Khalid bin Sa’id bin ‘Ash dilahirkan dari suatu keluarga kaya
dan mewah, tergolong kepala-kepala suku dari seorang warga Quraisy yang
terkemuka dan memegang pimpinan. Dan jika hendak ditambahkan lagi sebutlah:
“Bin Umaiyah bin Abdi Syamsi bin Abdi Manaf … !”
Ketika berkas cahaya mulai merayap di pelosok-pelosok kota Mekah
secara diam-diam, membisikkan bahwa Muhammad “orang
terpercaya” itu memberitakan soal wahyu yang datang kepadanya di gua Hira’,
begitu pun soal Risalah yang diterimanya dari Allah untuk disampaikan kepada
hamba-hambanya, maka hati nurani Khalid dapat menangkap bisikan-bisikan tersebut
dan mengakui kebenarannya . . . !
Jiwanya rasa terbang kegembiraan, seolah-olah di antaranya
dengan Risalah itu sudah ada janji dari pertama …. Dan mulailah ia mengikuti
berkas cahaya itu dalam segala liku-likunya. Dan setiap kali ia mendengarkan
kelompok kaumnya mempercakapkan Agama baru itu, ia pun duduk dekat mereka,
mendengarkannya dengan baik disertai perasaan suka cita yang dipendam. Dari
waktu ke waktu ia seolah-olah dipompa dengan kata-kata atau kalimat-kalimat
mengenai peristiwa itu, yang mendorongnya untuk menyebarkan beritanya, untuk
mempengaruhi orang dan mengajari mereka … !
Orang-orang yang memandang Khalid waktu itu, melihatnya sebagai seorang pemuda yang
bersikap tenang, pendiam tak banyak bicara, tapi yang sebenarnya pada bathinnya
dan dalam lubuk hatinya
bergelora dengan hebatnya gerakan dan kegembiraan. Di dalamnya menggelegar
bunyi gendang yang di tabuh, kepakan
bendera yang dinaikkan, bahana sangkakala yang ditiup . . . ,
nyanyian-nyanyian yang memanjatkan doa, Serta lagu-lagu pujaan yang
mengagungkan Tuhan . … Pesta pora dengan segala keindahannya, dengan semua
kemegahan, luapan semangat
dan hiruk pikuknya . . . ! Pemuda ini menyimpan kegembiraan pesta-pora ini di
dalam dadanya, ditutupnya rapat-rapat.
Karena seandainya diketahui oleh bapaknya bahwa bathinnya sedang bersuka cita
dengan da’wah Muhammad, niscaya hidupnya akan dibinasakannya dan tubuhnya akan
dipersembahkannya sebagai korban bagi tuhan-tuhan pujaan Abdu Manaf … !
Tetapi jiwa dan kesadaran bathin seseorang bila ia telah penuh sesak dengan suatu
masalah, dan meluap sampai kepermukaan,
maka limpahannya tak dapat dibendung lagi …
Dan di suatu hari . . . .
Tetapi bukan . . . , karena Siang belum lagi muncul, sedang Khalid yang sudah bangun itu
masih berada di tempat tidurnya, baru saja mengalami suatu mimpi yang sangat
dahsyat, mempunyai kesan yang mengerikan, dan ibarat yang dalam …. Kalau begitu baiklah kukatakan saja,
di suatu malam, Khalid bin Said bermimpi, bahwa ia berdiri di bibir nyala api
yang besar, sedang ayahnya
dari belakang hendak menolakkannya dengan kedua tangannya ke arah api itu,
malah ia bermaksud hendak melemparkannya ke dalamnya. Kemudian dilihatnya
Rasulullah datang ke arahnya, lalu menariknya dari belakang dengan tangan kanannya yang penuh berkah
hingga tersingkirlah ia dari bahaya jilatan api ….
la tersadar dari mimpinya dengan memperoleh bekal langkah
perjuangan menghadapi masa depannya. Ia segera pergi ke rumah Abu Bakar lalu
menceritakan mimpinya itu. Dan mimpi seperti itu sebetulnya tidak memerlukan
ta’bir lagi … !
