Memang benar, bahwa kepintaran manusia itu mempunyai akibat yang
merugikan dirinya sendiri. Dan orang-orang yang mempunyai bakat-bakat istimewa,
banyak yang harus membayar mahal, justru pada waktu ia patut menerima ganjaran
dan penghargaan ….
Shahabat mulia Abu Hurairah termasuk salah seorang dari mereka .
.. . Sungguh dia mempunyai bakat luar biasa dalam kemampuan dan kekuatan
ingatan … Abu Hurairah r.a. mempunyai kelebihan dalam seni menangkap apa yang
didengarnya, sedang ingatannya mempunyai keistimewaan dalam seni menghafal dan
menyimpan . . . . Didengarnya, ditampungnya lalu terpatri dalam ingatannya
hingga dihafalkannya, hampir tak pernah ia melupakan satu kata atau satu huruf
pun dari apa yang telah didengarnya, sekalipun usia sertambah dan masa pun telah
berganti-ganti. Oleh karena itulah, ia telah mewakafkan hidupnya untuk lebih
banyak mendampingi Rasulullah sehingga termasuk yang terbanyak menerima dan
menghafal Hadits, serta meriwayatkannya.
Sewaktu datang masa pemalsu-pemalsu hadits yang dengan sengaja
membikin hadits-hadits bohong dan palsu, seolah-olah berasal dari Rasulullah
saw. mereka memperalat nama Abu Hurairah dan menyalahgunakan ketenarannya dalam
meriwayatkan Hadits dari Nabi saw., hingga sering mereka mengeluarkan sebuah
“hadits”, dengan menggunakan kata-kata: “Berkata Abu Hurairah . . . “.
Dengan perbuatan ini hampir-hampir mereka menyebabkan ketenaran
Abu Hurairah dan kedudukannya selaku penyampai Hadits dari Nabi saw. menjadi
lamunan keragu-raguan dan tanda tanya, kalaulah tidak ada usaha dengan susah
payah dan ketekunan yang luar biasa, serta banyak waktu yang telah dihabiskan
oleh tokoh-tokoh utama para ulama Hadits yang telah membaktikan hidup mereka
untuk berhidmat kepada Hadits Nabi dan menyingkirkan setiap tambahan yang
dimasukkan ke dalamnya.
Di sana Abu Hurairah berhasil lolos dari jaringan kepalsuan dan
penambahan-penambahan yang sengaja hendak diselundupkan oleh kaum perusak ke
dalam Islam, dengan mengkambing hitamkan Abu Hurairah dan membebankan dosa dan
kejahatan mereka kepadanya ….
Setiap anda mendengar muballigh atau penceramah atau khatib
Jum’at mengatakan kalimat yang mengesankan “dari Abu Hurairah r.a. berkata ia,
telah bersabda Rasulullah saw......
Saya katakan ketika anda mendengar nama ini dalam rangkaian kata
tersebut, dan ketika anda banyak menjumpainya, yah … banyak sekali dalam
kitab-kitab Hadits, sirah, fikih serta kitab-kitab Agama pada umumnya, maka
ketahuilah bahwa anda sedang menemui suatu pribadi antara sekian banyak pribadi
yang paling gemar bergaul dengan Rasulullah dan mendengarkan sabdanya …. Karena
itulah perbendaharaannya
yang mena’jubkan dalam hal Hadits dan pengarahan-pengarahan penuh hikmat yang
dihafalkannya dari Nabi saw. jarang diperoleh bandingannya . . . . Dan dengan
bakat pemberian Tuhan yang dipunyainya beserta perbendaharaan Hadits tersebut,
Abu Hurairah merupakan salah seorang paling mampu membawa anda ke hari-hari
masa kehidupan Rasulullah saw. Beserta para shahabatnya r.a. dan membawa anda
berkeliling, asal anda beriman teguh dan berjiwa siaga, mengitari pelosok dan
berbagai ufuk yang membuktikan kehebatan Muhammad saw. beserta
shahabat-shahabatnya itu dan memberikan makna kepada kehidupan ini dan
memimpinnya ke arah kesadaran dan pikiran sehat. Dan bila garis-garis yang anda
hadapi ini telah menggerakkan kerinduan anda untuk mengetahui lebih dalam
tentang Abu Hurairah dan mendengarkan beritanya, maka silakan anda memenuhi
keinginan anda tersebut . . . .
