Mengingat Kembali Perjalanan Agung Isra' Mi'raj


Betapa sedihnya Rasulullah Muhammad s.a.w. Pamannya, Abu Thalib dan istrinya, Ummul Mukminin Khadijah r.a dipanggil kembali oleh Sang Pencipta.

Tahun itu adalah Tahun Duka. Usai kematian dua orang yang paling dicintai dan paling gigih membela dakwahnya, perlakuan kaum kafir Quraish kota Mekkah terhadap Nabi Muhammad kian keras dan kejam. Nabi pun pergi ke Thaif, dengan maksud berdakwah sekaligus meminta dukungan.

Namun, penduduk Thaif justru memperlakukan Nabi Muhammad dengan keji. Mereka menganiaya, melempari Nabi dengan bebatuan hingga wajah Rasulullah bercucuran darah. Malaikat yang menyaksikan penganiayaan itu geram. Kepada Nabi, Malaikat meminta ijin untuk membalikkan gunung dan bukit, mengubur seluruh penduduk Thaif. Tetapi Nabi Muhammad berkata tidak, meminta para malaikat bersabar.

Tahun itu adalah Tahun Duka. Tak ada yang bisa menghibur hati Nabi Muhammad. Namun, kedukaan itu tak berlangsung lama. Allah sendiri lah yang kemudian menghibur langsung manusia agung pilihannya itu. Memberinya “hadiah” sebuah peristiwa yang menjadi salah satu episode paling luar biasa dalam kehidupan Nabi Suci tercinta.

Nabi Muhammad dipanggil oleh Allah SWT. Melalui kekuasaanNya, Nabi Muhammad melakukan perjalanan dari Mekah ke Masjid Al Aqsa di Palestina (Isra’). Dari sana, Nabi Muhammad kemudian dinaikkan, menembus pintu-pintu langit hingga ke Sidratul Muntaha (Mi’raj).

Ini adalah bentuk penghormatan yang luar biasa bagi Rasulullah. Merasakan kontak langsung dengan Penciptanya di tempat di mana bahkan para malaikat tidak memiliki akses masuk. Ini adalah klimaks dari perjalanan spiritual yang tidak dicapai oleh siapapun kecuali Nabi Muhammad s.a.w. Tidak ada keraguan bagi kita semua umat Islam, bahwa pada malam Isra’ Mi’raj tersebut, junjungan kita diberkati Allah dengan kehormatan yang tidak tertandingi.

isra miraj,infografis isra miraj
Infografis peristiwa Isra Miraj


Perjalanan Isra’

Para ulama ahli sejarah Islam berbeda pendapat tentang tanggal dan tahun tepatnya peristiwa Isra’ Mi’raj. Namun pendapat umum meyakini terjadi pada malam 27 Rajab.

Pada malam tersebut, Nabi Muhammad diperjalankan Allah secara fisik dari Mekah ke Masjid Al Aqsa di Yerussalem, Palestina, dengan menaiki Al-Buraq (hewan yang lebih besar dari keledai dan lebih kecil dari kuda) dan ditemani oleh Malaikat Jibril a.s. Dalam perjalanan menuju Masjid Al Aqsa mereka melewati makam Nabi Musa a.s.  Nabi lalu berhenti dan sembahyang.

Setelah tiba di Masjid Al Aqsa,  Nabi Muhammad lalu sholat dan memimpin para Nabi berdoa. Usai sholat, Jibril membawa dua botol berisi susu dan alkohol, lalu meminta Nabi Muhammad memilih. Rasulullah memilih susu dan kemudian meminumnya. Melihat pilihan Nabi Muhammad, Jibril tersenyum dan berkata, “Anda telah memilih Al Fitrah (kebenaran).”

Perjalanan Mi’raj.

Dari Masjid Al Aqsa ini, Nabi Muhammad melalui kekuasaan Allah kemudian diangkat dan diperjalankan menyusuri 7 lapisan langit hingga ke Sidratul Muntaha. Ketika sampai di langit pertama, Jibril mengetuk pintu dan meminta ijin untuk masuk. Pintu dibuka, dan keluarlah Nabi Adam a.s menyambut Rasulullah. Nabi Allah yang pertama ini kemudian menyatakan keimanannya pada kenabian Muhammad s.a.w.

