Seringkali umat islam mendengar dan mengutip beberapa ungkapan
populer dan menganggapnya sebagai hadis yang dinisbatkan (bersumber) pada
perkataan Nabi Muhammad SAW. Ungkapan populer tersebut diantaranya adalah:
- Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina
- Perbedaan adalah Rahmat
- Cinta Tanah Air sebagian dari Iman
Meskipun populer dan sering dikutip, belum tentu ungkapan-ungkapan
tersebut benar sebuah hadis yang bersumber langsung dari Rasulullah SAW. Dalam
buku Hadis-Hadis Bermasalah (Pustaka Firdaus, 2003), Prof. Dr. KH.
Ali Mustafa Yaqub memaparkan penjelasannya perihal banyak hadis yang
bermasalah. Artinya, ada hadis yang keliru dalam penempatan syariat
pelaksanaannya, dan banyak pula hadis palsu yang dianggap asli. Diantaranya
adalah hadis yang akhirnya menjadi ungkapan populer tersebut.
Definisi Hadis Palsu dan Larangan untuk mengutip dan menyebarkannya
Perlu ditekankan disini, definisi hadis palsu (hadis maudhu')
adalah perkataan bohong dan mengada-ada yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
SAW. Informasi ini disampaikan dengan mengatasnamakan Nabi biasanya untuk
tujuan/motivasi untuk popularitas, mengajak orang berbuat baik (tapi caranya
salah), ingin dekat dengan penguasa, dan tujuan lainnya.
Sebuah hadis dikatakan maudhu' atau palsu apabila dalam
urutan/silsilah sanad (urutan keguruan/sumber hadis) terdapat seorang/beberapa
rawi (pencerita/informan hadis) yang dikenal sebagai pendusta/pembohong. Karena
sifat pembohongnya itu, maka orang tersebut dianggap tidak kredibel untuk
menjadi rawi dan karena itu pula kualitas hadis-nya menjadi sangat lemah, atau
dinilai palsu.
Sebagai umat Islam, kita boleh saja mengutip ungkapan tersebut
dengan maksud untuk kebaikan, karena pada dasarnya ungkapan populer itu
substansinya kadang mengandung nilai-nilai kebaikan. Tapi, dosa besar apabila
kita menganggapnya sebagai hadis yang dinisbatkan kepada Rasulullah SAW,
sebagaimana sabda beliau:
Dari al-Mughirah Radhiyallahu anhu, dia berkata, "Aku mendengar Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya berdusta atasku tidak seperti berdusta atas orang yang lain. Barangsiapa berdusta atasku dengan sengaja, maka hendaklah dia mengambil tempat tinggalnya di neraka". [HR. Al-Bukhri, no. 1229].
Perihal beberapa ungkapan populer yang dianggap sebagai hadis tapi palsu ini, berikut penjelasan KH. Ali Mustafa Yaqub seperti dinukil dari buku Hadis-Hadis Bermasalah:
1. Tuntutlah ilmu hingga ke negeri Cina
Dalam pembahasan tentang ungkapan yang dianggap sebagai hadis ini,
KH. Ali Mustafa Yaqub menceritakan sebuah pertanyaan menarik yang dilontarkan
seorang warga Kebayoran Lama, Jakarta kepada mahasiswi Institut Ilmu Alquran
Jakarta yang sedang melakukan KKN disana pada tahun 1994. Warga tersebut bertanya, "Siapakah
yang meriwayatkan Hadis 'Carilah ilmu meskipun di negeri Cina', dan mengapa
Nabi Saw menyebutkan Cina, bukan Eropa saja?".
Pertanyaan ini - di luar substansinya yang sangat berkualitas
karena menyangkut dua hal penting sekaligus, yakni sanad (periwayatan hadis)
dan matan (materi hadis) -- sekaligus membuktikan ungkapan ini begitu populer
hingga orang awam pun mengetahuinya.
Redaksi lengkap ungkapan yang dianggap hadis ini adalah:
Carilah ilmu meskipun di negeri Cina, karena mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim.
