Kisah Tukang Sol Sepatu Mendapat Pahala Haji Mabrur Meski Gagal Berangkat

 

kisah tukang sol sepatu mendapat pahala haji mabrur
Ada seseorang, yang meskipun tidak datang menunaikan ibadah haji, tetapi ibadah hajinya diterima (foto: Reuters)



Abu Abdurrahman Abdullah bin al-Mubarak al-Hanzhali al Marwazi, seorang ulama terkenal di Mekkah, menceritakan kisah berikut ini:

***

Suatu ketika usai menjalani salah satu ritual haji, Abdullah bin al-Mubarak beristirahat dan tertidur. Dalam tidurnya, Abdullah bin al-Mubarak bermimpi melihat dua malaikat turun dari langit dan bercakap- cakap hingga terdengar olehnya.

“Berapa banyak jamaah haji yang datang tahun ini?” tanya malaikat pertama kepada rekannya.

“Tujuh ratus ribu orang,” jawab malaikat kedua.

“Dari tujuh ratus ribu muslim yang menunaikan ibadah haji, berapa banyak yang ibadah hajinya diterima?”

“Tidak satu pun.”

Mendengar jawaban malaikat itu, Abdullah bin al-Mubarak gemetar. Dalam mimpinya ia menangis dan hatinya berkata,

“Semua orang-orang ini telah datang dari belahan bumi yang jauh, dengan kesulitan yang besar dan keletihan di sepanjang perjalanan. Mereka berkelana menyusuri padang pasir yang luas, dan semua usaha mereka menjadi sia-sia?”

Dengan tubuh gemetar, Abdullah bin al-Mubarak terus mendengarkan percakapan kedua malaikat tersebut.

 “Namun ada seseorang, yang meskipun tidak datang menunaikan ibadah haji, tetapi ibadah hajinya diterima dan seluruh dosanya telah diampuni. Bahkan, berkat dialah ibadah haji seluruh muslim pada tahun ini akhirnya diterima oleh Allah,” kata malaikat kedua.

“Kok bisa?” tanya malaikat pertama tidak mengerti.

“Itu Kehendak Allah.”

“Siapa orang tersebut?” tanya malaikat pertama penasaran.

“Sa’id bin Muhafah, tukang sol sepatu di kota Damsyiq (sekarang Damaskus),” jawab malaikat kedua. 

Usai mendengar jawaban terakhir itu, Abdullah bin al-Mubarak langsung terbangun. Selama beberapa hari, Abdullah bin al-Mubarak terus dibayangi mimpinya itu.

Abdullah bin al-Mubarak akhirnya bertekad untuk mencari tahu siapa Said bin Muhafah, tukang sol sepati di Damsyik. Sepulang haji, Abdullah bin al-Mubarak langsung pergi ke Damaskus, Syiria.

Sampai di sana ia langsung mencari informasi keberadaan tukang sol sepatu yang disebutkan malaikat dalam mimpinya. Hampir semua tukang sol sepatu ditanya, apa memang ada tukang sol sepatu yang namanya Sa’id bin Muhafah. Usaha Abdullah bin al-Mubarak akhirnya membuahkan hasil.

“Ada, dia biasa melayani pelanggan di tepi kota,” jawab salah seorang tukang sol sepatu sambil menunjukkan arahnya. Abdullah bin al-Mubarak berterima kasih, dan segera menuju tempat yang ditunjukkan.

Sesampai di sana, Abdullah bin al-Mubarak menemukan tukang sol sepatu berpakaian lusuh sedang menjahit sepatu pelanggan. Setelah mengucap salam, Abu Abdurrahman bertanya,

“Apakah Anda Sa’id bin Muhafah?” tanya Abdullah bin al-Mubarak.

“Betul, tuan siapa?”

“Aku Abdullah bin al-Mubarak.”

Mengetahui orang di depannya itu ulama terkenal kota Mekkah, Said pun terharu. Dia merasa sangat terhormat .

"Bapak adalah ulama terkenal, ada gerangan apa mendatangi saya?”

Sejenak, Abdullah bin al-Mubarak bingung. Ia tidak tahu dari mana harus memulai pertanyaan yang membuatnya penasaran. Akhirnya, Abdullah bin al-Mubarak pun menceritakan mimpinya sewaktu ia menunaikan ibadah haji.

“Saya ingin tahu, adakah sesuatu yang telah Anda perbuat, sehingga Anda berhak mendapatkan pahala haji mabrur meskipun tidak berangkat haji?” tanya Abdullah bin al-Mubarak usai menceritakan mimpinya.

“Wah, saya sendiri tidak tahu,” jawab Said terus terang.

Abdullah bin al-Mubarak terdiam sejenak. Rasa penasaran membuatnya ingin menggali informasi lebih jauh tentang kehidupan Said.