Ia adalah salah seorang yang menerima pantulan revolusi Islam,
dengan segala perubahan mengagumkan yang diciptakannya. Dari orang upahan
menjadi induk semang atau majikan . . . . Dari seorang yang terlunta-lunta di
tengah-tengah lautan manusia, menjadi imam dan ikutan. Dan dari seorang yang
sujud di hadapan batu-batu yang disusun menjadi orang yang beriman kepada Allah
yang Maha Esa lagi Maha Perkasa . . . . Inilah dia sekarang bercerita dan
berkata:
“Aku dibesarkan dalam keadaan yatim, dan pergi hijrah dalam
keadaan miskin . . . . Aku menerima upah sebagai pembantu pada Busrah binti
Ghazwan demi untuk mengisi perutku…! Akulah yang melayani keluarga itu bila
mereka sedang menetap dan menuntun binatang tunggangannya bila sedang bepergian
. . . . Sekarang inilah aku, Allah telah menikahkanku dengan putri Busrah, maka
segala puji bagi Allah yang telah menjadikan Agama ini tiang penegak, dan
menjadikan Abu Hurairah ikutan ummat"…
Ia datang kepada Nabi saw. di tahun yang ke tujuh Hijrah sewaktu
beliau berada di Khaibar; ia memeluk Islam karena dorongan kecintaan dan
kerinduan . . . . Dan semenjak ia bertemu dengan Nabi saw. dan berbaiat
kepadanya, hampir-hampir ia tidak berpisah lagi daripadanya kecuali pada
saat-saat waktu tidur . . . . Begitulah berjalan selama masa empat tahun yang
dilaluinya bersama Rasulullah saw. Yakni sejak ia masuk Islam sampai wafatnya
Nabi, pergi ke sisi Yang Maha Tinggi. Kita katakan: “Waktu yang empat tahun itu
tak ubahnya bagai suatu usia manusia yang panjang lebar, penuh dengan segala
yang baik, dari perkataan, sampai kepada perbuatan dan pendengaran.
Dengan fitrahnya yang kuat, Abu Hurairah mendapat kesempatan
yang besar yang memungkinkannya untuk memainkan peranan penting dalam berbakti
kepada Agama Allah.
Pahlawan perang di kalangan shahabat, banyak ….
Ahli fiqih, juru da’wah dan para guru juga tidak sedikit ….
Tetapi lingkungan dan masyarakat memerlukan tulisan dan penulis.
Di masa itu golongan manusia pada umumnya, jadi bukan hanya terbatas pada
bangsa Arab saja, tidak mementingkan tulis-menulis. Dan tulis-menulis itu
belum lagi merupakan bukti kemajuan di masyarakat manapun.
Bahkan Eropah sendiri juga demikian keadaannya sejak kurun waktu
yang belum lama ini. Kebanyakan dari raja-rajanya, tidak terkecuali Charlemagne
sebagai tokoh utamanya, adalah orang-orang yang buta huruf tak tahu tulis baca,
padahal menurut ukuran masa itu, mereka memiliki kecerdasan dan kemampuan
besar ….
Kembali kita pada pembicaraan semula untuk melihat Abu Hurairah,
bagaimana ia dengan fitrahnya dapat menyelami kebutuhan masyarakat baru yang
dibangun oleh Islam, yaitu kebutuhan akan orang-orang yang dapat melihat dan
memelihara peninggalan dan ajaran-ajarannya. Pada waktu itu memang ada para
shahabat yang mampu menulis, tetapi jumlah mereka sedikit sekali, apalagi
sebagiannya tak mempunyai kesempatan untuk mencatat Hadits-hadits yang diucapkan
oleh Rasul.
Sebenarnya Abu Hurairah bukanlah seorang penulis, ia hanya
seorang ahli hafal yang mahir, di samping memiliki kesempatan atau mampu
mengadakan kesempatan yang diperlukan itu, karena ia tak punya tanah yang akan
digarap, dan tidak pula perniagaan yang akan diurus… .
Ia pun menyadari bahwa dirinya termasuk orang yang masuk Islam
belakangan, maka ia bertekad untuk mengejar ketinggalannya, dengan cara
mengikuti Rasul terus-menerus dan secara tetap menyertai majlisnya . . ..
Kemudian disadarinya pula adanya bakat pemberian Allah ini pada dirinya, berupa
daya ingatannya yang luas dan kuat, Serta semakin sertambah kuat, tajam dan
luas lagi dengan do’a Rasul saw., agar pemilik bakat ini diberi Allah berkat.