Kemudian, Nabi Muhammad dan Jibril naik ke langit ke-2. Disini Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi Yahya a.s dan Nabi Isa a.s. Rasulullah lalu menyapa dan memberi salam pada mereka. Nabi Yahya dan Nabi Isa menjawab salam Rasulullah dan kemudian menyatakan persaksian mereka pada kenabian Muhammad.

Di langit ke-3, Nabi Muhammad berjumpa dengan Nabi Yusuf a.s. Usai membalas salam dari Rasulullah, Nabi Yusuf menyatakan keimanannya pada kenabian Muhammad. Di langit ke-4, Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi Idris a.s. Sebagaimana para nabi sebelumnya, Nabi Idris juga menyatakan keimanannya pada kenabian Muhammad.

Kemudian, Nabi Muhammad dan Jibril naik ke langit ke-5. Disini Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi Harun a.s. yang juga menyatakan keyakinannya pada kenabian Muhammad. Di langit ke-6, Nabi Muhammad menjumpai Nabi Musa a.s. Nabi Muhammad memberinya salam, yang kemudian dibalas salam pula oleh Nabi Musa dan menyatakan kesaksiannya pada kenabian Muhammad.

Ketika hendak meninggalkan langit ke-6 ini, Nabi Muhammad melihat Nabi Musa menangis. Beliau kemudian bertanya, mengapa Nabi Musa menangis. Dijawab oleh Nabi Musa, “"Saya menangis karena seorang pemuda yang diutus setelah saya akan memiliki lebih banyak pengikut dari bangsanya yang masuk Surga daripada bangsaku sendiri."

Setelah itu, Nabi Muhammad dan Jibril naik ke langit ke-7. Disini Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi Ibrahim a.s, Bapak Para Nabi dan Rasul. Dengan takzim, Nabi Muhammad memberi salam, dan Nabi Ibrahim pun membalas salamnya serta menyatakan keimanannya pada kenabian Muhammad s.a.w.

Menerima Perintah Salat

Dari langit ke-7, Jibril kemudian mengantarkan Nabi Muhammad ke Sidratul Muntaha. Saat di pintu gerbangnya, Jibril mempersilahkan Rasulullah untuk masuk, sementara dia sendiri menunggu di luar karena para malaikat sendiri termasuk dirinya tidak diijinkan untuk masuk ke dalam.

Di Sidratul Muntaha ini, Rasulullah bertemu langsung dengan Sang Khaliq, Zat Pencipta Alam Semesta, Allah SWT. Nabi Muhammad mendapat perintah untuk menegakkan sholat lima puluh waktu sehari.

Sekembalinya dari Sidratul Muntaha, Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi Musa yang kemudian bertanya, “Apakah Allah memberimu suatu perintah untuk dilakukan umatmu?”.

“Benar, Allah mewajibkan sholat lima puluh waktu sehari,” jawab Nabi Muhammad.

“Kembalilah dan mintalah keringanan. Umatmu tidak akan kuat menjalankan perintah sholat lima puluh waktu sehari,” kata Nabi Musa.

Nabi Muhammad menuruti nasehat pendahulunya tersebut, kembali ke Sidratul Muntaha, meminta keringanan jumlah sholat yang diwajibkan untuk ummatnya. Begitulah, setiap kali turun dan bertemu lagi dengan Nabi Musa, Nabi Muhammad disarankan untuk meminta keringanan jumlah waktu sholatnya karena menurut Nabi Musa itu masih terasa berat. Hingga tersisa perintah sholat lima waktu, Nabi Muhammad menolak usulan Nabi Musa untuk kembali dan mengatakan itu sudah cukup.

Usai puncak perjalanan spiritual tersebut, keesokan harinya Nabi Muhammad kemudian menceritakan peristiwa mukjizat tersebut pada kaumnya. Alih-alih banyak yang beriman, cerita perjalanan Isra’ Mi’raj justru menjadi senjata bagi kaum kafir Quraisy untuk mendelegitimasi kenabian Muhammad.