“Coba ceritakan bagaimana kehidupan Anda selama ini," kata Abdullah bin al-Mubarak.

Maka Sa’id bin Muhafah bercerita.

“Setiap tahun, setiap musim haji, aku selalu mendengar kalimat panggilan haji:

Labbaika Allahumma labbaika.

Labbaika la syarika laka labbaika.

Innal hamda wanni’mata laka wal mulka.

laa syarika laka.

(Ya Allah, aku datang karena panggilan-Mu.

Tiada sekutu bagi-Mu.

Segala nikmat dan puji adalah kepunyaan-Mu dan kekuasaan-Mu.

Tiada sekutu bagi-Mu.)

Setiap kali aku mendengar itu, aku selalu menangis. Hatiku memohon, Ya Allah aku rindu Mekkah. Ya Allah aku rindu melihat Kabah. Ijinkan aku datang, ijinkan aku datang ya Allah.

Oleh karena itu, sejak puluhan tahun yang lalu setiap hari saya menyisihkan uang dari hasil kerja saya sebagai tukang sol sepatu. Sedikit demi sedikit saya kumpulkan.

Akhirnya pada tahun ini, saya punya 350 dirham, cukup untuk saya berhaji. Tahun ini saya sudah siap berhaji,” cerita Said. 

“Tapi Anda akhirnya batal berangkat haji.”

“Benar.”

“Mengapa?” tanya Abdullah bin al-Mubarak.

“Istri saya sedang hamil, dan dia sering mengidam. Sewaktu saya hendak berangkat haji, istri saya meminta sesuatu.”

“Suamiku, adakah engkau mencium bau masakan yang nikmat ini?" tanya istri saya.

“ Ya, sayang.”

“Cobalah kau cari, siapa yang masak sehingga baunya terasa nikmat begini. Mintalah sedikit untukku,” pinta istri saya.

Demi memenuhi permintaan istri yang sedang mengidam, saya pun mencari sumber bau masakan. Ternyata, bau masakan itu berasal dari gubuk yang hampir runtuh yang ada di sekitar lingkungan rumah saya. Di situ tinggal seorang janda miskin dan enam anaknya.

Saya kemudian bertamu dan mengatakan padanya bahwa istri saya ingin masakan yang ia masak, meskipun sedikit.

Mendengar permintaan saya, janda itu diam saja memandang hingga akhirnya saya mengulangi perkataan saya. Akhirnya dengan perlahan ia mengatakan,

“Tidak boleh tuan."

“Kalau engkau menjualnya, aku akan membelinya.”

“Makanan ini tidak dijual, tuan,” katanya sambil berlinang mata.

Saya heran dan bertanya kenapa?

Sambil menangis, janda itu berkata, “Daging ini halal untuk kami dan haram untuk tuan” katanya.

Dalam hati saya bingung. Bagaimana ada makanan yang halal untuk dia, tetapi haram untuk saya, padahal kami sama-sama muslim? Karena itu saya mendesaknya lagi, “Mengapa bisa begitu?”

Janda itu menjawab, “Tuan, sudah beberapa hari ini kami tidak makan. Di rumah tidak ada makanan. Hari ini kami melihat keledai mati, lalu kami ambil sebagian dagingnya untuk dimasak. Bagi kami daging ini adalah halal, karena andai kami tak memakannya kami akan mati kelaparan. Namun bagi Tuan, daging ini haram."

Mendengar ucapan tersebut, saya langsung menangis dan bergegas pulang.

Di rumah, saya menceritakan kejadian itu pada istri. Dia pun menangis setelah mendengar cerita saya.

Kami akhirnya memasak makanan dan mendatangi rumah janda itu. Bersama masakan yang kami bawa, uang peruntukan haji sebesar 350 dirham pun saya berikan kepada mereka.

”Pakailah uang ini untukmu sekeluarga. Gunakan untuk usaha, agar engkau tidak kelaparan lagi.”

Setelah menyerahkan masakan dan uang kepadanya, saya pulang dan langsung tafakkur kepada Allah. Kuadukan kejadian yang kualami ini.

Ya Allah....disinilah Hajiku

Ya Allah...disinilah Mekkahku.


Mendengar cerita tersebut, Abdullah bin al-Mubarak tak kuasa menahan air mata. Katanya kepada Said bin Muhafah,

“Kalau begitu engkau memang patut mendapatkan pahala haji mabrur."


Kisah Tukang Sol Sepatu Mendapat Pahala Haji Mabrur Meski Gagal Berangkat Kisah Tukang Sol Sepatu Mendapat Pahala Haji Mabrur Meski Gagal Berangkat Reviewed by Himam Miladi on June 05, 2021 Rating: 5

No comments:

Terima kasih sudah meninggalkan komentar di artikel ini

Powered by Blogger.