Ia menyiapkan dirinya dan menggunakan bakat dan kemampuan
karunia Ilahi untuk memikul tanggung jawab dan memelihara peninggalan yang
sangat penting ini dan mewariskannya kepada generasi kemudian ….
Abu Hurairah bukan tergolong dalam barisan penulis, tetapi
sebagaimana telah kita utarakan, ia adalah seorang yang terampil menghafal lagi
kuat ingatan . . . . Karena ia tak punya tanah yang akan ditanami atau
perniagaan yang akan menyibukkannya, ia tidak berpisah dengan Rasul, baik dalam
perjalanan maupun di kala menetap ….
Begitulah ia mempermahir dirinya dan ketajaman daya ingatnya
untuk menghafal Hadits-hadits Rasulullah saw. dan pengarahannya. Sewaktu Rasul
telah pulang ke Rafikul ‘Ala (wafat), Abu Hurairah terus-menerus menyampaikan
Hadits-hadits, yang menyebabkan sebagian shahabatnya merasa heran sambil
bertanya-tanya di dalam hati, dari mana datangnya Hadits-hadits ini, kapan
didengarnya dan diendapkannya dalam ingatannya ….
Abu Hurairah telah memberikan penjelasan untuk menghilangkan
kecurigaan ini, dan menghapus keragu-raguan yang menulari para shahabatnya,
maka katanya: “Tuan-tuan telah mengatakan bahwa Abu Hurairah banyak sekali
mengeluarkan Hadits dari Nabi saw. . . . Dan tuan-tuan katakan pula orang-orang
Muhajirin yang lebih dahulu daripadanya masuk Islam, tak ada menceritakan
Hadits-hadits itu … ? Ketahuilah, bahwa shahabat-shahabatku orang-orang
Muhajirin itu, sibuk dengan perdagangan mereka di pasar-pasar, sedang
shahabat-shahabatku orang-orang Anshar sibuk dengan tanah pertanian mereka ….
Sedang aku adalah seorang miskin, yang paling banyak menyertai majlis
Rasulullah, maka aku hadir sewaktu yang lain absen .. dan aku selalu ingat
seandainya mereka lupa karena kesibukan ….
Dan Nabi saw. pernah berbicara kepada kami di suatu hari, kata
beliau:
“Siapa yang membentangkan serbannya hingga selesai
pembicaraanku, kemudian ia meraihnya ke dirinya, maka ia takkan terlupa akan
suatu pun dari apa yang telah didengarnya daripadaku … ! “
Maka kuhamparkan kainku, lalu beliau berbicara kepadaku,
kemudian kuraih kain itu ke diriku, dan demi Allah, tak ada suatu pun yang
terlupa bagiku dari apa yang telah kudengar daripadanya . . . ! Demi Allah,
kalau tidaklah karena adanya ayat di dalam Kitabullah niscaya tidak akan
kukabarkan kepada kalian sedikit jua pun! Ayat itu ialah:
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa-apa yang telah
Kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk, sesudah Kami nyatakan
kepada manusia di
dalam Kitab mereka itulah yang dikutuk oleh Allah dan dikutuk oleh para
pengutuk (Malatkat-malatkat) . . . !”
Demikianlah Abu Hurairah menjelaskan rahasia kenapa hanya ia
seorang diri yang banyak mengeluarkan riwayat dari Rasulullah saw.
Yang pertama: karena ia melowongkan waktu untuk menyertai
Nabi lebih banyak dari para shahabat lainnya.
Kedua, karena ia memiliki daya ingatan yang kuat, yang
telah-diberi berkat oleh Rasul, hingga ia jadi semakin kuat ….
Ketiga, ia menceritakannya bukan karena ia gemar bercerita,
tetapi karena keyakinan bahwa menyebarluaskan Hadits-hadits ini, merupakan
tanggung jawabnya terhadap Agama dan hidupnya. Kalau tidak dilakukannya
berarti ia menyembunyikan kebaikan dan haq, dan termasuk orang yang lalat yang
sudah tentu akan menerima hukuman kelalatannya. … !
Oleh sebab itulah ia harus memberitakan, tak suatu pun
yang menghalanginya dan tak seorang pun boleh melarangnya . . . hingga pada
suatu hari Amirul Mu’minin Umar berkata kepadanya: “Hendaklah kamu hentikan
menyampaikan berita dari Rasulullah! Bila tidak, maka akan kukembalikan kau ke
tanah Daus … !” (yaitu tanah kaum dan keluarganya).