Mereka menjadikan cerita Isra’ Mi’raj tersebut sebagai bahan ejekan. Mereka menjadikan peristiwa Isra’ Mi’raj ini untuk mempengaruhi kaumnya yang sudah memeluk Islam agar tidak percaya pada kenabian Muhammad. Bagaimana bisa percaya pada cerita yang menurut logika akal manusia sangat mustahil bisa terjadi. Pergi dari Mekah ke Baitul Maqdis dalam semalam, dan kemudian naik ke langit ketujuh!

Bagi orang-orang yang imannya lemah, ini adalah ujian paling sulit. Tak sedikit kaum muslim saat itu yang gagal melewati ujian ini, terpengaruh dengan provokasi kaum kafir Quraisy, dan kemudian menjadi murtad. 

Teladan Keteguhan Iman Abu Bakar tentang Isra Miraj

Tapi tidak bagi mereka yang imannya sekokoh batu karang. Peristiwa Isra’ Mi’raj adalah peristiwa mukjizat yang bisa terjadi atas kehendak Allah. Peristiwa Isra’ Mi’raj adalah puncak dari keimanan seorang muslim terhadap kenabian Muhammad s.a.w. Seperti yang dicontohkan oleh sahabat Abu Bakar r.a.

Beberapa orang Quraisy mendatangi rumah Abu Bakar, dengan maksud menceritakan peristiwa Isra’ Mi’raj. Mereka berharap Abu Bakar tidak percaya pada cerita tersebut, dan nantinya akan memalingkan diri dari ajaran yang dibawa Nabi Muhammad.

Bagaimana respon sahabat Nabi yang mulia ini? Jangankan tidak percaya, malah dengan wajah berseri-seri Abu Bakar menjawab:
"Apa keberatannya? Bahkan saya akan mempercayainya walaupun lebih dari itu. Saya mempercayainya mengenai berita langit yang diterimanya, baik di waktu pergi maupun ketika kembali".

Kemudian diucapkanlah semboyannya yang terkenal:
"Jika demikian, maka benarlah ia!"

Abu Bakar kemudian bergegas pergi ke Ka'bah untuk menjumpai Rasulullah s.a.w. Disana dilihatnya kelompok manusia yang mencibir dan yang ragu-ragu sedang mengelilingi Rasulullah saw. dengan suara ribut yang tiada menentu. Dilihatnya Cahaya Allah sedang duduk sambil tunduk dengan khusyuknya menghadap Ka'bah. Ia tidak merasa terganggu dengan berisiknya orang-orang bodoh disekitarnya.

Setibanya disana, Abu Bakar menjatuhkan diri kepada Rasullullah sambil memeluknya, seraya berkata:
"Demi bapak dan ibuku yang jadi tebusanmu hai Rasulullah! Demi Allah, sesungguhnya engkau benar......Demi Allah sesungguhnya engkau benar......"

Inilah pertunjukan keimanan terbesar dan menakjubkan dari seorang muslim kepada Nabi junjungannya. Tak ada keraguan sedikitpun di hati Abu Bakar terhadap apapun yang diceritakan Nabi Muhammad. Kepercayaannya mutlak, begitu pula keimanannya juga mutlak.

Begitu pula sepatutnya kita umat Islam, bisa mencontoh keyakinan Abu Bakar dalam melihat peristiwa Isra’ Mi’raj sebagai bagian dari keimanan kita terhadap kenabian Muhammad s.a.w. Teguh terhadap ikrar yang dilakukan saat mengucapkan dua kalimat syahadat. Dua kesaksian yang memiliki makna yang dalam sehingga dalam menjalani kehidupan ini kita hanya mengikuti perintahNya dan meniru contoh dari manusia terbaik sepanjang masa, Rasulullah Muhammad s.a.w.

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS. Al-Isra` : 1)



 

Mengingat Kembali Perjalanan Agung Isra' Mi'raj Mengingat Kembali Perjalanan Agung Isra' Mi'raj Reviewed by Himam Miladi on February 27, 2022 Rating: 5

No comments:

Terima kasih sudah meninggalkan komentar di artikel ini

Powered by Blogger.