Ketika Mas Gagah Pergi Membuatku Malu....



Sepanjang pengalaman saya menonton film Indonesia, cuma ada dua film yang mampu menarik perhatian saya. Bukan lantaran film tersebut termasuk kategori Box Office, tapi karena pesan yang disampaikan dalam film tersebut begitu mengena dan terasa seperti sebuah cermin besar yang bisa menelanjangi diri saya pribadi.

Film pertama adalah Cut Nya' Dhien yang dibintangi oleh Christine Hakim. Dalam film tersebut, ada sebuah adegan yang mampu menyampaikan pesan religius begitu kuatnya. Ini akan saya uraikan lebih lanjut dalam sebuah tulisan khusus.

Sedangkan film yang kedua adalah film baru, Ketika Mas Gagah Pergi....
Setidaknya, menurut saya ada beberapa adegan yang membuat saya menjadi malu sendiri, adegan yang seakan menelanjangi saya bulat-bulat karena menyampaikan sebuah pelajaran yang berharga akan arti religiutas pada diri saya. Nah …saya tak bermaksud mengulas film ini dari plot cerita karena menurut saya lemah sekali (banyak kebetulannya yang mengesankan lebay pol …). Mindset saya dalam menonton film ini adalah mencoba memahami bagaimana anak-anak muda yang main di film ini beramal sholeh dan seberapa gap yang mereka lakukan dengan apa yang saya lakukan. Ternyata …sepanjang menonton film ini hati saya bergetar terus. Bukan karena alur ceritanya yang menohok hati, tapi …duh rasanya saya malu menulisnya ….Tapi harus jujur saya akui, ternyata amalan saya untuk menegakkan agama Allah ini teramat sangat sedikit pol! Tokoh-tokoh utama dalam film ini seperti Gagah dan Yudi sungguh membuat saya tertampar, malu di hadapan Allah. Segmen-segmen di bawah ini menggugah saya untuk bercermin diri:

Adegan yang saya maksud adalah ketika si Gagah (diperankan oleh Hamas Syahid) sedang ngaji surah Ar Rahman di dalam mobil, ditemani adiknya, Gita (diperankan oleh Aquino Umar). Dalam dialog ini jelas sekali sedang terjadi ketegangan hubungan antara kakak beradik ini.
Melafadzkan Al Quran di dalam mobil bersama orang lain, seperti yang dilakukan Gagah kepada adiknya, Gita. Duh, saya rasanya gak pernah pede melafadzkan Quran di depan orang lain, selain istri ataupun anak saya. Itupun kalau di rumah dan tak terdengar orang lain. Bacaan Quran saya masih buruk. Sementara Gagah dengan pedenya melantunkan Ar Rahman di depan adiknya yang sama sekali tak paham Quran, sampai akhirnya mereka cekcok.

Yang paling mengesankan adalah yang dilakukan Yudi (diperankan oleh Masaji Wijayanto), yakni berdakwah di Metro Mini (angkot). Begitu pede nya dia berdakwah, mengajak orang untuk hijrah yang secara baik dia jelaskan bahwa makna hijrah adalah “pindah”. Yudi ini berpindah dari metromini satu ke yang lainnya, persis seperti orang ngamen yang sering kita jumpai di Metro Mini, namun ia tak memungut bayaran dan tetap berdakwah tanpa ada rasa gentar meskipun ia dicaci maki beberapa penumpang. Masya Allah....

Coba …mari kita renungkan … Betapa mulianya yang dilakukan Yudi ini, mendakwahi orang awam untuk diajak hijrah, diajak berpindah menuju kebaikan. Kalau mendakwahi orang-orang di masjid, bekal imannya mungkin sudah ada karena mereka datang ke masjid pasti ada iman nya. Namun penumpang Metro Mini? Mungkin belum semuanya punya iman. Makanya saya salut sekali dengan adegan Yudi melakukan dakwah di angkutan umum ini. Layak ditiru! Salut! Coba …mari kita renungkan satu ayat saja yang kita fahami dengan baik, lalu kita mulai dakwah di tempat umum, misalnya angkot, mall, warung kopi dsb. Imam Hasan Al Banna dulu berdakwah di warung kopi. Masya Allah!...

