Ia mewarisi akhlaq mulia dari nenek moyangnya turun temurun . .
. . Ayahnya Hudlairul Kata’ib adalah seorang pemimpin Aus dan termasuk salah
seorang bangsawan Arab di zaman
jahiliyah, dan salah seorang hulubalang mereka yang perkasa . . . .Seorang penyair
pernah berpantun mengenai ayahnya ini:
“Andainya maut mau menghindar dari orang perkasa niscaya ia akan membiarkan Hudlair
ketika ini menutupkan pintunya Ia
hanya akan berkeliling, sampai malam datang menjelma Lalu mengambil tempat
duduk dan berdendang dengan asyiknya”.
Usaid mewarisi ketinggian martabat ayahnya; ia adalah salah seorang pemimpin Madinah
dan bangsawan Arab dan pemanah
pilihan yang tak banyak jumlahnya. Sewaktu Islam telah memilih dirinya dan ia
ditunjuki ke jalan yang mulia lagi terpuji
bertambah memuncaklah kemuliaannya, dan bertambah tinggi martabatnya, yakni di
kala ia mengambil kedudukan menjadi salah seorang pelopor penganut Agama Islam
dan pembela Allah serta
pembela Rasul-Nya .. .
Sewaktu Rasulullah mengirim Mush’ab bin Umeir ke Madinah untuk
mengajari orang-orang Muslimin Anshar yang telah mengangkat bai’at kepada Nabi
untuk membela Islam di Baitul Aqabah yang pertama, dan untuk menyeru
orang-orang lain kepada Agama Allah .. pada waktu itu Usaid bin Hudlair dan
Sa’ad bin Muadz, kedua-duanya adalah pemimpin kaumnya duduk merundingkan
tentang perantau asing yang datang dari Mekah mengenyampingkan agama mereka
serta menyeru kepada Agama baru yang belum mereka kenal ….
Di majlis Mush’ab dan As’ad bin Zurarah ini, Usaid melihat
banyak orang yang dengan penuh minat dan perhatian mendengarkan
kalimat-kalimat petunjuk yang mengajak mereka kepada Allah yang diserukan
Mush’ab bin Umeir . . . . Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh kedatangan Usaid
yang melampiaskan segala kemarahan dengan berangnya …. Mush’ab lalu berkata:
“Sudikah anda duduk mendengarkannya? Bila ada sesuatu yang menyenangkan anda,
anda dapat menerimanya, dan jika anda tidak menyukainya, kami hentikan apa yang
tidak anda sukai itu … !”
Usaid adalah seorang yang cemerlang otaknya, tenang hatinya,
sehingga digelari oleh penduduk Madinah dengan al-Kamil, si “sempurna” . . .
yakni gelar yang dimiliki ayahnya dulu . . . Maka tatkala diperhatikannya
Mush’ab mengandalkan hukum logika dan akal itu, ditancapkannya tombaknya ke
tanah, lalu berkata kepada Mush’ab: “Benar kata anda itu! Nah, cobalah
anda kemukakan apa yang ada pada anda!”
Mush’ab lalu membacakan ayat-ayat al-Quran dan menjelaskan seruan Agama
baru ini . . . , Agama yang haq, dan Nabi Muhammad saw diperintahkan untuk
menyampaikan dan mengibarkan benderanya. Orang-orang yang menghadiri majlis ini
sama mengatakan: “Demi Allah sebelum mengucapkannya telah terlihat pada wajah
Usaid sikap keislamannya …… Kita mengenalnya pada cahaya muka dan sikap
lunaknya … !”
Belum lagi selesai Mush’ab dengan pembicaraannya, Usaid pun
berseru dengan amat terkesan: “Alangkah baiknya kata-kata ini dan alangkah
indahnya . .. ! Apa yang kalian lakukan bila kalian hendak masuk Agama ini . .
. !’ Jawab Mush’ab:
“Anda bersihkan badan, pakaian, dan ucapkan syahadat yang haq,
kemudian anda shalat . . . !”
Sesungguhnya kepribadian Usaid, benar-benar kepribadian yang
lurus, kuat dan murni, begitu ia mengenal jalannya, ia tidak ragu-ragu lagi
maju melangkah menyambutnya dengan kebulatan hati …. Usaid tegak berdiri untuk
menerima Agama yang telah membuka pintu hatinya dan menyinari dasar jiwanya,
lalu ia mandi dan membersihkan diri, kemudian sujud kepada Allah Tuhan semesta
alam, menyatakan keislamannya dan menyampaikan perpisahan kepada masa-masa
kemusyrikan dan jahiliyah . . . !
