Tersenyumlah Seperti Senyum Rasulullah Saw

senyum Rasulullah
Islam dirancang oleh Sang Pencipta untuk menjadi jalan hidup yang sempurna bagi umat manusia sehingga terkadang hal terkecil dapat berdampak besar. Senyum adalah salah satunya.


Islam lebih dari sekadar agama, tetapi juga keseluruhan cara hidup bagi pemeluknya. Islam mengajarkan kita bagaimana berperilaku dari pagi hingga malam dan bahkan memberitahu kita posisi terbaik untuk tidur. Islam adalah cara hidup yang alami, yang membuat aturan menjadi semudah bernafas. Satu hal yang semudah bernafas adalah tersenyum. Lekukan kecil di mulut dan kerutan di mata yang tidak hanya membuat kita tetapi juga orang-orang di sekitar Anda merasa nyaman.

Nabi Muhammad tersenyum, sering dan dengan sukacita yang nyata. Bahkan dia tersenyum begitu teratur sehingga senyum dan sikap baiknya disebutkan berkali-kali dalam anekdot dan cerita dari tradisinya.

Aisyah r.a ketika ditanya seperti apa akhlak Rasulullah Saw, menjawab, “Akhlak Rasulullah adalah Al-Quran.” Artinya, Nabi Muhammad hidup dengan ajaran Al-Quran. Dengan demikian perilaku dan kepribadian Nabi Muhammad adalah contoh terbaik untuk kita ikuti dalam kehidupan kita sendiri.

Keteladanan Nabi Muhammad Saw meliputi semua aspek kehidupan dan perilaku manusia. Dari skala tindakan yang besar seperti amar makruf nahi munkar, hingga tindakan kecil seperti bagaimana adab bercanda atau bersendau gurau.

Pada dasarnya, Islam tidak melarang umatnya untuk bercanda.

Seorang laki-laki berkata kepada Sufyan ibn 'Uyaynah, "Bercanda itu tidak benar, itu harus dicela." Beliau menjawab, “Sebaliknya itu sunnah, tetapi hanya bagi mereka yang tahu bagaimana melakukannya dan melakukannya pada waktu yang tepat.”

Kata Jabir bin Abdullah, “Tidaklah Rasulullah Saw melihatku melainkan dengan tersenyum, dan ia bergurau dengan para sahabatnya, ia bergaul akrab dengan mereka dan ia ajak mereka bercakap-cakap, dan ia bermain-main dengan anak-anak.” (HR Muslim)

Bercanda adalah istirahat dari keseriusan dan perjuangan yang berkelanjutan. Semua manusia hakikatnya membutuhkan canda tawa untuk relaksasi jiwa. Hanya saja, yang dilarang oleh Islam adalah bercanda yang keterlaluan dan berlebihan.

Rasulullah Saw mengatakan: "Jangan tertawa terlalu banyak, karena terlalu banyak tertawa mematikan hati." (Shahih al-Jaami')

Imam Nawawi r.a. berkata: “Lelucon yang diharamkan adalah yang berlebihan dan terus-menerus, karena terlalu banyak tertawa dan mengeraskan hati, mengalihkan dari mengingat Allah, dan sering kali menimbulkan rasa sakit hati, menimbulkan kebencian dan menyebabkan orang kehilangan rasa hormat dan martabat. Tetapi barang siapa selamat dari bahaya seperti itu, maka apa yang dilakukan Rasulullah Saw diperbolehkan baginya.”

Memang benar, Rasulullah Saw sendiri pun punya selera humor yang tinggi, senang bercanda, namun dalam batas-batas yang wajar. Canda Rasulullah adalah canda untuk menyenangkan hati sahabat-sahabatnya. Sendau gurau Nabi adalah sendau gurau yang sopan yang tidak bercampur dusta. 

Teladan Sendau Gurau Rasulullah Saw

Seperti ketika Nabi Muhammad Saw melihat seorang sahabatnya, Shuhaib bin Sinan yang sebelah matanya sakit sedang makan kurma. Dengan nada kaget, Rasulullah Saw bertanya pada Shuhaib, “”Hai Shuhaib, bagaimana caramu makan kurma, sedangkan mata Anda sakit sebelah?”

Shuhaib bin Sinan termasuk sahabat yang punya selera humor tinggi pula, mengerti maksud sendau gurau Nabi. Ia pun menjawab sambil tersenyum, “Saya makan dengan mata yang satunya lagi ya Rasulullah.”

Mendengar jawaban Shuhaib, Rasulullah Saw tersenyum.

Pernah suatu kali, Rasulullah Saw melihat seorang sahabatnya naik kuda. Dengan nada heran, beliau Saw bertanya, “Hai, mengapa engkau naik anak kuda?”

Kaget mendengar pertanyaan Rasulullah, sahabat itu langsung melompat turun dari kudanya. Diamatinya sejenak kuda yang ditungganginya, lalu dengan nada sedikit bingung menjawab, “Ya Rasulullah, ini bukan anak kuda, yang saya tunggangi ini induk kuda.”