Tetapi larangan ini tidaklah mengandung suatu tuduhan bagi Abu
Hurairah, hanyalah sebagai pengukuhan dari suatu pandangan yang dianut oleh
Umar, yaitu agar orang-orang Islam dalam jangka waktu tersebut, tidak membaca
dan menghafalkan yang lain, kecuali al-Quran sampai ia melekat dan mantap dalam
hati sanubari dan pikiran ….
Al-Quran adalah Kitab suci Islam, Undang-undang Dasar dan kamus
lengkapnya, dan terlalu banyaknya cerita tentang Rasulullah saw. teristimewa
lagi pada tahun-tahun menyusul wafatnya saw., saat sedang dihimpunnya al-Quran,
dapat menyebabkan kesimpangsiuran dan campur-baur yang tak berguna dan tak
perlu terjadi . . . !
Oleh karena ini Umar berpesan: “Sibukkanlah dirimu dengan
al-Quran karena dia adalah kalam Allah . . . “. Dan katanya lagi: “Kurangilah
olehmu meriwayatkan perihal Rasulullah kecuali yang mengenai amal
perbuatannya!”
Dan sewaktu beliau mengutus Abu Musa al-Asy’ari ke Irak ia
berpesan kepadanya: “Sesungguhnya anda akan mendatangi suatu kaum yang
dalam mesjid mereka terdengar bacaan al Quran seperti suara lebah, maka
biarkanlah seperti itu, dan jangan anda bimbangkan mereka dengan Hadits-hadits,
dan aku menjadi pendukung anda dalam hal ini …….
Al-Quran sudah dihimpun dengan jalan yang sangat cermat, hingga
terjamin keasliannya tanpa dapat dirembesi oleh hal-hal lainnya …. Adapun
Hadits, maka Umar tidak dapat menjamin bebasnya dari pemalsuan atau perubahahan
atau diambilnya sebagai alat untuk mengada-ada terhadap Rasulullah saw. dan
merugikan Agama Islam.. ..
Abu Hurairah menghargai pandangan Umar, tetapi ia juga percaya
terhadap dirinya dan teguh memenuhi amanat, hingga ia tak hendak menyembunyikan
suatu pun dari Hadits dan ilmu
selama diyakininya bahwa menyembunyikannya adalah dosa dan
kejahatan.
Demikianlah, setiap ada kesempatan untuk menumpahkan isi dadanya
berupa Hadits yang pernah didengar dan ditangkapnya tetap saja disampaikan dan
dikatakannya ….
Hanya terdapat pula suatu hal yang merisaukan, yang menimbulkan
kesulitan bagi Abu Hurairah ini, karena seringnya ia bercerita dan banyaknya
Haditsnya yaitu adanya tukang Hadits yang lain yang menyebarkan hadits-hadits
dari Rasul saw. Dengan menambah-nambah dan melebih-lebihkan hingga para.
shahabat tidak merasa puas terhadap
sebagian besar dari Hadits-haditsnya. Orang itu namanya Ka’ab al-Ahbaar,
seorang Yahudi yang masuk Islam.
Pada suatu hari Marwan bin Hakam bermaksud menguji kemampuan
menghafal dari Abu Hurairah. Maka dipanggilnya ia dan dibawanya duduk
bersamanya, lalu dimintanya untuk mengabarkan hadits-hadits dari Rasulullah
saw. Sementara itu disuruhnya penulisnya menuliskan apa yang diceritakan Abu
Hurairah dari balik dinding. Sesudah berlalu satu tahun, dipanggilnya Abu
Hurairah kembali, dan dimintanya membacakan lagi hadits-hadits yang dulu itu yang telah ditulis oleh sekretarisnya. Ternyata tak ada yang terlupa oleh Abu
Hurairah walau agak sepatah kata pun … !
Ia berkata tentang dirinya: — “Tak ada seorang pun dari
shabat-shahabat Rasul yang lebih banyak menghafal Hadits dari pada aku, kecuali
Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, karena ia pandai menuliskannya sedang aku tidak . .
. “. Dan Imam Syafi’I mengemukakan pula pendapatnya tentang Abu Hurairah: — “Ia
seorang yang paling banyak hafal di antara seluruh perawi Hadits semasanya”.
Sementara Imam Bukhari menyatatakan pula: —Ada
kira-kira delapan ratus orang atau lebih dari shahabat tabi’in dan ahli ilmu
yang meriwayatkan Hadits dari Abu Hurairah”.
Demikianlah Abu Hurairah tak ubah bagai suatu perpustakaan besar
yang telah ditaqdirkan kelestarian dan keabadiannya ….