Hadis ini oleh para ulama Hadis dikatagorikan sebagai Hadis masyhur
yang non-terminologis, yaitu Hadis yang sudah populer di masyarakat
meskipun-terkadang-hal itu belum berarti bahwa ia benar-benar Hadis yang
berasal dari Nabi Saw.
Sekalipun hadis ini dalam beberapa riwayat berasal dari Anas bin
Malik dengan nisbat dari Nabi Muhammad SAW, ulama hadis menilai kualitas hadis
ini sangat lemah (palsu). Hal ini karena ada seorang/beberapa rawi hadis
dalam rangkaian sanad-nya adalah rawiyang kontroversial karena
dianggap kadzdzab (pendusta) dan sangat tidak kredibel untuk dianggap
sebagai perawi.
Ungkapan yang dianggap sebagai hadis tapi palsu disini hanya ada di
kalimat pertama, yakni "carilah ilmu meskipun di negeri Cina."Sedangkan
kalimat pendukungnya yakni "Mencari ilmu itu wajib bagi setiap
muslim" merupakan hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dan
Imam Tabhrani.
Meskipun ungkapan ini bukan hadis, mengapa yang disebut itu Cina?
Mungkin karena konon negeri Cina di masa lalu sudah dikenal oleh bangsa-bangsa
lain di dunia sebagai negeri yang memiliki budaya yang tinggi.
Selengkapnya lihat: Ali Mustafa Ya'qub, Hadis-Hadis Bermasalah, Pustaka Firdaus, 2003, h.1-7.
***
2. Perbedaan adalah rahmat.
Ungkapan ini begitu populer hingga kerap dikutip, tak hanya umat
Islam saja, namun juga umat lainnya. Bukan hanya diketahui mereka yang selalu
bergumul dengan kitab~kitab kuning saja, melainkan juga orang-orang yang
terbilang awam juga mengetahuinya.
Redaksi lengkap dari ungkapan yang dianggap hadis ini adalah:
"Perbedaan (pendapat) umatku adalah rahmat".
Dijelaskan oleh KH. Ali Mustafa Yaqub, ungkapan tersebut memiliki
dua versi. Versi pertama ungkapan ini berdiri sendiri yang diriwayatkan Imam
Baihaqi dalam kitab Ar Risalah Al-Asyariya, tanpa ada sanad.
Sedangkan versi kedua, menurut al-Sakhawi yang diikuti oleh
al-Ajluni, ungkapan itu merupakan penggalan dari "hadis" yang cukup
panjang dan sudah mengalami perubahan redaksional. Hadis ini diriwayatkan oleh
Al-Baihaqi dengan sanad. Narasi lengkap dari "hadis" tersebut
berbunyi:
"Selagi kamu telah diberi kitab Allah, maka ia harus diamalkan. Tidak ada alasan bagi seseorang untuk meninggalkannya. Apabila tidak ada keterangan dalam kitab Allah, maka (kamu harus memakai) Sunnah dari padaku yang sudah berjalan. Apabila tidak ada keterangan dalam Sunnah, maka (kamu harus memakai) pendapat para shahabatku. Karena sesungguhnya, para Sahabatku itu ibarat bintang-bintang di langit. Mana yang kamu ambil pendapatnya, kamu akan mendapatkan petunjuk. Dan perbedaan (pendapat) para Sahabatku itu merupakan rahmat bagi kamu."
Menurut KH. Ali Mustafa Yaqub, jika disandarkan pada versi pertama,
yakni ungkapan itu bukan penggalan melainkan berdiri sendiri, pernyataan
"Perbedaan itu adalah Rahmat" bukan sebuah hadis. Karena, meskipun
diriwayatkan oleh Al Baihaqi, tapi tidak disertai sanad. Sedangkan syarat
mutlak sebuah hadis itu adalah harus ada sanad dan matan.
Sedangkan versi kedua, meski mempunyai sanad tapi kualitasnya sangat
lemah, karena ada beberapa rawi hadis dalam sanad tersebut dianggap lemah
bahkan diketahui pendusta (pemalsu). Bahkan rawi terakhir, yakni Ibnu Muzahim
Al Hilali dianggap tidak pernah bertemu Ibnu Abbas, yang disebut sebagai sumber
pertama hadis tersebut.