Kewajiban Usaid sekarang ini ialah segera kembali kepada Sa’ad
bin Mu’adz, untuk menyampaikan laporan dari tugas yang dibebankan kepadanya
semula . . . yaitu untuk mengancam Mush’ab bin Umeir dan mengusirnya . . . .
Dan iapun kembalilah kepada Sa’ad .. .. Belum lagi Usaid sampai ke dekat
mereka, Sa’ad mengatakan kepada orang-orang sekelilingnya: “Aku bersumpah,
sungguh Usaid telah datang sekarang ini, tetapi dengan air muka yang berlainan
dari sewaktu ia pergi tadi … !” Benar . . . ia pergi dengan muka yang masam
berkerut dengan rasa amarah dan permusuhan, dan kembali dengan wajah yang diliputi
rahmat dan nur, sakinah kedamaian … !
Usaid memutuskan akan mempergunakan kecerdikannya. . .la tahu
benar bahwa Sa’ad bin Mu’adz sama betul dengan dirinya tentang kebersihan jiwa,
kekerasan kemauan, ketenangan berfikir dan ketepatan penilaian …. Dan ia
mengetahui bahwa tak akan ada penghalang antaranya dengan Islam sesudah mendengar
sendiri apa yang telah didengarnya tadi tentang kalam Allah, yang begitu baik
dibacakan dan diuraikan kepada mereka oleh utusan Rasulullah, Mush’ab bin Umeir
. . .
Tetapi seandainya dikatakannya kepada Sa’ad: “Sebenarnya aku
telah masuk Islam, pergilah pula kamu masuk Islam”, niscaya akan mengundang
pertentangan yang menimbulkan akibat yang tidak diharapkan .. . . Kalau begitu,
baiklah dibangkitkannya semangat keberanian Sa’ad sebagai suatu cara untuk
mendorongnya pergi ke majlis Mush’ab sampai ia mendengar dan menyaksikannya
sendiri . . . . Maka bagaimana jalan selanjutnya untuk mencapai ini … ?
Sebagaimana telah kita sebutkan dahulu, Mush’ab menjadi tamu di
rumah As’ad bin Zurarah …sedang As’ad bin Zurarah adalah anak bibi dari Sa’ad
bin Mu’adz . . . Maka kata Usaid kepada Sa’ad: “Sungguh, aku telah
mendapat berita bahwa Bani Haritsah telah berangkat ke rumah As’ad bin Zurarah
hendak membunuhnya, padahal mereka tahu bahwa ia adalah anak bibinya … !”
Didorong oleh rasa amarah dan semangat pembelaan, Sa’ad bangkit
langsung mengambil tombaknya dan dengan bergegas pergi ‘ke tempat As’ad dan
Mush’ab yang ketika itu sedang berkumpul bersama Kaum Muslimin lainnya . . . .
Sewaktu ia sampai ke dekat majlis, ia tidak menemukan keributan ataupun
kegaduhan, yang ada malah sakinah atau ketenangan yang meliputi seluruh
jama’ah, sedang di tengah-tengah mereka berada Mush’ab bin Umeir membacakan
ayat-ayat Allah dengan penuh khusyu’, sementara yang lain menyimakkannya dengan
penuh perhatian . . . .
Ketika itu mengertilah Sa’ad akan siasat yang telah diatur Usaid
untuk menjebaknya, yaitu agar ia datang ke majlis ini dan dapat mendengarkan
sendiri pembicaraan Mush’ab bin Umeir sebagai utusan Islam. Dan tidak salah
firasat Usaid mengenai shahabatnya! Tak lama setelah Sa’ad mendengarkannya,
maka dibukakan Allah lah dadanya untuk menerima Islam, dan secepat kilat iapun
telah mengambil kedudukannya di barisan orang-orang beriman yang mula pertama …
Dalam hati serta akal Usaid bersinar cahaya iman yang kuat ….
Keimanan memberinya bekal sifat hati-hati, penyantun dan penilaian yang tepat
yang menjadikannya sebagai orang kepercayaan ….
Dalam peperangan Bani Musthaliq meledaklah dendam yang terpendam
di dada Abdullah bin Ubai tokoh munafiqin maka katanya kepada orang-orang
sekitarnya dari penduduk Madinah: “Kalian telah menempatkan mereka di negeri
kalian, dan kamu berbagi harta dengan mereka …. Ketahuilah, demi Allah,
seandainya kalian tak memberikan lagi apa yang ada di tangan kalian kepada
mereka niscaya mereka akan berpindah ke lain negeri, bukan negeri kalian ini!
