Pagi itu ketika aku sedang gundah oleh hal yang selalu
terjadi berulang kali, dengan kebetulan sebuah kalimat mampir di penghujung
mataku, ketika aku nyaris menutup halaman tersebut.
"Menikahi orang yang dicintai itu mudah. Mencintai orang yang sudah dinikahi itu perjuangan..."
Nasehat itu seperti menghantam kepalaku, membuatku tersadar
akan kesalahan persepsi tentang cinta yang selama ini aku yakini.
Untuk waktu yang sangat lama, aku berasumsi bahwa hubungan
terkuat adalah hubungan yang penuh konflik. Bagaimana tidak, konflik adalah
fokus utama dari setiap komedi romantis yang kutonton, setiap novel roman yang kubaca,
setiap acara TV yang kulihat, setiap kisah dramatis yang kusaksikan, hingga setiap
bagian pemikiran kupelajari. Semuanya berpusat pada drama dan konflik.
Karena asumsi ini pula aku jadi meyakini bahwa jenis cinta
yang pantas dimiliki itu adalah cinta yang kacau dan tidak konsisten. Aku
seperti termakan omongan orang bahwa cinta tanpa konflik, tanpa pertengkaran
bagai sayur tanpa garam. Rasanya hambar.
Semakin menderita seseorang karena cinta, kata orang itu
tanda cintanya sejati. Seolah-olah cinta itu harus menjadi komplikasi utama
dalam hidup.
Setelah menikah, kita selalu memandang konflik yang terjadi
adalah bumbu penyedap hubungan. Kita seolah “dipaksa” untuk memaklumi setiap
pertengkaran yang terjadi dan mencari pembenaran untuk setiap pertempuran
dengan pasangan.
Lha, kalau demi cinta kita harus menderita, buat apa cinta
harus diperjuangkan. Bukankah semestinya cinta itu mendatangkan kebahagiaan?
Nasehat dari buku itu menyadarkan diriku, bahwa cinta yang
tepat itu harusnya tidak terpusat pada konflik. Cinta yang tepat itu terpusat
pada harmoni. Bagaimana kita bisa saling memahami satu sama lain.
Rasanya seperti ketika kita bisa duduk berdua membaca buku
terpisah dalam keheningan yang nyaman dan tenang. Rasanya seperti ketika
bepergian bersama, lalu bercakap-cakap mengalir hingga menghilang dengan
sendirinya seiring jarak yang terlewati.
Cinta yang tepat itu adalah cinta yang terasa mudah. Bukan
menyulitkan hidup kita.
Cinta yang mudah itu saling memfasilitasi pertumbuhan satu
sama lain. Saling mendukung melalui tantangan hidup. Saling memunculkan yang
terbaik dan bekerja melalui yang terburuk sebagai sebuah tim.
Memang, dalam hubungan apa pun, konflik pasti akan muncul.
Apalagi ketika sudah menikah. Seperti yang dikatakan orang, inilah perjalanan
hidup yang sebenarnya.
A successful marriage requires falling in love many times, always with the same person ~ Mignon McLaughlin
Benar kiranya yang dikatakan Mclaughlin tersebut. Keberhasilan
sebuah pernikahan membutuhkan jatuh cinta yang berulang kali, selalu jatuh
cinta kepada orang yang sama.
Dan untuk bisa jatuh cinta berulang kali pada orang yang
sama, yang kita butuhkan hanya orang yang bisa membuat cinta itu terasa mudah.
Orang yang menjadikan konflik hanya sekedar batu sandungan, bukan pertengkaran
yang berkelanjutan. Orang yang ingin melalui konflik secara adil, dan bukannya
berjuang demi egonya sendiri.
Tunggulah Orang yang Bisa Membuat Cinta Itu Mudah
Reviewed by Himam Miladi
on
January 08, 2020
Rating:
No comments:
Terima kasih sudah meninggalkan komentar di artikel ini