Salah satu tokoh sepakbola yang saya idolakan adalah Ryan Giggs. Gocekan mautnya dari lapangan tengah saat Manchester United mengalahkan Arsenal di semifinal Piala FA ‘98 adalah salah satu momen pertandingan yang paling saya ingat. Tidak seperti rekannya David Beckham yang menjadi selebriti dan selalu diburu media, Giggs saat itu adalah pesepakbola handal yang nyaris tanpa sorotan dan skandal.
Namun kekaguman saya pada Giggs runtuh seketika saat pers mencium
dan memberitakan skandal perselingkuhannya. Dari yang semula pesepakbola idola,
Giggs langsung saya campakkan dalam keranjang sampah. Dalam skala 1-10,
pengidolaan saya pada Giggs turun hingga level 1.
Mungkin terdengar sok idealis. Apa hubungannya skandal Giggs dengan
penilaian tokoh idola? Ada skandal atau tidak, Giggs tetap dianggap salah satu
pesepakbola hebat oleh banyak orang.
Tidak ada manusia yang sempurna, kecuali Nabi. Tidak ada manusia
yang memiliki ketrampilan paling cakap, pengetahuan paling mutakhir, atau fisik
tubuh yang sempurna sekaligus mempunyai sikap moral dan adab yang tinggi. Jika
ada, itu mungkin tokoh rekaan.
Ya, bisa jadi seperti itu anggapan orang lain. Tapi, bagi saya
nilai moral dan adab adalah salah satu parameter utama untuk menilai seseorang
itu layak jadi idola atau tidak.
Ada sebuah ungkapan yang terkenal,
“Ilmu mendahului amal, adab mendahului ilmu”
Ini adalah gabungan dari perkataan ulama'-ulama' besar. Ungkapan
yang pertama, “Ilmu mendahului amal” diambil dari perkataan terkenal imam
Al-Bukhari. Beliau mengatakan, "al-ilmu qabla 'l-qaul wa
'l-'amali". Artinya bahwa sebelum kita berkata dan berbuat, yang lebih
dahulu harus kita miliki adalah ilmu tentang hal tersebut. Inilah yang kemudian
menjadikan ilmu sebagai syarat benarnya suatu perkataan atau perbuatan.
Sementara ungkapan yang kedua, “adab mendahului ilmu” adalah
implikasi, sebab dari akibat adanya ilmu tersebut. Banyak contoh di sekitar
kita, orang-orang yang tadinya seorang penuntut ilmu, namun pada akhirnya dia
tidak mendapatkan apa-apa atau ilmunya menjadi tidak berguna karena tidak
adanya moral/ kurangnya adab pada dirinya.
Sama seperti ilmu yang menjadi syarat atas benarnya sebuah amal,
maka adab adalah syarat atas berkahnya sebuah ilmu. Islam menempatkan
adab ini ke dalam posisi yang penting. Bukankah Allah sendiri memuji nabi
Muhammad karena adab beliau?
Orang tua kita dahulu selalu mendorong atau memberi contoh pada
anak-anaknya dengan mengambil idola pada tokoh-tokoh yang berilmu, sekaligus
beradab/bermoral tinggi. Pahlawan, ulama’ atau tokoh-tokoh lain yang sudah
terbukti memberi kontribusi pada masyarakat baik karena perjuangan fisiknya,
atau ilmu pengetahuannya.
Hal ini tidak kita dapati lagi di jaman sekarang. Bagi anak-anak
muda jaman now, yang diidolakan adalah mereka yang dinilai keren. Masalah tokoh
idola itu memiliki moral atau adab yang buruk, itu tidak mempengaruhi standar
pengidolaan mereka.
Ada seorang anak muda, berwawasan luas, lulusan sekolah luar
negeri, dianggap keren dan lantas menjadi idola seketika saat si anak muda ini
berani menyentak seorang tua. Mengatakan orang yang lebih tua itu dengan
kata-kata yang tidak pantas. Jejak digital menunjukkan si anak muda ini kerap
berkata tidak sopan di media sosialnya.
Toh hal ini tidak menutupi kenyataan si anak muda ini masih tetap
diidolakan. Pujian mengalir kepadanya karena sudah berani menyuarakan pendapat
pribadinya pada orang yang lebih senior, yang lebih tua. Meskipun dalam
opininya tersebut terselip kata-kata buruk.
Inilah keadaan yang terjadi saat ini. Generasi muda kita lebih
mengidolakan yang keren-keren saja, dan melupakan nilai-nilai moral yang
diharapkan bisa melekat pada tokoh idola tersebut.
Mengidolakan Yang Keren, Melupakan Yang Bermoral
Reviewed by Himam Miladi
on
January 28, 2019
Rating:
numpang share ya min ^^
ReplyDeleteHayyy guys...
sedang bosan di rumah tanpa ada yang bisa di kerjakan
dari pada bosan hanya duduk sambil nonton tv sebaiknya segera bergabung dengan kami
di DEWAPK agen terpercaya di add ya pin bb kami D87604A1 di tunggu lo ^_^