Abu Hurairah termasuk seorang ahli ibadat yang mendekatkan diri
kepada Allah, selalu melakukan ibadat bersama isterinya dan anak-anaknya
semalam-malaman secara bergiliran; mula- mula ia berjaga sambil shalat
sepertiga malam kemudian dilanjutkan oleh isterinya sepertiga malam dan
sepertiganya lagi dimanfaatkan oleh puterinya Dengan demikian, tak ada satu
saat pun yang berlalu setiap malam di rumah Abu Hurairah, melainkan berlangsung
di sana ibadat, dzikir dan shalat!
Karena keinginannya memusatkan perhatian untuk menyertai Rasul
saw. ia pernah menderita kepedihan lapar yang jarang diderita orang lain. Dan
pernah ia menceritakan kepada kita bagaimana rasa lapar telah menggigit-gigit
perutnya, maka diikatkannya batu dengan surbannya ke perutnya itu dan ditekannya
ulu hatinya dengan kedua tangannya, lalu terjatuhlah ia di mesjid sambil
menggeliat-geliat kesakitan hingga sebagian shahabat menyangkanya ayan, padahal
sama sekali bukan … !
Semenjak ia menganut Islam tak ada yang memberatkan dan menekan
perasaan Abu Hurairah dari berbagai persoalan hidupnya ini, kecuali satu
masalah yang hampir menyebabkannya tak dapat memejamkan mata. Masalah itu ialah
mengenai ibunya, karena waktu itu ia menolak untuk masuk Islam . . . . Bukan
hanya sampai di sana saja, bahkan ia menyakitkan perasaannya dengan
menjelek-jelekkan Rasulullah di depannya ….
Pada suatu hari ibunya itu kembali mengeluarkan kata-kata yang
menyakitkan hati Abu Hurairah tentang Rasulullah saw., hingga ia tak dapat
menahan tangisnya dikarenakan sedihnya, lalu ia pergi ke mesjid Rasul . .. .
Marilah kita dengarkan ia menceritakan lanjutan berita kejadian itu sebagai
berikut:
Sambil menangis aku datang kepada Rasulullah, lalu kataku: —
“Ya Rasulallah, aku telah meminta ibuku masuk Islam. Ajakanku itu ditolaknya,
dan hari ini aku pun baru saja memintanya masuk Islam. Sebagai jawaban ia
malah mengeluarkan kata-kata yang tak kusukai terhadap diri anda. Karenanya
mohon anda doakan kepada Allah kiranya ibuku itu ditunjuki-Nya kepada Islam …
Maka Rasulullah saw. berdoa: “Ya Allah tunjukilah ibu Abu Hurairah!”
Aku pun berlari mendapatkan ibuku untuk menyampaikan kabar
gembira tentang doa Rasulullah itu. Sewaktu sampai di muka pintu, kudapati
pintu itu terkunci. Dari luar kedengaran bunyi gemercik air, dan suara ibu
memanggilku: “Hai Abu Hurairah, tunggulah di tempatmu itu . . . !”
Di waktu ibu keluar ia memakai baju kurungnya, dan membalutkan
selendangnya sambil mengucapkan: “Asyhadu alla ilaha illallah, wa
asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa Rasuluh . . . “
Aku pun segera berlari menemui Rasulullah saw. sambil menangis
karena gembira, sebagaimana dahulu aku menangis karena berduka, dan kataku
padanya: “Kusampaikan kabar suka ya Rasulallah, bahwa Allah telah mengabulkan
doa anda . . . , Allah telah menunjuki ibuku ke dalam Islam … “. Kemudian
kataku pula: “Ya Rasulallah, mohon anda doakan kepada Allah, agar aku dan ibuku
dikasihi oleh orang-orang Mu’min, baik laki-laki maupun perempuan!” Maka Rasul
berdoa: “Ya Allah, mohon engkau jadikan hamba-Mu ini beserta
ibunya dikasihi oleh sekalian orang-orang Mu’min, laki-laki dan perempuan … !”
Abu Hurairah hidup sebagai seorang ahli ibadah dan seorang
mujahid . .. tak pernah ia ketinggalan dalam perang, dan tidak pula dari
ibadat. Di zaman Umar bin Khatthab ia diangkat sebagai amir untuk daerah Bahrain,
sedang Umar sebagaimana kita ketahui adalah seorang yang sangat keras dan
teliti terhadap pejabat-pejabat yang diangkatnya. Apabila ia mengangkat seseorang
sedang ia mempunyai dua pasang pakaian maka sewaktu meninggalkan jabatannya
nanti haruslah orang itu hanya mempunyai dua pasang pakaian juga … malah lebih
utama kalau ia hanya memiliki satu pasang saja! Apabila waktu meninggalkan
jabatan itu terdapat tanda-tanda kekayaan, maka ia takkan luput dari interogasi
Umar, sekalipun kekayaan itu berasal dari jalan halal yang dibolehkan syara’!