Ingat demi Allah, kalau nanti kita kembali ke Madinah, niscaya orang-orang
mulia akan mengusir orang-orang yang hina dari sana . . . !”
Seorang shahabat yang mulia Zaid bin Arqam mendengar
kalimat-kalimat, bahkan racun kemunafikan yang membakar ini. Karenanya menjadi
kewajibannya untuk memberitahukannya kepada Rasulullah saw. Perasaan Rasul
sangat tertusuk kebetulan Usaid menemui kalian, Nabi saw. pun bertanya
kepadanya:
Belum sampaikah kepadamu apa yang diucapkan oleh shahabatmu?
Shahabat yang mana ya Rasulallah? Ujar Usaid.
Abdullah bin Ubai.
Ucapan apa yang anda dengar?
Katanya, seandainya ia kembali ke Madinah, maka yang mulia akan
mengeluarkan yang hina daripadanya!
Demi Allah, andalah yang akan mengeluarkannya dari Madinah insya
Allah . .. ! Demi Allah dialah yang rendah, dan andalah yang mulia … !
Kemudian kata Usaid pula: “Ya Rasulallah, kasihanilah dia, demi
Allah, ketika Allah membawa anda kepada kami, kaumnya sedang menyiapkan mahkota
untuk ditaruh di atas kepalanya karena ia akan mereka angkat menjadi raja di
kota Madinah; ia memandang Islam telah merenggut kerajaan itu dari tangannya .
. . !”
Dengan daya pikir yang mendalam, sikap yang tenang dan ucapan
yang jelas, Usaid senantiasa berhasil memecahkan persoalan-persoalan dengan
analisa-analisanya yang nyata, tepat dan tajam ….
Di hari Saqifah, tak lama setelah wafatnya Rasulullah saw, segolongan orang Anshar yang dikepalai oleh Sa’ad bin Ubadah mengumumkan bahwa
mereka lebih berhak memegang khilafah. Sewaktu debat dan tukar fikiran semakin
panas, maka pendirian Usaid sebagaimana kita ketahui ia adalah
seorang tokoh Anshar mempunyai pengaruh besar dalam menjernihkan suasana, dan
kalimat-kalimat yang diucapkannya laksana cahaya fajar di waktu subuh dalam
menentukan arah ….
Usaid berdiri mengucapkan pidato yang ditujukan kepada kaumnya
dari golongan Anshar, katanya: “Tuan-tuan mengetahui bahwa Rasulullah
saw. adalah dari golongan Muhajirin . . . ? Karenanya khalifah juga
sewajarnyalah dari golongan Muhajirin! Dan sesungguhnya kita, adalah pembela
Rasulullah . . . maka kewajiban kita sekarang untuk membela khalifahnya . . .
Ternyata kata-kata itu menjadi si tawar dan si dingin . . .
Usaid bin Hudlair r.a. hidup sebagai seorang ahli ibadah dan
yang taat, yang mengurbankan jiwa dan hartanya di jalan kebaikan dan menjadikan
wasiat Rasulullah saw. terhadap orang Anshar sebagai pedoman dan sikap
hidupnya:
“Shabar dan tabahlah kalian . . . . sampai kalian menjumpai aku
di telaga surga . . . . “
Oleh karena Agama dan akhlaqnya ia dimuliakan dan dicintai Abu
Bakar Shiddiq dan begitu pula la memperoleh kedudukan yang serupa di hati
Amirul Mu’minin Umar dan di hati semua shahabat yang lain.
Mendengar alunan suaranya bila ia sedang membaca alQuran
seolah-olah beroleh harta rampasan yang sangat digemari oleh para shahabat.
Suaranya khusyu’ mempesona dan menerangi jiwa, hingga menurut Rasulullah saw.
Malaikat pernah mendekati pembacanya di suatu malam khusus untuk mendengarkannya….
Pada bulan Sya’ban tahun 20 Hijriah, berpulanglah Usaid . . . .
Amirul Mu’minin tidak mau ketinggalan turut serta memikul sendiri jenazahnya di atas bahunya dalam mengantarkan ke makamnya. Di bawah tanah
Baqi’, di sanalah para shahabat menyimpan tubuh seorang Mu’min besar. Mereka
kembali ke kota dengan mengenangkan
jasa-jasanya sambil mengulang ulang sabda Rasul
yang mulia tentang dirinya: “Sebaik-baik laki-laki, Usaid bin Hudlair …
60 Sahabat Nabi: Usaid Bin Hudhair, Pahlawan Hari Saqifah
Reviewed by Himam Miladi
on
May 26, 2014
Rating:
No comments:
Terima kasih sudah meninggalkan komentar di artikel ini