Nabi pun berkata, “Bukankah setiap induk kuda adalah anak kuda juga?”

Mendengar jawaban Rasulullah, sahabat itu tersenyum dan Rasulullah pun tersenyum.

Suatu hari pula, seorang wanita tua datang kepada Nabi Saw dan berkata, "Ya Rasulullah, doakanlah saya bisa masuk surga dengan segala amal ibadah yang sudah saya kerjakan.”

Dengan maksud bercanda, Rasulullah Saw berkata, “Maaf Bunda Fulan, di surga nanti tidak ada wanita tua.”

Mendengar jawaban Nabi, wanita tua itu pun pergi sambil menangis. Rasulullah Saw lalu meminta sahabatnya untuk menyusul wanita tua itu dan berkata, "Katakan padanya bahwa dia tidak akan masuk surga sebagai wanita tua, tetapi semua orang menjadi muda kembali.” (HR Tirmidzi).

Di waktu yang lain, seorang wanita mendatangi Rasulullah dan mengatakan suaminya ingin mengundang Rasulullah ke rumahnya.

Nabi Saw lalu bertanya, “Apakah suamimu itu yang matanya ada putihnya?”

Wanita itu menjawab, “Tidak ya Rasulullah. Mata suamiku biasa saja, tidak ada putih di keduanya.”

Rasulullah Saw kemudian berkata, “Tidak. Suamimu pasti yang matanya ada putihnya. Bukankah setiap mata mesti ada bagian putihnya?”

Mendengar jawaban Rasulullah Saw, wanita itu pun tersenyum dan Rasulullah juga ikut tersenyum.

Tersenyumlah Seperti Senyum Rasulullah Saw

Nabi Muhammad Saw adalah manusia biasa, seperti halnya kita semua.

“Aku makan sebagaimana (seorang) hamba Allah (makan), dan aku duduk sebagaimana (seorang) hamba Allah (duduk), karena sebenarnya aku ini hanyalah hamba (Allah).” (HR Baihaqi)

Dan sudah menjadi kodrat manusia untuk tertawa di kala ada hal yang patut ditertawakan, dan menangis ketika ada hal yang patut ditangisi.

Tetapi, sendau gurau Rasulullah adalah jenis sendau gurau yang bersih, tak ternoda dan pantas. Canda tawa Rasulullah Saw adalah canda tawa yang terhormat, di dalamnya tidak ada kedustaan, tidak pernah melampaui batas-batas kesopanan. Bahkan saat tertawa pun, Nabi Muhammad tak pernah melampaui batas. Setiap kali mendengar lelucon atau ada sesuatu yang pantas menjadikan orang tertawa, Nabi Muhammad hanya tersenyum.

Aisyah r.a berkata, “Belum pernah saya melihat Rasulullah Saw tertawa gelak hingga terlihat langit-langit mulutnya, tetapi selalu tersenyum.” (HR Bukhari Muslim).

Allah memberikan kewibawaan sempurna kepada Nabi Muhammad Saw, sehingga tak akan hilang kewibawaan itu hanya karena tertawa atau bergurau. Tertawa dan bergurau yang tidak melampaui batas kesopanan adalah suatu tanda keramahtamahan yang patut ada pada seorang Nabi, yang setiap waktunya harus berhadapan dengan bermacam-macam manusia.

Islam dirancang oleh Sang Pencipta untuk menjadi jalan hidup yang sempurna bagi umat manusia sehingga terkadang hal terkecil dapat berdampak besar. Senyum adalah salah satunya.

Abdullah bin Haarits berkata, “Saya tidak pernah menemukan seseorang yang tersenyum sebanyak Rasulullah Saw. Nabi Muhammad menganggap tersenyum kepada saudaranya sebagai amal.” (HR Tirmidzi).

Mari kita sambut setiap hari baru dengan senyuman, dan jangan lupa untuk tertawa dan bercanda bersama teman dan keluarga. Namun penting untuk kita ingat, bahwa meskipun Nabi Muhammad tertawa dan bercanda dengan keluarga dan sahabatnya, beliau Saw selalu berperilaku bijaksana dengan prinsip-prinsip moral yang baik.

Nabi Muhammad tidak pernah bercanda dengan cara yang menyakiti perasaan seseorang atau bercanda tentang hal-hal yang tidak benar. Bahkan Nabi Muhammad sampai mengingatkan “Celakalah orang yang berbicara dan berbohong untuk membuat orang tertawa; celakalah dia, celakalah dia.” (HR Abu Daud)

Sumber: Kompasiana

Tersenyumlah Seperti Senyum Rasulullah Saw Tersenyumlah Seperti Senyum Rasulullah Saw Reviewed by Himam Miladi on November 01, 2021 Rating: 5

No comments:

Terima kasih sudah meninggalkan komentar di artikel ini

Powered by Blogger.