Kata Abu Bakar kepadanya: —”Sesungguhnya tak ada yang kuinginkan
untukmu selain dari kebaikan. Nah, dialah Rasul Allah saw. ikutilah dia, karena sesungguhnya Islam akan menghindarkanmu dari api neraka!”
Khalid pun pergilah mencari
Rasulullah saw. sampai menemukan tempat beliau, lalu menumpahkan isi hatinya,
dan menanyakan tentang da’wahnya. Jawab Nabi:
“Hendaklah engkau beriman kepada Allah yang Maha Esa semata,
jangan mempersekutukan-Nya dengan suatu apapun . . . . Dan engkau
beriman kepada Muhammad, hamba-Nya dan Rasul-Nya . . . . Dan engkau tinggalkan
menyembah berhala yang tidak dapat mendengar dan tidak dapat melihat, tidak
memberi mudarat dan tidak pula manfaat…” (al-Hadits)
Khalid lalu mengulurkan tangannya yang disambut oleh tangan
kanan Rasulullah saw. dengan penuh kemesraan, dan Khalid pun mengucapkan:
“Aku naik saksi bahwa tak ada Tuhan selain Allah dan aku naik
saksi bahwa Muhammad Rasul Allah”
Maka terlepaslah sudah senandung jiwa dan nyanyian kalbunya . .
. . Terlepas bebas semua gelora yang bergolak dalam bathinnya . . . dan
sampailah pula berita ini kepada bapaknya….
Pada waktu Khalid memeluk Islam, belum ada orang yang
mendahuluinya masuk itu kecuali empat atau lima orang, hingga dengan demikian
ia termasuk dalam lima orang angkatan pertama pemeluk Islam. Dan setelah
diketahui yang menjadi pelopor dari Agama ini, salah seorang di antaranya
putera Sa’id bin ‘Ash maka bagi Sa’id, peristiwa itu akan menyebabkannya menjadi bulan-bulanan penghinaan dan ejekan bangsa Quraisy, dan akan
menggoncangkan kedudukannya sebagai pemimpin.
Oleh karena itu dipanggilnyalah anaknya Khalid, lalu tanyanya:
“Benarkah kamu telah mengikuti Muhammad dan membiarkannya mencaci tuhan-tuhan
kita … ?” Jawab Khalid:
“Demi Allah, sungguh ia seorang yang benar dan sesungguhnya aku
telah beriman kepadanya dan mengikutinya . . . “.
Ketika itu bertubi-tubilah pukulan ayahnya menimpa dirinya,
yang kemudian mengurungnya dalam kamar gelap di rumahnya, lalu membiarkannya
terpenjara menderita lapar dan dahaga … sedang Khalid berseru kepadanya dengan
suara keras dari balik pintu yang terkunci:
“Demi Allah, sesungguhnya ia benar dan aku beriman kepadanya!”
Jelaslah sekarang bagi Sa’id bahwa siksa yang ditimpakan kepada
anaknya itu belum lagi cukup dan memadai. Oleh sebab itu dibawanya anak itu ke
tengah panas teriknya kota Mekah, lalu ia menginjak-injaknya di atas batu-batu
yang panasnya menyengat, selama tiga hari penuh, tanpa perlindungan dan
keteduhan . . . , tanpa setetes air pun yang membasahi bibirnya….
Akhirnya sang ayah putus asa lalu kembali pulang ke rumahnya.
Tapi di sana ia terus berusaha menyadarkan anaknya itu dengan berbagai cara
baik dengan membujuk atau mengancamnya, memberi janji kesenangan atau
mempertakutinya dengan siksaan . . . tetapi Khalid berpegang teguh kepada
kebenaran, Ia berkata kepada ayahnya: “Aku tak hendak meninggalkan Islam karena
suatu apapun, aku akan hidup dan mati bersamanya!”
Maka berteriaklah Sa’id: — “Kalau begitu enyahlah engkau pergi
dari sini, anak keparat . . . ! Demi Latta kau tak boleh makan di sini . .
