sisanya.
Jawab
Sa’id kepada isterinya: “Maukah kamu saya tunjukkan yang lebih baik dari
rencanamu itu? Kita berada di suatu negeri yang amat pesat perdagangannya dan
laris barang jualannya. Maka lebih baik kita serahkan harta ini kepada
seseorang yang akan mengambilnya sebagai modal dan akan memperkembangkannya …
!
“Bagaimana
jika perdagangannya rugi?” tanya isterinya. “Saya akan sediakan borg atau
jaminan”, ujar Sa’id. “Baiklah kalau begitu” kata isterinya pula. Kemudian
Sa’id pergi ke luar, lalu membeli sebagian keperluan hidup dari jenis yang amat
bersahaja, dan sisanya — yang tentu masih banyak itu — dibagi-bagikannya kepada
faqir miskin dan orang-orang membutuhkan.
Hari-hari
pun berlalu, dan dari waktu ke waktu. isteri Sa’id menanyakan kepada suaminya
soal perdagangan mereka dan bilakah keuntungannya hendak dibagikan. Semua itu
dijawab oleh Sa’id bahwa perdagangan mereka berjalan lancar, sedang keuntungan
bertambah banyak dan kian meningkat.
Pada
suatu hari isterinya memajukan lagi pertanyaan serupa di hadapan seorang
kerabat yang mengetahui duduk perkara yang sebenarnya. Sa’id pun tersenyum lalu
tertawa yang menyebabkan timbulnya keraguan dan kecurigaan sang isteri.
Didesaknyalah suaminya agar menceritakannya secara terus terang. Maka
disampaikannya bahwa harta itu telah disedeqahkannya dari semula.
Wanita
itu pun menangis dan menyesali dirinya karena harta itu tak ada manfaatnya
sedikit pun, karena tidak jadi dibelikan untuk keperluan hidup dirinya, dan
sekarang tak sedikit pun tinggal sisanya ….
Sa’id
memandangi isterinya, sementara air mata penyesalan dan kesedihan telah
menambah kecantikan dan kemolekannya. Dan sebelum pandangan yang penuh godaan
itu dapat mempengaruhi dirinya, Sa’id menujukan penglihatan bathinnya ke surga,
maka tampaklah di sana kawan-kawannya yang telah pergi mendahuluinya, lalu
katanya:
“Saya
mempunyai kawan-kawan yang telah lebih dulu menemui Allah . . . dan saya tak
ingin menyimpang dari jalan mereka, walau ditebus dengan dunia dan segala
isinya
Dan karena is takut akan tergoda oleh kecantikan isterinya itu, maka katanya pula yang seolah-olah dihadapkan kepada dirinya sendiri bersama isterinya:
“Bukankah kamu tahu bahwa di dalam surga itu banyak terdapat gadis-gadis cantik yang bermata jeli, hingga andainya seorang saja di antara mereka menampakkan wajahnya di muka bumi, maka akan terang-benderanglah seluruhnya, dan tentulah cahayanya akan mengalahkan sinar matahari dan bulan …
Maka mengurbankan dirimu demi untuk mendapathan mereka, tentu lebih wajar dan lebih utama daripada mengurbankan mereka demi karena dirimu … ! “
Dan karena is takut akan tergoda oleh kecantikan isterinya itu, maka katanya pula yang seolah-olah dihadapkan kepada dirinya sendiri bersama isterinya:
“Bukankah kamu tahu bahwa di dalam surga itu banyak terdapat gadis-gadis cantik yang bermata jeli, hingga andainya seorang saja di antara mereka menampakkan wajahnya di muka bumi, maka akan terang-benderanglah seluruhnya, dan tentulah cahayanya akan mengalahkan sinar matahari dan bulan …
Maka mengurbankan dirimu demi untuk mendapathan mereka, tentu lebih wajar dan lebih utama daripada mengurbankan mereka demi karena dirimu … ! “
Diakhirinya ucapan itu sebagaimana dimulainya tadi, dalam keadaan tenang dan tenteram, tersenyum simpul dan pasrah … Isterinya diam dan maklum bahwa tak ada yang lebih utama ? dan mengendalikan diri untuk mencontoh sifat zuhud dan ketaqwaannya … !
