Kisah Nabi Musa Menampar Malaikat Maut

 

kisah nabi musa menampar malaikat maut


Semasa mudanya, Nabi Musa a.s dikenal temperamental. Meski begitu, Nabi Musa memiliki kebijakan dan keadilan yang melebihi sifat temperamentalnya itu.

Nabi Musa juga memiliki sikap kepemimpinan yang tegas. Sikap yang sangat diperlukan untuk menghadapi kaum Bani Israil yang keras tabiatnya.

Kisah Nabi Musa dan Firaun termasuk kisah utama yang terdapat dalam Al-Quran. Mulai dari beliau lahir, dipungut sebagai anak oleh istri Firaun, hingga pada periode kenabiannya setelah tenggelamnya Firaun di Laut Merah.

Di antara riwayat hidup Nabi Musa yang difirmankan Allah dalam Al-Quran, ada satu kisah menarik yang hanya terdapat dalam riwayat hadis. Kisah Nabi Musa menampar Malaikat Maut lantaran dianggap lancang.

Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a yang berkisah:

Malaikat Maut diutus kepada Musa. Ketika dia datang Musa menamparnya. Malaikat Maut kembali kepada Tuhannya dan berkata, Engkau mengutusku kepada seorang hamba yang menolak mati.

Lalu Allah mengembalikan matanya (yang rusak karena tamparan Musa).

Allah berfirman kepada Malaikat Maut, Kembalilah kepada Musa. Katakan kepadanya agar ia meletakkan telapak tangannya di punggung sapi jantan. Maka bulu sapi yang tertutup oleh telapak tangannya  itulah sisa umurnya. Satu bulu satu tahun.

Musa berkata, Ya Rabbi setelah ini apa?

Malaikat Maut menjawab, Maut.

Musa berkata, Sekarang aku pasrah.

Maka Musa memohon kepada Allah agar didekatkan kepada tanah suci sejauh sepelemparan batu.

Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, Seandainya aku berada di sana niscaya aku tunjukkan kuburnya kepada kalian yang berada di sisi jalan di dataran berpasir  merah yang bergelombang.

 

Dalam riwayat Muslim, Malaikat Maut mendatangi Musa dan berkata, Jawablah panggilan Tuhanmu. Rasulullah Saw bersabda, Musa menempeleng mata Malaikat Maut hingga membuatnya rusak. Lalu Malaikat Maut kembali kepada Allah dan berkata, Engkau mengutusku kepada seorang hamba-Mu yang tidak mau mati. Dia telah merusak mataku.

Rasulullah Saw bersabda, Maka Allah mengembalikan matanya dan berfirman kepadanya, Kembalilah kamu kepada hamba-Ku, katakan kepadanya, Apakah kamu ingin hidup? Jika kamu ingin hidup maka letakkanlah tanganmu di punggung sapi jantan, rambut yang tertutup oleh tanganmu itulah sisa umurmu. Satu rambut satu tahun.

Musa bertanya, Seterusnya apa?

Malaikat menjawab, Kemudian kamu mati.

Musa berkata, Sekarang ya Rabbi, dari dekat.

Musa berkata, Matikanlah aku di dekat tanah suci sejauh lemparan batu.

Rasulullah Saw bersabda, Demi Allah, seandainya aku di sana, niscaya aku tunjukkan kuburnya kepada kalian di samping jalan pasir merah.

Hadis tentang perjumpaan Musa dengan Malaikat Maut tersebut diriwayatkan Imam Bukhari dalam kitab Ahadisil Anbiya bab wafatnya Nabi Musa. Imam Muslim meriwayatkannya dalam Kitabul Fadhail bab keutamaan Musa. 

Pelajaran dari Kisah Nabi Musa Menampar Malaikat Maut

Melalui hadis tersebut, Rasulullah memberitakan kepada kita salah satu kemuliaan atau hak privilige yang dimiliki Nabi dan Rasul adalah mereka diberi pilihan, antara melanjutkan kehidupannya di dunia atau pulang ke sisi Rafiqil Ala.

Dalam kisah Nabi Musa ini, Allah mengutus Malaikat Izroil untuk menemui Nabi Musa dalam wujud manusia. Seperti halnya Malaikat Izroil menemui Rasulullah Saw dalam wujud manusia pula.

Ketika bertemu, Malaikat Maut kemudian meminta Musa menjawab panggilan Tuhannya. Artinya ajal Musa sudah tiba dan waktunya sangat dekat.

Nabi Musa yang memiliki temperamen cukup tinggi, kemudian menampar Malaikat Maut. Entah karena menganggap tidak sopan, atau tersinggung dengan kedatangannya yang tiba-tiba. Waallohu alam.

Akibat tamparan Nabi Musa, mata Malaikat Maut (dalam wujud manusia rusak). Seandainya Malaikat Maut mendatangi Nabi Musa dalam wujud aslinya, niscaya Nabi Musa tidak akan mampu menempelengnya. Tidak akan bisa!

Setelah ditempeleng Nabi Musa, Malaikat Maut pun mengadu kepada Allah Swt perihal perlakuan Nabi Musa terhadapnya. Allah kemudian mengembalikan mata (manusia) Malaikat Maut dan mengutusnya kembali kepada Nabi Musa dan meminta Nabi Musa meletakkan telapak tangannya ke punggung sapi jantan. Rambut yang tertutupi tangan itulah yang menjadi tanda sisa usia Nabi Musa.

Akan tetapi, ketika Nabi Musa mendapat jawaban bahwa setelah kehidupan yang sedemikian panjang itu dia akan berjumpa lagi dengan Maut, Nabi Musa memohon kepada Allah agar segera mengambil nyawanya agar bisa berada di sisi-Nya!

Apa yang ada di sisi Allah bagi para Nabi dan Rasul-Nya, serta hamba-hamba-Nya yang saleh, itu lebih baik dan lebih kekal. 

Kematian itu Pasti

Hadis ini juga mengajarkan pada kita bahwa kematian itu pasti. Sepanjang apa pun usia kita, ujungnya adalah kematian. Tidak ada satu pun makhluk yang bernyawa di dunia ini bisa menghindar dari kedatangan Malaikat Maut. Bahkan seandainya ia bersembunyi di lubang semut, di bunker anti nuklir, di pulau terpencil, di puncak gunung tertinggi, Maut akan mendatanginya.

Kapankah waktunya?

Kita tidak akan tahu. Kita tidak akan pernah tahu kapan Malaikat Maut menyapa kita. Namun, dia sudah memberi tanda-tanda pada kita.

Rambut yang memutih, tubuh yang sudah mulai bongkok. Jalan yang mulai tertatih. Itu semua tanda-tanda dari Malaikat Maut.

Yang jadi pertanyaan sekarang adalah, sudah siapkah kita menyambut kedatangan tamu yang pasti itu? Sudahkah kita menyiapkan bekal untuk kehidupan yang lebih abadi nanti?

 

 

Kisah Nabi Musa Menampar Malaikat Maut Kisah Nabi Musa Menampar Malaikat Maut Reviewed by Himam Miladi on May 24, 2021 Rating: 5

No comments:

Terima kasih sudah meninggalkan komentar di artikel ini

Powered by Blogger.