Suatu dunia lain . . yang diisi oleh Umar dengan hal-hal luar biasa dan
mengagumkan … !
Rupanya sewaktu Abu Hurairah memangku jabatan sebagai kepala
daerah Bahrain ia telah menyimpan harta yang berasal dari sumber yang halal.
Hal ini diketahui oleh Umar, maka ia pun dipanggilnya datang ke Madinah .
. . Dan mari kita dengarkan Abu Hurairah memaparkan soal jawab ketus yang berlangsung
antaranya dengan Amirul Mu’minin Umar; Kata Umar: “Hai musuh Allah dan
musuh kitab-Nya, apa engkau telah mencuri harta Allah?” Jawabku: “Aku bukan
musuh Allah dan tidak pula musuh Kitab-Nya …hanya aku menjadi musuh orang yang
memusuhi keduanya dan aku bukanlah orang yang mencuri harta Allah . . . !”
Dari mana kau peroleh sepuluh ribu itu? Kuda kepunyaanku
beranak-pinak dan pemberian orang berdatangan . Kembalikan harta
itu ke perbendaharaan negara (baitul maal) … !
Abu Hurairah menyerahkan hartanya itu kepada Umar, kemudian ia
mengangkat tangannya ke arah langit sambil berdoa: “Ya Allah, ampunilah Amirul
Mu’minin …….
Tak selang beberapa lamanya. Umar memanggil Abu Hurairah
kembali dan menawarkan jabatan kepadanya di wilayah baru. Tapi ditolaknya dan
dimintanya maaf karena tak dapat menerimanya. Kata Umar kepadanya: — “Kenapa,
apa sebabnya?” Jawab Abu Hurairah: “Agar kehormatanku tidak sampai tercela,
hartaku tidak dirampas, punggungku tidak dipukul … !” Kemudian katanya lagi:
“Dan aku takut menghukum tanpa ilmu dan bicara tanpa belas kasih … !”
Pada suatu hari sangatlah rindu Abu Hurairah hendak bertemu
dengan Allah …. Selagi orang-orang yang mengunjunginya mendoakannya cepat
sembuh dari sakitnya, ia sendiri berulang-ulang memohon kepada Allah dengan
berkata: “Ya Allah, sesungguhnya aku telah sangat rindu hendak bertemu dengan-Mu,
Semoga Engkau pun demikian . . . !” Dalam usia 78 tahun, tahun yang ke-59
Hijriyah ia pun berpulang ke rahmatullah. Di sekeliling orang-orang shaleh
penghuni pandam pekuburan Baqi’, di tempat yang beroleh berkah, di sanalah
jasadnya dibaringkan . . . ! Dan sementara orang-orang yang mengiringkan
jenazahnya kembali dari pekuburan, mulut dan lidah mereka tiada henti-hantinya
membaca Hadits yang disampaikan Abu Hurairah kepada mereka dari Rasul yang
mulia ….
Salah seorang di antara mereka yang baru masuk Islam sertanya
kepada temannya: “Kenapa syekh kita yang telah berpulang ini diberi gelar Abu
Hurairah (bapak kucing)? Tentu temannya yang telah mengetahui akan menjawabnya:
“Di waktu jahiliyah namanya dulu Abdu Syamsi, dan tatkala ia memeluk Islam, ia diberi
nama oleh Rasul dengan Abdurrahman. Ia sangat penyayang kepada binatang dan
mempunyai seekor kucing, yang selalu diberinya makan, digendongnya,
dibersihkannya dan diberinya tempat. Kucing itu selalu menyertainya seolah-olah
bayang-bayangnya. Inilah sebabnya ia diberi gelar “Bapak kucing”, moga-moga
Allah ridla kepadanya dan menjadikannya ridla kepada Allah … !
60 Sahabat Nabi: Abu Hurairah, Otaknya Menjadi Gudang Perbendaharaan Pada Masa Wahyu
Reviewed by Himam Miladi
on
May 22, 2014
Rating:
No comments:
Terima kasih sudah meninggalkan komentar di artikel ini