. Jawab Khalid: “Allah
adalah sebaik-baik pemberi rizqi . . . Kemudian ditinggalkannya rumah
yang penuh dengan kemewahan, berupa makanan, pakaian dan kesenangan itu, pergi
memasuki kesukaran dan aral rintangan….
Tetapi apa yang ditakutkan … ?
Bukankah ia didampingi oleh imannya … ?
Bukankah ia selalu mempertahankan kepemimpinan Hati nuraninya .
. . ?
Dan dengan tegas telah menentukan nasib dirinya?
Apalah artinya lapar kalau begitu, apalah artinya halangan dan
rintangan … ?
Dan bila manusia telah menemukan dirinya berada bersama
kebenaran luhur seperti kebenaran yang diserukan Muhammad saw. ini, maka masih
adakah tersisa di seantero alam ini sesuatu yang berharga yang belum
dimilikinya, padahal semuanya itu, bukankah Allah yang jadi pemilik dan pemberinya
… ?
Demikianlah Khalid melalui bermacam derita dengan pengurbanan
dan mengatasi segala halangan dan keimanan ….
Dan sewaktu Rasulullah saw. memerintahkan para shahabatnya yang
telah beriman hijrah yang kedua ke Habsyi, maka Khalid termasuk salah seorang
anggota rombongan …. Ia berdiam di sana beberapa lamanya, kemudian kembali
bersama kawan-kawannya ke kampung halaman mereka di tahun yang ketujuh. Mereka
dapatkan Kaum Muslimin telah menyelesaikan rencana mereka membebaskan Khaibar.
Sekarang Khalid bermukim di Madinah, di tengah-tengah masyarakat
Islam yang baru, di mana ia termasuk salah seorang angkatan lima pertama yang
menyaksikan kelahiran Islam, dan ikut membina bangunannya. Sejak itu Khalid
selalu beserta Nabi dalam barisan pertama pada setiap peperangan atau pertempuran
. . . . Dan karena kepeloporannya dalam Islam ini serta keteguhan hatinya dan
kesetiaannya, jadilah ia tumpuan kesayangan dan penghormatan . .. . Ia
memegang teguh prinsip dan pendiriannya, tak hendak menodai atau menjadikannya
sebagai barang dagangan.
Sebelum Rasul wafat, beliau mengangkatnya menjadi gubernur di
Yaman. Sewaktu sampai kepadanya berita pengangkatan Abu Bakar menjadi khalifah
dan pengukuhannya, ia lalu meninggalkan jabatannya datang ke Madinah.
Ia kenal betul kelebihan Abu Bakar yang tak dapat ditandingi
oleh siapa pun . . . . Tetapi ia berpendirian bahwa di antara Kaum Muslimin
yang lebih berhak dengan jabatan Khalifah itu, adalah salah seorang dari
keturunan Hasyim, umpamanya Abbas atau Ali bin Abi Thalib.
Pendiriannya ini dipegangnya teguh, hingga ia tidak bai’at
kepada Abu Bakar . . . . Namun Abu Bakar tetap mencintai dan menghargainya,
tidak memaksanya untuk mengangkat bai’at dan tidak pula membencinya karena
tidak bai’at. Setiap disebut namanya di kalangan Muslimin, khalifah besar itu
tetap menghargai dan memujinya, suatu hal yang memang menjadi hak dan miliknya
….
Belakangan pendirian Khalid bin Sa’id ini berubah. Tiba-tiba di
suatu hari ia menerobos dan melewati barisan-barisan di mesjid, menuju Abu
Bakar yang sedang berada di atas mimbar, maka Ia pun membai’atnya dengan tulus
dan hati yang teguh….
Abu Bakar memberangkatkan pasukannya ke Syria, beliau
menyerahkan salah satu panji perang kepada Khalid bin Sa’id, hingga dengan
demikian berarti ia menjadi salah seorang kepala pasukan tentara. . . . .