Dewasa
itu Homs digambarkan sebagai Kufah kedua. Hal disebabkan sering terjadinya
pembangkangan dan pendurhakaan penduduk terhadap para pembesar yang memegang
kuasaan. Dan karena kota Kufah dianggap sebagai pelopor slam soal pembangkangan ini, maka
kota Homs diberi julukan bagai Kufah kedua. Tetapi bagaimanapun gemarnya
orang-orang Homs ini menentang pemimpin-pemimpin mereka sebagai kita sebutkan
itu, namun terhadap hamba yang shalih sebagai Sa’id, hati mereka dibukakan
Allah, hingga mereka cinta dan taat kepadanya.
Pada
suatu hari Umar menyampaikan berita kepada Said: “Orang-orang Syria mencintaimu
. . .!” “Mungkin sebabnya karena saya suka menolong dan membantu mereka”, ujar
Said. Hanya bagaimana juga cintanya warga kota Homs terhadap Said, namun adanya
keluhan dan pengaduan tak dapat dielakkan . . . , sekurang-kurangnya untuk
membuktikan bahwa Homs masih tetap menjadi saingan berat bagi kota Kufah di
Irak … !
Suatu
ketika, tatkala Amirul Mu’minin Umar berkunjung ke Homs, ditanyakannya kepada
penduduk yang sedang berkumpul lengkap: “Bagaimana pendapat kalian
tentang Sa’id . . . ?” Sebagian hadirin tampil ke depan mengadukannya. Tetapi
rupanya pengaduan itu mengandung barkah, karena dengan demikian terungkaplah
dari satu segi kebesaran pribadi tokoh kita ini, kebesaran yang amat
menakjubkan serta mengesankan … !
Dari
kelompok yang mengadukan itu Umar meminta agar mereka mengemukakan titik-titik
kelemahannya satu demi satu. Maka atas nama kelompok tersebut majulah pembicara
yang mengatakan:
“Ada
empat hal yang hendak kami kemukakan:
1.
la baru keluar mendapatkan kami setelah tinggi hari
2. Tak hendak melayani seseorang di waktu malam hari ….
3. Setiap bulan ada dua hari di mana ia tak hendak keluar mendapatkan kami hingga kami tak dapat menemuinya….
4. Dan ada satu lagi yang sebetulnya bukan merupakan kesalahannya tapi mengganggu kami, yaitu bahwa sewaktu-waktu ia jatuh pingsan . . .”.
2. Tak hendak melayani seseorang di waktu malam hari ….
3. Setiap bulan ada dua hari di mana ia tak hendak keluar mendapatkan kami hingga kami tak dapat menemuinya….
4. Dan ada satu lagi yang sebetulnya bukan merupakan kesalahannya tapi mengganggu kami, yaitu bahwa sewaktu-waktu ia jatuh pingsan . . .”.
Umar
tunduk sebentar dan berbisik memohon kepada Allah, katanya: “Ya Allah, hamba
tahu bahwa ia adalah hamba-Mu terbaik, maka hamba harap firasat hamba terhadap
dirinya tidak meleset “.
Lalu
Said dipersilahkan untuk membela dirinya, ia berkata:
“Mengenai tuduhan mereka bahwa saya tak hendak keluar sebelum tinggi hari, maka demi Allah, sebetulnya saya tak hendak menyebutkannya, . . . Keluarga kami tak punya khadam atau pelayan, maka sayalah yang mengaduk tepung dan membiarkannya sampai mengeram, lalu saya membuat roti dan kemudian wudlu untuk shalat dluha. Setelah itu barulah saya keluar mendapatkan mereka … ! “
“Mengenai tuduhan mereka bahwa saya tak hendak keluar sebelum tinggi hari, maka demi Allah, sebetulnya saya tak hendak menyebutkannya, . . . Keluarga kami tak punya khadam atau pelayan, maka sayalah yang mengaduk tepung dan membiarkannya sampai mengeram, lalu saya membuat roti dan kemudian wudlu untuk shalat dluha. Setelah itu barulah saya keluar mendapatkan mereka … ! “
Wajah
Umar berseri-seri, dan katanya: “Alhamdulillah …. dan mengenai yang kedua?”
