Dari bagian manakah anda mengenal Bilal Bin Rabah, Sang Muadzin Rasulullah itu?
Pertanyaan itu menyembul dalam pikiran saya tatkala melihat teaser sebuah film animasi berjudul "Bilal: A New Breed Of Hero.
Film ini sebenarnya sudah diproduksi dan ditayangkan di beberapa bioskop luar negeri sejak tahun 2015 kemarin. Sayang, di Indonesia belum ada satu pun bioskop yang ingin mengimpor dan menayangkannya di Indonesia. Padahal, film animasi Bilal ini sangat menarik, baik sebagai tontonan untuk keluarga maupun sebagai sebuah pembelajaran sejarah, terutama bagi umat islam.
Kembali ke pertanyaan diatas, saya, dan tentu juga hampir semua umat muslim sekarang ini mengenal cerita tentang Bilal dimulai tatkala dia sudah menjadi budak di kota Mekkah. Karena kegigihannya untuk memeluk dan mengikuti ajaran Muhammad SAW (agama Islam), Bilal harus menuai siksaan dari majikannya, Umayyah. Hingga akhirnya Bilal dibebaskan oleh Abu Bakar As-Shiddiq. Bilal kemudian turut berjuang disisi Rasulullah SAW, bahkan dipercaya sebagai Muadzin, yakni orang pertama yang mengumandangkan adzan sebagai panggilan sholat bagi kaum muslim.
Seperti itulah inti dari kisah Bilal Bin Rabah yang diceritakan oleh ribuan buku-buku sejarah Islam. Seolah kaum muslim mengenal Bilal hanya setengah kehidupan saja, yakni ketika Bilal sudah dewasa dan langsung menjadi budaknya Umayyah.
Setengahnya lagi, yakni masa ketika Bilal masih kecil hingga dia menjadi budak, itulah yang kini diceritakan melalui film animasi ini oleh Barajoun Entertainment, perusahaan film dari Dubai yang membuat proyek film Bilal ini.
Memang, tak ada bukti sejarah yang otentik yang bisa menceritakan bagaimana masa kecil Bilal bin Rabah. Tapi, keping sejarah yang hilang itu bisa dihadirkan kembali oleh Barajoun Entertainment dengan begitu apik dan epik.
Bilal diperkenalkan sebagai anak bahagia 7 tahun dengan rambut dan bercahaya mata dikepang, hidup di gurun dengan ibu yang cantik (seorang putri Abyssinian) dan adik kecilnya Ghufaira. Suatu hari, kampung tempat tinggal mereka diserang dan dirampok oleh sekelompok orang. Bilal dan adiknya Ghufaira akhirnya menjadi yatim piatu dan dijadikan budak untuk kemudian dijual ke negeri Arab.
Adegan film lalu meloncat ke masa Bilal sudah menjadi seorang remaja dan menjadi budak di kota Mekkah.
Pada saat itu, Mekah adalah sebuah desa berdebu dan Batu Hitam diatas Ka'bah " yang dijadikan Sesembahan "sedang marah" dan "menuntut persembahan". Di Mekkah saat itu berkembang agama lokal yang banyak dikuasai dan dijalankan oleh pedagang-pedagang kaya dan berkuasa. Yang paling berkuasa dan paling jahat adalah Umayyah dan adiknya Shafwan, tuan tanah yang memperbudak Bilal dan adiknya Ghufaira.
Agama lokal ini akhirnya mendapat tantangan dari agama baru yang disebarkan oleh pengikut Muhammad SAW. Salah seorang pemeluk agama yang baru, merupakan seorang pedagang dan penguasa lokal juga (mungkin maksud dari sang produser adalah menceritakan sosok Abu Bakar As-Shiddiq) mengilhami Bilal untuk memperjuangkan kebebasannya, bersama para budak lainnya.
Sudah tentu para penguasa lokal kota Mekkah tak ingin melepaskan budak-budak mereka begitu saja. Dan perjuangan Bilal bersama budak-budak lainnya tersebut menjadi klimaks dari film animasi ini.
Bagaimana akhir dari film ini? Sayangnya, film ini harus terhenti di tengah-tengah klimaks perjuangan Bilal memperoleh kebebasan dirinya. Tak ada cerita Bilal masuk Islam, atau bagaimana dia berjuang membela Islam dan menjadi Muadzin Rasulullah. Karena pada bagian after credit film ini cuma tertulis "Perang menanti kita....."
Seolah Barajoun Entertainment, produser film ini mengisyaratkan adanya sekuel dari film animasi Bilal.
Membaca beberapa review film ini, seperti yang saya tulis ulang diatas, membuat saya tak sabar untuk segera menontonnya. Sayang, hingga tulisan ini dibuat, belum ada kabar kapan film ini masuk Indonesia....
Bilal The Movie: Film Animasi Epik Muadzin Rasulullah
Reviewed by Himam Miladi
on
April 10, 2016
Rating:
No comments:
Terima kasih sudah meninggalkan komentar di artikel ini