Tetapi sebelum tentara itu bergerak meninggalkan Madinah, Umar menentang
pengangkatan Khalid bin Sa’id, dan dengan gigih mendesakkan usulnya kepada
khalifah, hingga akhirnya beliau merubah keputusannya dalam pengangkatan ini ….
Berita itu sampailah kepada Khalid, maka tanggapannya hanyalah
sebagai berikut: “Demi Allah, tidaklah kami bergembira dengan pengangkatan
anda, dan tidak pula akan berduka dengan pemberhentian anda . . . !” Abu Bakar
Shiddiq meringankan langkah ke rumah Khalid meminta ma’af padanya serta
menerangkan pendiriannya yang baru, dan menanyakan kepada kepala dan pemimpin
pasukan mana ia akan bergabung, apakah kepada Amar bin ‘Ash anak pamannya, atau
kepada Syurahbil bin Hasanah? Maka Khalid memberikan jawaban yang menunjukkan
kebesaran jiwa dan ketaqwaannya, ujarnya: “Anak pamanku lebih kusukai karena
ia kerabatku, tetapi Syurahbil lebih kucintai karena Agamanya “‘ Kemudian
dipilihnya sebagai prajurit biasa dalam kesatuan Syurahbil bin Hasanah ….
Sebelum pasukan bergerak maju, Abu Bakar meminta Syurahbil
menghadap kepadanya lalu katanya: “Perhatikanlah Khalid bin Sa’id,
berikanlah apa yang menjadi haknya atas anda, sebagaimana anda ingin mendapatkan
apa yang menjadi hak anda daripadanya, yakni seandainya anda di tempatnya, dan
ia di tempat anda . . . . Tentu anda tahu kedudukannya dalam Islam . . . Dan
tentu anda tidak lupa bahwa sewaktu Rasulullah wafat, ia adalah salah seorang
dari gubernurnya . . . . Dan sebenarnya aku pun telah mengangkatnya sebagai
panglima, tetapi kemudian aku berubah pendirian . . . . Dan semoga itulah yang
lebih baik baginya dalam Agamanya, karena sungguh, aku tak pernah iri hati
kepada seseorang dengan kepemimpinan … !
Dan sesungguhnya aku telah memberi kebebasan kepadanya untuk
memilih di antara pemimpin-pemimpin pasukan siapa yang disukainya untuk menjadi
atasannya, maka ia lebih menyukai anda daripada anak pamannya sendiri ….Maka
apabila anda menghadapi suatu persoalan yang membutuhkan nasihat dan buah
pikiran yang taqwa, pertama-tama hendaklah anda hubungi Abu Ubaidah bin Jarrah,
lalu Mu’adz bin Jabal dan hendaklah Khalid bin Sa’id sebagai orang ketiga.
Dengan demikian pastilah anda akan beroleh nasihat dan kebaikan …. Dan
jauhilah mementingkan pendapat sendiri dengan mengabaikan mereka atau
menyembunyikan sesuatu dari mereka…! I
Di medan pertempuran Marjus Shufar di daerah Syria yang terjadi
dengan dahsyatnya antara Muslimin dengan orang-orang Romawi, maka di antara orang-orang
yang pertama yang telah pasti tersedia pahala mereka di sisi Allah, terdapat
seorang syahid mulia, yang telah menempuh jalan hidupnya sejak masa remaja
belia saat ia menghadapi ajal, secara benar, beriman lagi berani . . . . Kaum
Muslimin yang sedang mencari-cari para syuhada sebagai qurban pertempuran,
telah mendapatinya seperti sediakala: bersikap tenang, pendiam dan keras hati,
lalu kata mereka: “ya Allah, berikanlah keridlaan kepada. Khalid bin Sa’id … !
“
60 Sahabat Nabi:, Khalid bin Sa'id bin 'Ash, Anggota Pasukan Berani Mati Angkatan Yang Pertama
Reviewed by Himam Miladi
on
May 15, 2014
Rating:
No comments:
Terima kasih sudah meninggalkan komentar di artikel ini