Maka
Sa’id pun melanjutkan pembicaraannya:
“Adapun tuduhan mereka bahwa saya tak mau melayani mereka di waktu malam . . . , maka demi Allah saya benci menyebutkan sebabnya .. .! Saya telah menyediakan Siang hari bagi mereka, dan malam hari bagi Allah Ta’ala . . . ! sedang ucapan mereka bahwa dua hari setiap bulan di mana saya tidak menemui mereka . . . , maka sebabnya sebagai saya katakan tadi — saya tak punya khadam yang akan mencuci pakaian, sedang pakaianku tidak pula banyak untuk dipergantikan. Jadi terpaksalah saya mencucinya dan menunggu sampai kering, hingga baru dapat keluar di waktu petang … Kemudian tentang keluhan mereka bahwa saya sewaktu-waktu jatuh pingsan . . . sebabnya karena ketika di Mekah dulu saya telah menyaksikan jatuh tersungkurnya Khubaib al-Anshari. Dagingnya dipotong-potong oleh orang Quraisy dan mereka bawa ia dengan tandu sambil mereka menanyakan kepadanya: “Maukah tempatmu ini diisi oleh Muhammad sebagai gantimu, sedang kamu berada dalam keadaan sehat wal ‘afiat .. .? Jawab Khubaib: Demi Allah, saya tak ingin berada dalam lingkungan anak isteriku diliputi oleh keselamatan dan kesenangan dunia, sementara Rasulullah ditimpa bencana, walau oleh hanya tusukan duri sekalipun…
“Adapun tuduhan mereka bahwa saya tak mau melayani mereka di waktu malam . . . , maka demi Allah saya benci menyebutkan sebabnya .. .! Saya telah menyediakan Siang hari bagi mereka, dan malam hari bagi Allah Ta’ala . . . ! sedang ucapan mereka bahwa dua hari setiap bulan di mana saya tidak menemui mereka . . . , maka sebabnya sebagai saya katakan tadi — saya tak punya khadam yang akan mencuci pakaian, sedang pakaianku tidak pula banyak untuk dipergantikan. Jadi terpaksalah saya mencucinya dan menunggu sampai kering, hingga baru dapat keluar di waktu petang … Kemudian tentang keluhan mereka bahwa saya sewaktu-waktu jatuh pingsan . . . sebabnya karena ketika di Mekah dulu saya telah menyaksikan jatuh tersungkurnya Khubaib al-Anshari. Dagingnya dipotong-potong oleh orang Quraisy dan mereka bawa ia dengan tandu sambil mereka menanyakan kepadanya: “Maukah tempatmu ini diisi oleh Muhammad sebagai gantimu, sedang kamu berada dalam keadaan sehat wal ‘afiat .. .? Jawab Khubaib: Demi Allah, saya tak ingin berada dalam lingkungan anak isteriku diliputi oleh keselamatan dan kesenangan dunia, sementara Rasulullah ditimpa bencana, walau oleh hanya tusukan duri sekalipun…
Maka
setiap terkenang akan peristiwa yang saya saksikan itu, dan ketika itu saya
masih dalam keadaan musyrik, lalu teringat bahwa saya berpangku tangan dan tak
hendak mengulurkan pertolongan kepada Khubaib, tubuh saya pun gemetar karena
takut akan siksa Allah, hingga ditimpa penyakit yang mereka katakan itu . . .
“.
Sampai di sana berakhirlah kata-kata Sa’id, ia membiarkan kedua bibirnya basah oleh air mata yang suci, mengalir dari jiwanya yang shalih ….
Mendengar
itu Umar tak dapat lagi menahan diri dan rasa harunya, maka berseru karena amat
gembira: “Alhamdulillah, karena dengan taufiq-Nya firasatku tidak meleset
adanya . . .!” Lalu dirangkul dan dipeluknya Sa’id, serta diciumlah keningnya
yang mulia dan bersinar cahaya… .
Nah,
petunjuk macam apakah yang telah diperoleh makhluq seperti ini . . . ?
Guru dari kaliber manakah Rasulullah saw. itu … ?
Dan sinar tembus seperti apakah Kitabullah itu ……..
Corak sekolah yang telah memberikan bimbingan dan meniupkan inspirasi manakah Agama Islam ini?
Tetapi mungkinkah bumi dapat memikul di atas punggungnya jumlah yang cukup banyak dari tokoh-tokoh berkwalitas demikian?
Guru dari kaliber manakah Rasulullah saw. itu … ?
Dan sinar tembus seperti apakah Kitabullah itu ……..
Corak sekolah yang telah memberikan bimbingan dan meniupkan inspirasi manakah Agama Islam ini?
Tetapi mungkinkah bumi dapat memikul di atas punggungnya jumlah yang cukup banyak dari tokoh-tokoh berkwalitas demikian?
Sekiranya
mungkin, tentulah ia tidak disebut bumi atau dunia lagi …. lebih tepat bila
dikatakan Surga Firdausi …. Sungguh, ia telah menjadi Firdaus yang telah
dijanjikan Allah! Dan karena Firdaus itu belum tiba waktunya, maka orang-orang
yang lewat di muka bumi dan tampil di arena kehidupan dari tingkat tinggi dan
mulia seperti ini amat sedikit dan jarang adanya . . . Dan Sa’id bin ‘Amir adalah
salah seorang di antara mereka ….