Jadi dapat disimpulkan bahwa ungkapan "Perbedaan (pendapat)
umatku adalah rahmat" tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiyah
alias hadis palsu.
Terhadap substansi ungkapan ini, KH. Ali Mustafa Yaqub mengutip
pendapat Al Khattabi yang memberi solusi dalam menanggapi perbedaan pendapat
tentang substansi ungkapan ini diantara para ulama. Dalam masalah-masalah yang
prinsip terutama bab Akidah dan Ketauhidan, umat Islam dituntut untuk bersatu
dan tidak berbeda pendapat. Dalam hal-hal seperti ini ayat-ayat al-Qur'an yang
mengharuskan persatuan itu diterapkan.
Sementara dalam hal masalah-masalah furu'iyah/khilafiyah (masalah
yang tidak prinsip dalam syariat Islam), perbedaan pendapat itu tetap ditolerir
selama hal itu timbul sebagai konsekuensi adanya ijtihad, bukan timbul karena
kepentingan sempit dan sesaat. Meskipun begitu, Hadis -atau ungkapan yang
diklaim sebagai Hadis -- di atas tetap tidak dibenarkan untuk dijadikan
justifikasi.
Selengkapnya lihat: Ali Mustafa Ya'qub, Hadis-Hadis Bermasalah, Pustaka Firdaus, 2003, h.8-12.
***
3. Cinta Tanah Air sebagian dari Iman
Ungkapan yang dianggap sebagai hadis ini kerap dimunculkan dalam
konteks politik. Narasinya dianggap bisa menggugah dan menumbuhkan semangat
patriotisme bagi kalangan umat islam, terutama anak-anak mudanya. Tapi,
benarkah ungkapan itu adalah hadis yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW?
Redaksi asli ungkapan ini adalah:
Mencintai tanah air itu adalah sebagian dari iman.
Sekalipun populer dan sering dikutip untuk menumbuhkan semangat
patriotisme dan kebangsaan, para ulama sepakat bahwa hadis ini adalah palsu!
Imam al~Suyuti dan Imam al Sakhawi ketika mengomentari Hadis itu
berkata, "Lam aqif 'alaihi" (saya tidak menemukannya).
Dengan kata lain, kedua imam ini mengatakan hadis tersebut adalah palsu.
Para ulama juga mengatakan, tidak ada keterkaitan antara cinta
tanah air dengan iman seseorang. Karena menurut Al Qari, dalam Al Quran Allah
menggambarkan orang~orang munafik itu mencintai tanah air mereka, dan ternyata
mereka tidak beriman (QS. An Nisa: 66).
Selengkapnya lihat: Ali Mustafa Ya'qub, Hadis-Hadis Bermasalah, Pustaka Firdaus, 2003, h.74-76.
***
Selain 3 hadis populer diatas, masih banyak hadis-hadis lain yang
populer di telinga umat Islam dan sering dikutip para da'i dalam ceramah
agamanya, ternyata kualitasnya palsu. Beberapa yang lain diantaranya adalah:
- Wanita adalah tiang negara.
- Tidurnya orang berpuasa itu ibadah.
- Menyombongi orang sombong adalah sedekah.
Serta beberapa hadis populer lain yang ternyata hadis palsu.
Terhadap hadis palsu ini, sekalipun substansinya mengandung nilai
kebaikan, tapi itu akan bisa mengubah hadis palsu menjadi hadis yang sahih,
minimal hasan. Hadis populer yang demikian tetap saja sebagai Hadis palsu
apabila dinisbahkan kepada Nabi Muhammad Saw.
Karena itu, ungkapan-ungkapan yang memiliki substansi kebaikan bila
itu memang benar bukan hadis, seyogyanya disebut saja sebagai kata-kata hikmah
atau kata-kata mutiara. Jangan menganggapnya sebagai hadis agar kita
selamat dari ancaman masuk neraka.
Sumber: Kompasiana
Awas, Hadis Populer Ini Ternyata Hadis Palsu!
Reviewed by Himam Miladi
on
May 28, 2019
Rating:
No comments:
Terima kasih sudah meninggalkan komentar di artikel ini