Beramal sholeh secara langsung dengan mendirikan Rumah Cinta di daerah kumuh yang sebelumnya tak tersentuh dengan hal-hal spiritual. Gagah dan teman-temannya bekerja sama dengan penduduk setempat, termasuk tiga preman, menyulap pantai kumuh menjadi sebuah bangunan semi permanen untuk pusat kegiatan anak dan orang tua melakukan kegiatan kerajinan tangan. Yang perlu kita renungkan adalah, bisa jadi di sekitar rumah kita ada penduduk miskin yang perlu sentuhan spiritual dan materi namun kita belum peduli kepada situasi mereka, pendidikan anak-anaknya dan sebagainya. Segmen ini sungguh memberikan sentuhan tersendiri yang sangat bagus.

Adegan mama Gagah mengunjungi Rumah Cinta yang didirikan oleh Gagah dan teman-temannya, bekerjasama dengan masyarakat, sungguh mengesankan. Seorang ibu yang kelihatannya sangat keduniawian bisa tersentuh dengan apa yang dilakukan anaknya di lingkungan kumuh ini.
Menyelesaikan kasus pencopetan dengan tidak menghakimi sendiri yang dilakukan oleh Yudi di dalam bus Trans Jakarta. Segmen ini juga indah karena Yudi berani menegor pencopet, berkelahi dengannya dan kemudian melerai penumpang lain yang menggebuki si pencopet. Bukankah ajaran Islam indah sekali? Tidak main hakim sendiri merupakan tindakan kesatria yang ditunjukkan Yudi dalam segmen ini.

Secara keseluruhan film ini menurut saya bagus sekali karena berhasil menguak dengan baik permasalahan sosial tanpa harus berlebihan menonjolkan aspek ibadah mahdhoh seperti shalat. Selama film diputar tak ada satupun adegan shalat yang ditunjukkan. Dan untuk ini saya salut sekali karena pada akhirnya agama Allah ini menjadi indah dan memiliki izzah (martabat) mulia ketika perilaku nyata ditunjukkan oleh umat-umat Allah. Salah satu contohnya adalah ketika Yudi menolong seorang ibu Nasrani yang sedang menangis menggendong anak kecil kehilangan suaminya (Yohannes) padahal pemukiman mereka dilanda kebakaran. Yudi tetap bertindak sigap mencari suami ibu tersebut, dengan menyusulnya ke gereja. Inilah toleransi beragama yang benar!!!
Dalam aspek kemanusiaan, Islam mengajarkan kita harus menolong siapapun tanpa melihat agamanya apa, bahkan seorang atheis sekalipun. Wong Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam saja menyuapi seorang pengemis buta, yahudi, dimana pengemis ini setiap saat mencaci Rasul kita. Masya Allah.....

Ah ….saat menulis resensi ini kok saya jadi ingat Salahudin Al Ayyubi di film Kingdom of Heaven ketika ia berhasil menguasai kota, mengatakan bahwa semuanya yang beragama non Islam, baik itu yahudi maupun nasrani, silakan tetap beribadah di sinagog atau gereja mereka masing-masing. Islam tak mengajarkan umatnya memaksa orang lain harus masuk Islam. Negara melindungi mereka yang beragama lain meski Islam berkuasa. Masya Allah …

Mas Gagah memang bukan Salahudin di Kingdom of Heaven

Yudi juga bukan Umar bin Khattab

Namun …yang mereka lakukan sungguh mulia.

Ketika Mas Gagah Pergi Membuatku Malu.... Ketika Mas Gagah Pergi Membuatku Malu.... Reviewed by Himam Miladi on February 10, 2016 Rating: 5

No comments:

Terima kasih sudah meninggalkan komentar di artikel ini

Powered by Blogger.