Uang
tunjangan dan gaji yang diperolehnya banyak sekali, sesuai dengan kerja dan
jabatannya, tetapi yang diambilnya hanyalah sekedar keperluan diri dan
isterinya, sedang selebihnya dibagi-bagikan kepada rumah-rumah dan keluarga-keluarga
lain yang membutuhkannya.
Suatu
ketika ada yang menasihatkan kepadanya: Berikanlah kelebihan harta ini untuk
melapangkan keluarga dan famili isteri anda! Maka ujarnya: “Kenapa keluarga dan
ipar besanku saja yang harus lebih kuperhatikan . ., .? Demi Allah, tidak! Saya
tak hendak menjual keridlaan Allah dengan kaum kerabatku ...!”
Memang
telah lama dianjurkan orang kepadanya: “Janganlah ditahan-tahan nafqah untuk
diri pribadi dan keluarga anda, dan ambillah kesempatan untuk meni’mati hidup!”
Tetapi
jawaban yang keluar hanyalah kata-kata yang senantiasa diulang-ulangnya: “Saya
tak hendak ketinggalan dari rombongan pertama, yakni setelah saya dengar
Rasulullah saw. bersabda:
“Allah
‘Azza wa Jalla akan menghimpun manusia untuk dihadapkan he pengadilan. Maka
.datanglah orang-orang miskin yang beriman, berdesak-desakkan maju he depan tak
ubahnya bagai kawanan burung merpati. Lalu ada yang berseru kepada mereka:
Berhentilah kalian untuk menghadapi perhitungan! Ujar mereka: Kami tak punya
spa-spa untuk dihisab. Maka Allah pun berfirman: Benarlah hamba-hamba-Ku itu .
. . ! Lalu masuklah mereka he dalam surga sebelum orang-orang lain masuk...."
Dan pada tahun 20 Hijriyah dengan lembaran yang paling bersih, dengan hati yang paling suci dan dengan kehidupan yang paling cemerlang., Sa’id bin ‘Amir pun menemui Allah ….
Telah
lama sekali rindunya terpendam untuk menyusul rombongan perintis, yang hidupnya
telah dinadzarkannya untuk memelihara janji dan mengikuti langkah mereka ….
Sungguh, rindunya telah tiada terkira untuk dapat menjumpai Rasul yang menjadi gurunya, serta teman sejawatnya yang shalih dan suci ….!
Sungguh, rindunya telah tiada terkira untuk dapat menjumpai Rasul yang menjadi gurunya, serta teman sejawatnya yang shalih dan suci ….!
Maka
sekarang la akan menemui mereka dengan hati tenang, jiwa yang tenteram dan
beban yang ringan ….
Yang tak ada beserta atau di belakangnya beban dunia atau harta benda yang akan memberati punggung atau menekan bahunya ….
Yang tak ada beserta atau di belakangnya beban dunia atau harta benda yang akan memberati punggung atau menekan bahunya ….
Tak ada
yang dibawanya kecuali zuhud, keshalihan dan ketagwaannya serta kebenaran jiwa
dan budi baiknya …. Semua itu adalah keutamaan yang akan memberatkan daun
timbangan, dan sekali-kali takkan memberatkan beban pikulan … !
Keistimewaan
tersebut dipergunakan oleh pemiliknya untuk menggoncang dunia, dan dijadikan
pegangan yang kokoh sehingga tak tergoyahkan oleh tipu daya dunia … !
Selamat
bahagia bagi Sa’id bin ‘.,4mir … !
Selamat baginya, baik selagi hidup maupun setelah wafatnya…!
Selamat, sekah lagi selamat, terhadap riwayat dan kenang-kenangannya.
Serta selamat bahagia pula bagi Para shahabat Rasulullah yakni orang-orang mulia dan gemar beramal serta rajin beribadat … !
Selamat baginya, baik selagi hidup maupun setelah wafatnya…!
Selamat, sekah lagi selamat, terhadap riwayat dan kenang-kenangannya.
Serta selamat bahagia pula bagi Para shahabat Rasulullah yakni orang-orang mulia dan gemar beramal serta rajin beribadat … !
60 Sahabat Nabi: Sa'id bin 'Amir, Pemilik Kebesaran Di Balik Kesederhanaan
Reviewed by Himam Miladi
on
April 20, 2014
Rating:
No comments:
Terima kasih sudah meninggalkan komentar di artikel ini